Pakar ITB Ungkap Rahasia Untuk Kuasai Bahan Bakar Nabati di Tahun 2025

Oleh Ahmad Fadil

Editor Ahmad Fadil

BANDUNG, itb.ac.id – Sumber energi terbarukan menjadi fokus riset para peneliti di dunia di tengah isu menipisnya bahan bakar fosil minyak bumi. Indonesia sebagai negara pemilik kekayaan spesies flora yang luar biasa dinilai akan menjadi negara yang menguasai bahan bakar nabati (BBN) dalam beberapa tahun kedepan. Hal ini diungkapkan dosen senior Fakultas Teknologi Industri (FTI) Institut Teknologi Bandung ITB, Dr.Ir. Tatang Hernas Soerawidjaja, saat ditemui di Program Studi Bioenergi, Rabu (28/03).

Sebagai pakar ITB di Kelompok Keahlian Energi dan Sistem Pemroses Teknik Kimia, Tatang Hernas yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (IKABI) ini, menyebutkan Indonesia akan menguasai bahan bakar nabati apabila para pakar bersedia menekuni bidang ini dengan serius melalui riset dan pengembangan.

Potensi Bahan Bakar Nabati di Indonesia
Zat kimia alami yang memiliki struktur mirip dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah asam lemak. Indonesia sangat kaya akan pohon-pohon potensial penghasil minyak lemak. Ditengah impor BBM 360.000 barel/hari, Indonesia justru penghasil minyak lemak terbesar di dunia dengan 31 juta ton/tahun CPO (Crude Palm Oil, Minyak sawit mentah) yang setara dengan 600.000 barel/hari minyak bumi.

“Kamu punya sumbernya, mau bikin bensin, solar, avtur, minyaknya ada di daerahmu,” ujar Tatang, sambil menunjukkan berbagai struktur minyak lemak yang dapat diolah menjadi bahan bakar cair setara bensin, avtur, dan solar. “Kita bukan produsen minyak bumi terbesar, itu kita sudah impor. Kita itu produsen minyak nabati terbesar,” tambahnya.

Bukan hanya minyak lemak yang dihasilkan dari tumbuhan, Indonesia juga memiliki potensi menghasilkan minyak lemak melalui mikroalga. Mikroalga dapat menghasilkan minyak 30x lipat dibandingkan minyak sawit/hektar/tahun. Mikroalga ini banyak ditemukan di perairan tawar maupun laut. Melalui fakta tersebut, ditambah kenyataan bahwa Indonesia adalah negara dengan garis pantai terpanjang di dunia, maka ia berpendapat Bahwa Indonesia seharusnya bisa memanfaatkan ini dan berharap dapat dikomersialkan pada tahun 2030. “Wong sumberdaya kita besar sekali kok. Bangsa Indonesia hanya bisa kalah kalau Bangsa Indonesia tidak berpikir dan malas,” kata Tatang.

Saatnya Indonesia Beralih Sumber Energi
Selain sumber BBM yang kini terbatas di Indonesia, Tatang menyebutkan beberapa keunggulan bahan bakar nabati dibandingkan bahan bakar minyak. Pertama, pabrik BBN dapat menyerap jauh lebih banyak tenaga kerja. Pabrik BBN berkapasitas tidak besar, hanya 50-400 ribu ton/tahun dibandingkan kilang minyak biasa yang mencapai 6 juta ton/tahun. Karena kapasitas kecil, maka pabrik ini dapat tersebar seantero negeri dan menyerap tenaga kerja lokal lebih banyak.

Kedua, menumbuhkan perekonomian lokal. Penyebaran pabrik BBN ini secara otomatis menyerap bahan mentah lokal, memasok kebutuhan lokal, sehingga menumbuhkan perekonomian lokal. “Bahan Bakar Nabati cocok bagi negara Maha Kepulauan seperti Indonesia” tutur Tatang.

Dengan perencanaan yang baik dan implementasi yang konsisten, terutama alokasi dana riset dan pengembangan bidang energi yang lebih banyak, Indonesia bisa berswasembada bahan bakar cair yang diproduksi dari bahan bakar mentah asli dalam negeri dan menjadi leader biodiesel dunia baik segi produksi maupun IPTEK biodiesel. Untuk mewujudkan visi Indonesia Tatang menyebutkan, “kita bisa menjadi produsen bahan bakar nabati terbesar di dunia, tidak lagi impor BBM.”.

Pesan Untuk Penerus Bangsa
Tatang berharap, generasi mendatang dapat memaksimalkan kekayaan alam Indonesia bagi kesejahteraan bangsa sendiri. Sarana berdiskusi di lingkungan kampus juga perlu dimanfaatkan baik oleh mahasiswa maupun dosen, untuk bersama-sama menyatukan bidang keilmuan masing-masing demi pengembangan energi di Indonesia. Dirinya menyebutkan di ITB sendiri, banyak jurusan yang bisa berkolaborasi di bidang ini. Misalnya jurusan Rekayasa Kehutanan dengan Teknik Bioenergi dan Teknik Pangan untuk mengembangkan potensi hutan sebagai sumber energi dan pangan. “Berdiskusilah, temukan solusi bagi pembangunan energi Indonesia” pungkas Tatang.

Penulis: Nur Faiz Ramdhani (Rekayasa Kehutanan 2015)