NTU BDC 2016: Harjuna Bridge Team Berikan Debut Manis bagi Teknik Sipil ITB

Oleh Bayu Septyo

Editor Bayu Septyo

BANDUNG, itb.ac.id - Daniel Christanto dan Windya Wijaya, kedua nama yang tergabung dalam Harjuna Bridge Team ini kini santer terdengar oleh para sivitas Prodi Teknik Sipil ITB. Bersama Arkadiko Team, pada Minggu (20/3/16) keduanya menyumbangkan torehan prestasi bagi ITB dalam gelaran internasional Bridge Design Competition (BDC) yang diadakan oleh universitas teknologi kenamaan Singapura, Nanyang Technological University (NTU). Harjuna Bridge Team sukses menduduki posisi teratas dalam kategori universitas, mengalahkan lebih dari 40 tim termasuk tim rekanan, Arkadiko Team, yang berhasil mencapai posisi keempat dalam 5 besar juara yang ada. Prestasi ini kian prestisius lantaran raihan tersebut didapat dalam partisipasi pertama ITB pada kompetisi yang sudah berlangsung sebanyak tiga kali sejak 2014 itu.

"Oh iya, takut sih takut juga. Cuman disitu kami berpikir, kita sudah sampai disini," ungkap Daniel alias &pos;Danbe' optimis.

Sempat Ditolak, Bekerja Keras, Tetap Teguh, dan Menuju Singapura

Kemenangan Windya dan Danbe adalah hasil tekad keras keduanya yang diwujudkan dalam karya jembatan mereka, Harjuna Bridge. Beberapa cerita perjuangan dapat ditemukan dalam upaya keduanya menuju Singapura hingga akhirnya kembali ke Tanah Air dengan gelar jawara untuk almamaternya. Salah satunya adalah ketika menghadapi sesi presentasi dengan seluruh material slide seadanya buah kerja mereka semalaman. Kesulitan ini harus dihadapi karena masa persiapan di Indonesia dihabiskan untuk menjalani Ujian Tengah Semester yang padat. Windya menyampaikan optimismenya kala mengetahui persiapan yang dibuatnya bersama Danbe untuk presentasi masih jauh dari cukup, "Kita mau kemana lagi? masa mau balik lagi ke Jakarta? gak mungkin. Ya, kita harus selesaikan ini dengan baik."

Jauh sebelum masa lomba, duo kompetitor yang mengaku berniat awal hanya ingin menambah pengalaman ini semakin mantap tekadnya saat mengetahui Prodi Teknik Sipil ITB bersedia mendukung penuh seluruh kebutuhan dana lomba peserta. Ketika itu Windya langsung mengajak Danbe bergabung dalam tim dan sejak saat itu setiap pulang kuliah keduanya selalu mengerjakan persiapan yang kurang dari dua minggu lagi. Keduanya bekerja keras agar persiapan rampung sebelum UTS menghampiri.

Dalam masa persiapan, cerita menarik hadir kala keduanya dihadapkan dengan seleksi internal Prodi berupa proposal desain jembatan, jika ingin disponsori secara penuh. Hal ini disebabkan terdapatnya empat tim dari hanya tiga tim yang akan dibiayai penuh oleh Prodi. Akibat padatnya jadwal dan tugas perkuliahan, proposal Harjuna Bridge Team tertolak karena kurangnya kelengkapan dan kematangan konten proposal dibandingkan tim lain yang semuanya berasal dari angkatan senior dan kini tengah menjalani tingkat akhir dengan lebih senggang. "Tapi, kita sudah merasa yakin.  Disitu kita bilang, ya sudah kita maju dengan uang sendiri saja, dan akhirnya kita sudah mendaftar, untuk pengalaman aja dan memang kalau menang hadiahnya lumayan", tutur Danbe. Disisi lain, dua dari tiga tim yang akan disponsori oleh Prodi justru telat mendaftarkan timnya kepada panitia sehingga menyisakan satu tim, Arkadiko. Berkat keteguhan tekad, Harjuna Bridge Team yang telah membiayai dirinya sendiri akhirnya berhasil menemani Arkadiko Bridge Team menuju Singapura. Bak tertimpa durian montong, Prodi akhirnya menyerahkan alokasi dana dua tim yang gagal mendaftar kepada Harjuna Bridge Team dan mendukung penuh tim yang sempat ditolak proposalnya tersebut.

Harjuna Bridge, Rookie of The Year!

Mengetahui timnya mendapatkan pengharapan besar, Windya dan Danbe langsung mempelajari konfigurasi desain jembatan yang akan dipakai serta melatih diri merakit dan menyimulasikannya dalam loading test. Dari dua kali simulasi pembebanan di laboratorium yang ada, tim yang mengaku belum sempat menemukan dosen pembimbing ini masih menemukan kekurangan. Berbekal pemahaman struktural dari berbagai mata kuliah dan keterampilan software terkait, keduanya mengotak-atik konfigurasi jembatan. Namun, UTS yang menghadang menghentikan mereka sehingga hanya optimasi dari segi pemodelan melalui aplikasilah yang mereka bisa upayakan sebelum akhirnya berangkat ke NTU. Walaupun masih fifty-fifty karena belum melalui loading test terakhir, keyakinannya diperkuat dengan engineering judgement yang ada, "Kita juga pelajari pengalaman-pengalaman konfigurasi yang ada."

Desain jembatan mereka akan ditandingkan dalam dua kriteria yaitu Efisiensi, Estetika, dan Presentasi. Melihat porsi penilaian terbesar jatuh pada efisiensi (60%), Jembatan dengan stik kayu yang berartikan &pos;Putih Cemerlang' ini berhasil tampil memukau dengan efisiensi tertinggi mencapai 2,33 (beban dibagi berat sendiri, -red) tipis mengungguli tim UGM yang mendapatkan efisiensi sebesar 2,23. Melihat hasil ini, Danbe sempat menyampaikan kegelisahannya karena sulit menjaga kondisi fisik sebelum sesi perakitan yang berlangsung 5 jam, "ketika perakitan juga tidak ada yang jamin kepresisian kita, kita banyak merasa banyak kesalahan dalam merakit, dan sempat miring."  Namun demikian nilai akhir Harjuna Bridge jauh melampaui skor tim-tim lain dalam lima besar diantaranya yaitu CS Bridge (UGM), Bob the Builder (Malaysia), Arkadiko (ITB), dan Bhakti Parahyangan (UNPAR).

Harmoni dalam Hegemoni Indonesia

Setelah tahun sebelumnya NTU BDC dimenangkan oleh tuan rumah sendiri, kini justru tim-tim Indonesia yang baru berpartisipasi justru mendominasi puncak klasemen.  Hegemoni ini kental terasa oleh Windya dan Danbe kala menunggu hasil pengumuman. Mereka tidak lupa memanfaatkan waktu yang ada untuk bersosialisasi antar sesame kompetitor. "Ketika menuju pengumuman setelah sesi pengujian. Disitu kita menunggu, dan melihat-lihat kelompok lain, ketika diajak ngobrol  eh ternyata mereka adalah tim dari Indonesia. Dan banyak banget," tukas Windya.

Mengetahui tidak sendiri dalam mewakili ITB, Danbe dan Windya juga berhubungan baik dengan Arkadiko Bridge Team. "Kita deket juga sama kakak-kakak kok dan bukan seperti kompetisi panas tapi justru seperti gak berkompetisi. Serunya lagi, desain kita memang jauh berbeda," papar Windya. Hal ini membuat kedua tim bersemangat satu namun tetap berkarya orisinil satu sama lain. 

Terima Kasih untuk HMS dan Prodi Teknik Sipil ITB

Kebahagiaan Danbe dan Windya juga tidak lupa dibagikan kepada organisasi yang sangat berjasa baginya, Himpunan Mahasiswa Sipil (HMS) ITB. "Wah (dukungan, -red) sangat bagus, kami dipinjamkan workshop yang nyaman dibanding latihan sebelumnya di Labstruk (Laboratorium Struktur, -red) yang kurang kondusif dalam perakitan. Sebelum lomba, seluruh akomodasi juga dibantu dipersiapkan oleh Kominov (Departemen Kompetisi dan Inovasi HMS ITB, -red) mulai dari tiket dan lain sebagainya. Kami sangat perlu berterima kasih deh dengan Timbul, Wilia, dan teman-teman Kominov lainnya serta Pak Ryan sebagai Dosen Pendamping." Uniknya, Kominov saat itu belum resmi terbentuk, dikarenakan HMS ITB yang masih menjalani masa transisi kepengurusannya.