Mahasiswa ITB Juara 2 International Dam Innovation Contest, Gagas Inovasi Bendungan Padu Jangkok

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh

Tim Kuya AGW dari ITB saat menerima penyerahan hadiah di Undip, Minggu (5/5/2024) (Dok. Istimewa)

BANDUNG, itb.ac.id — Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali meraih prestasi membanggakan. Kali ini mahasiswa ITB meraih juara 2 lomba inovasi bendungan tingkat internasional. Kompetisi ini bertajuk Civil Engineering Innovation Contest (CEIC) Season XI yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Diponegoro (Undip).

Prestasi ini dipersembahkan oleh tiga mahasiswa Teknik Sipil 2020, yakni Haikal Muhamad Gemilang, Davin Ridho Alfath, dan Muhammad Faizal Ramadhan. Mereka menghasilkan inovasi bendungan di daerah aliran sungai (DAS) Jangkok, Lombok Barat, yang dikawinkan dengan teknologi deep learning untuk menciptakan solusi cerdas dan futuristik. Kekeringan merupakan salah satu permasalahan pelik yang menerpa daerah Lombok Barat. Oleh karena itu, dibutuhkan infrastruktur air yang bisa menambah kapasitas tampungan air dan menopang sektor agrikultur.

“Mulanya, kami melakukan analisis hidrologi terlebih dahulu untuk mengetahui debit air dan mengecek kapasitas air yang dapat ditampung. Setelah itu, dilakukan analisis hidraulika dan kami mendesain bendungan tipe urugan tanah yang memiliki struktur pendukung bendungan, seperti cofferdam, spillway, tidal pool, dan mud bag,” ujar Haikal saat diwawancara, Senin (20/5/2024).

Desain Padu Jangkok Dam (Dok. Istimewa)

Dalam mengatasi kekeringan, bendungan yang dirancang memiliki sistem pengangkutan sedimen menggunakan suction dan jet pump yang diletakkan pada perahu atau struktur terapung lainnya. “Satu pompa akan menyemburkan udara bertekanan tinggi ke dasar bendungan. Sedimen yang telah terendapkan akan melayang di kolom air dan dihisap dengan pompa satunya. Hal ini akan menekan volume air yang terbuang saat proses pengangkutan sedimen,” ujarnya. Selain itu, bendungan ini dilengkapi instrumen untuk mengukur beberapa parameter fisik air dan menjaga kualitasnya.

Rama menambahkan, untuk memprediksi kekeringan di masa depan, mereka memanfaatkan machine learning ANN (Artificial Neural Network). “Model ini dapat membantu dalam perumusan strategi pengoperasian bendungan dengan mengintegrasikan ketinggian air di dalam bendungan, curah hujan, kebutuhan air, dan variabel lainnya yang terintegrasi dengan berbagai instrumen yang sudah terpasang. Berbagai data historis bisa diolah dengan mudah menggunakan model ini dan menampilkan hasil forecast kekeringan yang baik untuk menunjang reservoir management,” kata Rama.

Bendungan karya Tim Kuya AGW ini diberi nama “Padu Jangkok Dam”. Padu dalam bahasa Sasak bermakna kuat dan Jangkok merupakan nama lokasi DAS proyek bendungan itu dibuat. Mereka berharap agar keberadaan bendungan tersebut bisa membantu kawasan Jangkok agar kuat menghadapi kekeringan dan tangguh terhadap perubahan iklim.

“Kami bersyukur bisa ikut menjajal dan belajar dari peserta lainnya melalui kompetisi rancang bendungan yang prestisius ini. Semoga langkah kecil kami bisa menginspirasi mahasiswa Teknik Sipil yang lain untuk menekuni bidang keairan. Keilmuan ini masih harus terus dikembangkan karena banyaknya ancaman bencana hidrologi belum dibarengi dengan pembangunan bendungan yang memadai di Indonesia,” kata Davin.

Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)