Maha Gaya Ganesha: Kemahasiswaan ITB untuk Menjawab Tantangan Masa Depan
Oleh Shinta Michiko Puteri
Editor Shinta Michiko Puteri
BANDUNG, itb.ac.id - Unit Kegiatan Mahasiswa Jawa Timur atau yang biasa dikenal dengan Loedroek ITB kembali mengadakan pagelaran rutin dua kali dalam setahun yang biasa disebut dengan Maen Gedhe. Berjudul "Maha Gaya Ganesha", pagelaran ini diadakan pada Jumat (06/05/11) dan bertempat di Aula Barat ITB. Berbeda dengan Maen Gedhe yang sebelumnya, biasanya penampilan yang ditampilkan selalu berbau sejarah, namun pada Maen Gedhe kali ini fokus ceritanya mengenai kualitas kemahasiswaan ITB.
Pembukaan dari acara ini diawali oleh aksi dari Remo dan Kidung yang menampilkan nyanyian yang diiringi dengan musik gamelan. Lirik-lirik yang dibawakan seperti pantun dan berisi sindiran-sindiran tentang isu-isu hangat yang sedang beredar baik di dalam maupun di luar kampus ITB, seperti tentang Ujian Akhir Semester (UAS) yang akan berlangsung minggu depan, mahasiswa tingkat akhir yang sedang sibuk Tugas Akhir (TA), Presiden Keluarga Mahasiswa ITB yang baru dilantik, pembangunan gedung baru untuk DPR, hingga artis yang bisa terkenal hanya dengan lewat rekaman dan Youtube.
Pembukaan dilanjutkan dengan penampilan dari Dharma Wanita (DW) yang melawak mengenai kehidupan mahasiswa ITB sehari-hari, mulai dari makan, mempersiapkan ujian, dan lainnya. Selain itu, Â DW juga menampilkan nyanyian dengan lirik yang lucu dan menarik yang diiringi oleh gitar dan jimbe. Lagu-lagunya menceritakan tentang TA yang tertunda, jodoh, dan ujian. Ketiga cerita ini menjadi ceirta yang hangat yang dan sangat menarik perhatian penonton.
Penampilan inti dari pagelaran ini menceritakan tentang kemahasiswaan ITB. Drama yang dikemas dengan rasa humor yang tinggi ini dibawakan dengan bahasa Indonesia. Adegan pertama diisi oleh aktor tunggal, menceritakan seorang mahasiswa bernama Bento yang menceritakan kehidupannya dan mempertanyakan banyak hal. Dia ingin mencari mengenai apa itu mahasiswa yang ideal, apa harapan masyarakat terhadap mahasiswa, dan bagaimana gerakan mahasiswa seharusnya.
Adegan selanjutnya diisi oleh dua aktor yang berperan sebagai dosen dan asisten dosen yang telah berhasil menciptakan mesin waktu. Pada suatu waktu mereka kedatangan tamu dari masa depan yang mengatakan bahwa di masa depan bahwa kampus mereka ini akan hancur dan runtuh. Bento menawarkan diri untuk mencari solusinya dengan belajar dari kejadian-kejadian di masa lampau.
Pada akhirnya Bento menemukan solusi bahwa mahasiswa seharusnya tidak hanya belajar saja, namun juga harus terlibat secara aktif di kegiatan kemahasiswaan. Namun ternyata, pada akhirnya solusi yang ditawarkan oleh Bento ini ditolak. Pesan yang ingin disampaikan sebenarnya sederhana, yaitu bagaimana ITB dan kemahasiswaannya dapat berusaha lebih keras untuk menjawab tantangan masa depan.