Soroti Masifnya Perkembangan Pariwisata di Canggu, SAPPK ITB Adakan FGD bersama Lembaga Desa Canggu dan Pemkab Badung

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id – Pada Rabu (26/07/2023), Kelompok Keahlian Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan (P2PK) dari Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD). Kegiatan ini dilakukan dalam rangka program Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Unggulan (PPMU).

Penelitian ini diketuai oleh Dr. Drs. Suhirman, S.H., M.T., dosen SAPPK ITB. Adapun anggota tim peneliti yaitu Ir. Tubagus Furqon Sofhani, M.A., Ph.D. (dosen SAPPK ITB), Tri Rahayu Wulansari, S.T., M.T. (peneliti di P2PK ITB), Hafsah Restu Nuruh Annafi dan Titania Athaya Putri (mahasiswa Magister Perencanaan Kepariwisataan ITB).

Kegiatan FGD berlangsung di Ruang Pertemuan Desa Adat Canggu yang berlokas di Jalan Nelayan No. 1, Banjar Canggu, Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali. Tema yang dibahas dalam FGD ini adalah "Pola Penggunaan Lahan dan Respons Masyarakat Adat terhadap Pariwisata di Desa Adat Canggu, Bali". FGD ini diselenggarakan untuk menyelidiki perubahan pola penggunaan lahan yang terjadi akibat pertumbuhan pariwisata di Canggu dan bagaimana masyarakat adat merespons dinamika pariwisata tersebut.

Acara ini dihadiri oleh perwakilan lembaga desa adat Canggu seperti Bendesa, Kelian Adat, Pekaseh, BUMDes, BUPDA, Kerta Desa, dan masyarakat adat. Juga hadir lembaga desa dinas yang diwakili oleh Sekretaris Desa Dinas Canggu, serta perwakilan dari pemerintah yaitu Dinas Pariwisata Kabupaten Badung dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Badung.

Pada awal FGD, Dr. Suhirman menyampaikan sambutan sekaligus memperkenalkan Program Studi Magister Perencanaan Kepariwisataan yang ada di ITB. Lalu, dilanjutkan dengan sambutan dari Bendesa Adat Canggu, I Wayan Suarsana.

Acara dilanjutkan dengan presentasi hasil survei oleh Ir. Tubagus, Hafsah, dan Titan. Sebelum FGD, telah dilakukan survei selama 1 bulan. Survei tersebut mencakup wawancara, observasi, dan penyebaran kuesioner kepada pelaku usaha di Desa Canggu. Rangkuman hasil survei yang disampaikan sebagai berikut:

  1. Terjadi perubahan penggunaan lahan dari sawah menjadi kawasan terbangun, dan perubahan ini semakin intensif setelah tahun 2019.
  2. Perkembangan pariwisata di Desa Canggu berdampak positif pada ekonomi masyarakat dengan meningkatnya pendapatan.
  3. Semakin tingginya aktivitas pariwisata menyebabkan berkurangnya gotong royong dalam masyarakat.
  4. Kesenian tradisional di Desa Canggu masih terjaga dan lestari, namun, meningkatnya kriminalitas dan kemacetan lalu lintas menjadi masalah yang perlu diatasi.

Memasuki sesi diskusi, beberapa peserta termasuk pekaseh (penanggung jawab subak/pertanian di Bali) setuju dengan masalah alih fungsi lahan. Ia khawatir akan luas lahan sawah di Canggu yang kian menurun. Menanggapi hal ini, Dinas Pariwisata Kabupaten Badung memberikan solusi berupa penerapan agrowisata. “Dengan agrowisata ini, lahan pertanian dapat tetap dipertahankan sambil dijadikan objek wisata,” ungkap Putu, perwakilan Dinas Pariwisata Kabupaten Badung.

Selain itu, terdapat Kelian Adat yang membahas aturan pembangunan di Bali, terutama yang berdekatan dengan tempat suci atau Pura. Pariwisata seringkali menyebabkan hilangnya kesakralan pura, sehingga perlu adanya aturan seperti larangan membangun lebih dari dua lantai dan aturan lain terkait tanah adat.

Para peserta FGD, terutama pihak desa adat Canggu, berharap tim SAPPK ITB mampu memberikan rekomendasi atas isu-isu yang sedang terjadi di desa Canggu. PPMU ini akan berlangsung hingga November 2023 mendatang. Tim SAPPK ITB akan menganalisis temuan survei, termasuk hasil dari FGD ini. Data-data tersebut digunakan sebagai bahan dalam merumuskan solusi, baik berupa rekomendasi kebijakan maupun imbauan kepada masyarakat.

Dengan adanya FGD ini, diharapkan penanganan masalah alih fungsi lahan dan dampak pariwisata di Desa Canggu dapat lebih dipahami dan solusi yang tepat dapat diimplementasikan guna menjaga keseimbangan antara pariwisata dan keberlanjutan lingkungan serta kehidupan masyarakat adat setempat.

Reporter: Hafsah Restu Nurul Annafi (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2019)