Mengenal Blazar, Fenomena Astronomi Pembentuk Jet Relativistik pada “Black Hole”

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

BANDUNG, itb.ac.id – Secara umum, banyak orang yang sudah mengetahui black hole atau lubang hitam sebagai benda luar angkasa yang memiliki gravitasi sangat besar yang dapat menarik semua benda ke dalamnya. Namun, black hole yang penuh misteri ini ternyata juga memiliki fenomena yang sangat unik yaitu “Blazar”.

Program studi Astronomi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Institut Teknologi Bandung (FMIPA ITB) menyelenggarakan kolokium daring astronomi yang membahas tentang “Penelitian Rintisan Blazer sebagai Kajian Astrofisika Energi Tinggi Multi Panjang Gelombang” pada Jumat (20/5/2022). Materi pada kolokium ini disampaikan oleh Dosen Astronomi ITB, Dr. Kiki Vierdayanti, S.Si., M.Sc. Materi yang disampaikan oleh Dr. Kiki merupakan sebagian dari hasil penelitiannya tentang blazar.

Blazar merupakan salah satu fenomena akresi pada black hole atau lubang hitam yang memiliki massa yang sangat besar dan terletak pada pusat dari sebuah galaksi. Fenomena blazar ini dapat memicu pembentukan jet relativistik. “Mekanisme pembangkitan blazar yang sejauh ini telah dipahami dapat menjelaskan produksi radiasi yang besar pada rentang panjang gelombang yang sangat lebar,” terang Dr. Kiki. Ia juga menegaskan bahwa pengembangan penelitian tentang blazar dapat dilakukan pada fasilitas astronomi mutakhir yang mulai dikembangkan di Indonesia.

Blazar terklasifikasi ke dalam dua subkelas, yaitu BL Lac Blazar dan FSRQ Blazar. BL Lac Blazar memiliki garis emisi redup ataupun tak memiliki garis emisi dan tidak menghasilkan emisi termal. Sementara, FSRQ Blazar memiliki garis emisi yang kuat dan lebar serta memiliki radiasi termal dari piringan akresi. Perbedaan dari dua subkelas blazar ini juga dapat diteliti dengan blazar sequence yang dicetuskan oleh Fossati pada tahun 1998 menggunakan data multi panjang gelombang dari 126 blazar yang kemudian dikembangkan oleh Ghisellini pada tahun 2017 dengan menggunakan 747 blazar.

Dari pengamatan yang dilakukan, terlihat bahwa pada FSRQ tidak terjadi pergeseran frekuensi puncak spektrum seiring meningkatnya luminositas. Sementara pada BL Lac tidak ditemukan puncak compton yang signifikan seiring dengan peningkatan luminositas. “Interpretasi fisis dikaitkan dengan efisiensi pendinginan secara radiatif. Namun, hal ini masih memunculkan berbagai perdebatan,” papar Dr. Kiki.

Kemudian, Dr. Kiki juga menjelaskan tentang Blazar BL Lac OJ 287 yang dinilai sebagai kandidat kuat binary supermassive black hole (SMBBH) Blazar. Keberadaan supermassive black hole pada Blazar OJ 287 ini pertama kali dicetuskan oleh Sillanpaa dan tim pada tahun 1988. Pencetusan ini didasarkan pada data kurva cahaya optik 1890 hingga 1988 yang menunjukkan peningkatan kecerlangan yang signifikan dan berulang pada interval 11,65 tahun.

“Tim peneliti Astronomi ITB juga pernah meneliti OJ 287 pada tahun 2005 hingga 2016 menggunakan data pengamatan UVOT XRT,” ujar Dr. Kiki. Menurut data XRT pada tahun 2005 hingga 2016 menunjukkan bahwa fluks maksimum sinar-X tidak bertepatan dengan waktu terjadinya outburst optik. Spektrum kontinum sinar-X yang dimodelkan dengan model power-law menunjukkan peningkatan nilai indeks foton seiring dengan meningkatnya fluks.

Reporter : Yoel Enrico Meiliano (Teknik Pangan, 2020)