Mungkinkah AI Memiliki Kesadaran? STEI ITB Gelar Bedah Buku "Filsafat Sains"

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh

BANDUNG, itb.ac.id - Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung (ITB) menyelenggarakan Bedah Buku Topikal bertajuk "Filsafat Sains: Dari Newton, Einstein, hingga Sains Data" di Ruang Rapat STEI ITB, Senin (6/5/2024). Buku terbitan ITB Press tahun 2022 ini merupakan karya Dr. Ir. Dimitri Mahayana, M.Eng, CISA, ATD, dosen mata kuliah Filsafat Sains STEI ITB.

Diskusi berfokus pada subtema "AI and Quantum Physics and Consciousness: Can Nature and AI Have Consciousness?". Salah satu pembicaranya adalah Ir. Budi Rahardjo, M.Sc., Ph.D., yang membahas topik tersebut dari sudut pandang teknologi.

Beliau menjelaskan bahwa obsesi manusia untuk menciptakan mesin cerdas telah ada sejak lama, terbukti dengan munculnya berbagai inovasi, mulai dari "mechanical turk" hingga program chatbot sederhana seperti Eliza di tahun 1960-an.

Budi kemudian mengategorikan AI yang ada saat ini sebagai narrow AI, yaitu AI yang hanya mampu memahami dan melaksanakan tugas-tugas spesifik. Contohnya AI yang dapat mendeteksi objek atau mengarang musik, namun tidak dapat melakukan keduanya sekaligus.

"AI yang ada saat ini sangat spesifik. Mereka jago dalam satu bidang, namun tidak bisa melakukan hal lain di luar keahliannya," ujarnya.

   

Adapun pengembangan general AI, yaitu AI yang memiliki kemampuan menyeluruh seperti manusia, masih menjadi perdebatan. Beliau berpendapat bahwa fokus pengembangan sebaiknya diarahkan pada narrow AI yang lebih efektif dan bermanfaat.

Menjawab pertanyaan mengenai kemungkinan AI memiliki kesadaran, beliau menyatakan bahwa hal tersebut belum terjadi dan menurutnya tidak perlu diwujudkan. Tujuan pengembangan AI adalah untuk membantu manusia, bukan untuk menciptakan entitas baru yang memiliki kesadaran dan potensi menyaingi manusia.

"Kita sebaiknya fokus mengembangkan AI yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan manusia, bukan menciptakan mesin yang memiliki kesadaran dan kelemahan seperti manusia," ujarnya.

Beliau mengajak para peneliti dan pengembang AI untuk mempertimbangkan aspek etika dan dampak sosial dari teknologi yang mereka ciptakan. Beliau pun mengingatkan bahwa pengembangan AI harus diarahkan untuk kemajuan dan kesejahteraan manusia.

Reporter: Hafsah Restu Nurul Annafi (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2019)