Orasi Ilmiah Prof. Muhamad Insanu: Eksplorasi Tanaman yang Berpotensi sebagai Antihiperurisemia

Oleh Dina Avanza Mardiana - Mahasiswa Mikrobiologi, 2022

Editor M. Naufal Hafizh

Prof. Dr. Apt. Muhamad Insanu, S.Si., M.Si., dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung menyampaikan orasi berjudul “Eksplorasi Tanaman yang Berpotensi sebagai Antihiperurisemia”.

BANDUNG, itb.ac.id - Prof. Dr. Apt. Muhamad Insanu, S.Si., M.Si., dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung menyampaikan orasi berjudul “Eksplorasi Tanaman yang Berpotensi sebagai Antihiperurisemia”. Orasi ilmiah tersebut diselenggarakan oleh Forum Guru Besar (FGB) ITB di Aula Barat, ITB Kampus Ganesha, Sabtu (16/11/2024).

Hiperurisemia (HUA) adalah penyakit metabolik yang disebabkan produksi asam urat berlebih atau ekskresi asam urat yang tidak mencukupi pada pasien dengan pola makan normal. HUA dapat ditandai dengan kadar asam urat >7,0 mg/dl pada pria dan >5.7 mg/dl pada wanita. Penyakit ini menempati peringkat keempat penyakit kronis terbesar setelah hipertensi, hiperglikemia, dan hiperlipidemia.

Meningkatnya prevalensi HUA di beberapa negara di dunia, salah satunya Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor utama, yaitu genetik, etnik, regional, serta pola makan. Beberapa daerah di Indonesia terkenal akan kebiasaan makan dengan makanan berbahan santan dan seafood. Seafood diketahui memiliki kadar purin yang tinggi, sehingga nantinya dapat terdeposisi menjadi asam urat. Selain itu, faktor genetik juga berkontribusi besar terhadap terjadinya penyakit ini. Penyakit-penyakit dengan komorbiditas tinggi, misalnya gagal ginjal, obesitas, diabetes, dan penyakit jantung koroner juga membahayakan dan bisa menjadi ‘lingkaran setan’ terjadinya HUA.


Profesor termuda di SF ITB ini mengungkapkan, “Manajemen terapi yang dapat diterapkan adalah farmakologi dan non-farmakologi. Terapi non-farmakologi dapat dimulai dengan perbaikan pola makan serta olahraga, sedangkan terapi farmakologi dapat diterapkan dengan penggunaan obat yang dapat menghambat produksi asam urat, meningkatkan ekskresi asam urat, mengonversi asam urat ke zat yang lebih terlarut, serta obat yang memiliki efek anti nyeri.”

Salah satu contoh anti nyeri yang umum digunakan adalah Naproxen, sodium diclofenac, colchicine, dan prednisone. Urikase peglotikase dapat mengubah asam urat menjadi bentuk yang lain, yaitu allantoin yang mudah larut dalam urin. Meskipun harga obat-obat tersebut cukup murah, namun masih ada efek samping yang dapat timbul, di antaranya diare, muntah, nyeri perut, sesak napas, dan berbagai efek lainnya.

Oleh karena itu, penelitian dilakukan dengan tujuan mencari bahan alternatif khas Indonesia yang dapat menurunkan asam urat dengan efek samping yang lebih minimal dan diikuti dengan upaya peningkatan aktivitas, berupa modifikasi sediaan ekstrak tanaman tersebut. Metode pengujian dilakukan secara in vitro menggunakan xanthine oksidase dan in vivo menggunakan model hewan yang diinduksi asam urat.

Di Indonesia sendiri terdapat 19.871 spesies tanaman obat yang berpotensi dijadikan bahan obat tradisional, namun hanya sekitar 9.600 yang telah diketahui memiliki khasiat obat, dan hanya 200 spesies yang telah digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisional. Potensi Indonesia dengan tingkat biodiversitas tertinggi nomor 2 ini membuatnya menduduki peringkat ke 19 negara pengekspor obat herbal dengan pangsa pasar sebesar 0,61% pada tahun 2019. Pada Januari-September 2020, pemasukan dari ekspor biofarmasi ini mencapai USD 9,64 juta.

Prof. Insanu melakukan penelitian di bawah Kelompok Keilmuan Biologi Farmasi SF ITB. Beliau meneliti sarang semut, suatu tumbuhan khas Papua dan didapatkan bahwa ekstrak etil asetat menunjukkan aktivitas inhibitori terbaik. Ada banyak spesies sarang semut, namun Mimecordia bekkari merupakan spesies dengan daya hambat enzim xantin oksidase (XO) tertinggi.

XO merupakan enzim yang berperan dalam proses degradasi purin, yaitu mengatalisasi hipoxantin menjadi xantin, dan kemudian menjadi asam urat. Turut diuji juga daya inhibisi dari tumbuhan idat (Cratoxylum glaucum Korth.), parang romang (Boehmeria virgata (Frost.) Guill), malaka (Phyllanthus emblicia), daun jambu air (Syzygium aqueum), dan sidaguri (Sida rhombifolia).

Jambu air pada konsentrasi 100 dan 50 µg/mL dapat menghambat aktivitas XO sebesar 25,13% dan difenil-pikrilhidrazil sebesar 11.87%. Senyawa yang terkandung dalam Sidaguri dapat menghambat aktivitas XO. Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan profil metabolomik antara sampel dari beberapa daerah di Jawa Barat dengan berbagai variasi ketinggian, di antaranya Lembang, Banjaran, Sukabumi, dan Subang. Dari hasil tersebut juga diketahui bahwa sampel Sukabumi dan Subang memiliki profil yang mirip.

Flavonoid, terutama flavon dan flavonol berperan penting dalam penghambatan XO. interaksi yang terjadi dapat berupa gaya van der Waals, tolakan elektrostatik, interaksi hidrogen, dan lainnya. Flavonoid banyak mengandung gugus hidroksil yang dapat berikatan dengan residu asam amino polar XO melalui ikatan hidrogen, dan daerah aktif XO mengandung banyak residu asam amino hidrofobik yang mudah berikatan dengan flavonoid melalui interaksi hidrofobik.

“Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati, bahkan setiap suku mempunyai pengobatan tradisionalnya masing-masing yang telah digunakan secara turun-temurun. Di sinilah tugas akademisi untuk membuktikan itu semua melalui sebuah penelitian”, tutur Prof. Insanu.

Prof. Insanu berharap penelitiannya bisa bermanfaat bagi kemaslahatan umat, bukan hanya sampai tahap paper saja. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut, misalnya dalam arah metabolomik, hilirisasi, dan modifikasi struktur.

Reporter: Dina Avanza Mardiana (Mikrobiologi, 2022)

#orasi ilmiah #muhamad insanu #sf #antihiperurisemia