Lulus ITB dengan IPK 3,99: Cara Memaksimalkan Waktu ala Michael Agung Nugroho
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Semua orang pernah berandai-andai untuk mendapatkan nilai sempurna. Sama halnya dengan Michael Agung Nugroho. Pada Wisuda Ketiga ITB Tahun Akademik 2021/2022, Michael Agung Nugroho berhasil meraih predikat Wisudawan Juli ITB 2022 dengan IPK tertinggi, yakni 3,99 dari 4,00.
Michael Agung Nugroho, akrab disapa Agung, berasal dari Program Studi Teknik Dirgantara, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) angkatan 2018. Selama kuliah, Agung cukup banyak menghabiskan waktu di UKM Catur Percama ITB.
Sebagai introvert yang tidak terlalu menyukai keramaian, Agung mengaku menggemari olahraga catur karena ia bisa mengasah pikirannya seraya membangun hubungan dekat dengan teman-teman. Selain itu, ia juga merupakan anggota Aksantara ITB. Pada tingkat 3, Agung dan tim sempat berpartisipasi dalam lomba Kontes Robot Terbang Indonesia pada divisi vertical take off landing (VITOL) dan berhasil merakit robot UAV yang mampu diterbangkan secara otomatis, kendati belum berhasil menjadi juara.
Tips and Trick Belajar ala Agung: Pilihanku, Tanggung Jawabku
Hanya berjarak 0,01 dari kesempurnaan, perjuangan lulusan SMA Kolese Loyola Semarang ini mendapatkan indeks tersebut melalui strategi yang cerdik. Umumnya, komponen utama indeks kuliah mencakup UTS, UAS, dan tugas besar. Karena pengumpulan tugas besar seringkali bersamaan dengan UAS, ia fokus mengupayakan nilai tinggi di UTS sehingga tidak perlu chaos saat akhir semester.
Pada semester 2 dan 7, ia mendapatkan 1 indeks AB. Meski sedih, hal tersebut mengurangi tekanan untuk mendapat nilai sempurna setiap semester, sambil memotivasinya untuk menjaga dan meningkatkan nilai tersebut. “Dapat IP berapa pun harus disyukuri asalkan kita tau kita sudah mengusahakan yang terbaik.”
Program Studi Teknik Dirgantara membagi tugas akhir menjadi dua tahap. Agung menjalani TA tahap kedua sambil bekerja. Uniknya, bukannya mendistraksi, justru pekerjaan Agung memotivasinya untuk menyelesaikan TA dengan baik. Melihat murid ajarnya bersemangat mencari ilmu mengingatkannya akan tugasnya sebagai mahasiswa dan kepercayaan orang tuanya.
“Prinsipku, kalau kita mengambil keputusan pasti ada risikonya. Aku ambil keputusan [melakukan TA] sambil kerja. Kalau mau ambil keputusan harus matang dan kalau sudah diambil harus dijalankan sampai selesai,” ia menuturkan, “Tujuan utama belajar bukan untuk IP tapi ilmunya, tetapi IP juga ‘bukti’ paham ilmu dan mengejar IP lebih [bertujuan] ke membanggakan orang tua. Karena, jujur aja, IP tinggi aku bangga, tapi aku yakin orang tua yang akan lebih bangga.”
Selain strategi yang cerdik serta rasa tanggung jawab pada orang tua, Agung juga mengingatkan akan pentingnya menjadi adaptif dan memiliki niat yang benar. “I live by this quote, yaitu kita hidup harus cerdik seperti ular, tulus seperti merpati,” ucapnya. “[Makna] cerdik seperti ular itu [memiliki] situation awareness tinggi—ia tahu harus berbuat apa, saat kapan. Tulus seperti merpati, tuh, kita melakukan sesuatu harus dengan motivasi yang benar. Kalau kita belajar keras-keras nilai jelek tidak apa-apa karena motivasinya mendapat ilmu. Jadi, jadilah cerdik dengan motivasi yang benar. ”
Berbagi Pelajaran
Pelajaran pertama yang Agung dapat di kuliah adalah tidak boleh menilai orang dari sampulnya. Mahasiswa ITB sangat beragam. Terkadang, sadar maupun tidak, terdapat stigma yang muncul. Namun, stigma tersebut tidak boleh dijadikan penilaian. Pelajaran kedua adalah bersyukur dan tidak membanding-bandingkan. Syukuri di mana pun kita berada, tidak perlu terdistraksi dengan pencapaian orang lain, tidak juga tinggi hati.
Saat ini, Agung sedang bekerja sambil menjalani fast track di ITB dan berniat melanjutkan riset yang ia lakukan di Tugas Akhir S-1 bertajuk “Meshless Steady and Transient Heat Conduction Simulation using Least Square Moving Particle Semi-Implicit Method”. Ia juga sedang menimbang untuk melanjutkan studi ke luar negeri.
Reporter: Hasna Khadijah (Teknik Lingkungan 2019)