Pendidikan Farmasi di Indonesia Diharapkan Menjadi Enam Tahun
Oleh Vernida Mufidah
Editor Vernida Mufidah
BANDUNG, itb.ac.id - Perkembangan sistem pendidikan farmasi di Asia menjadi sorotan utama untuk menyelenggarakan kerjasama dalam konferensi Asian Association of Schools of Pharmacy (AASP). Perbedaan lamanya studi farmasi di setiap negara menjadi pertimbangan dan kajian dalam acara ini. Acara yang diselenggarakan pada Jumat (17/06/11) di Aula Barat ITB ini membuka paradigma baru bagi semua perguruan tinggi farmasi se-Asia.
Acara yang pertama diselenggarakan di Indonesia ini dimana Sekolah Farmasi ITB ditunjuk menjadi tuan rumah dan merepresentasikan pendidikan farmasi di Indonesia. Perbedaan lamanya studi farmasi di beberapa negara menjadi patokan untuk melihat seberapa berkembang pendidikan farmasi. Salah satu contohnya adalah di Amerika, dimana seorang apoteker diharuskan melakukan pendidikan selama 6 tahun. Hampir sama dengan Amerika, Singapore juga memberlakukan aturan ini, namun dengan sedikit perbedaan peraturan.
Menurut Tutus Gusdinar selaku ketua Pelaksana, Indonesia sendiri yang diwakili oleh ITB hanya menyelenggarakan pendidikan selama 4 tahun dan ditambah 1 tahun lagi untuk praktek. Diharapkan ke depannya Indonesia akan memberlakukan 6 tahun total pendidikan farmasi dikarenakan perkembangan dunia farmasi sendiri sudah meluas. Diharapkan seorang apoteker tidak hanya menjaga dan memberikan obat di sebuah apotik atau rumah sakit, namun dapat menjadi seorang yang membantu pasien, memberikan pengarahan pada masyarakat mengenai kesehatan dan menjadi kontrol resep dokter di rumah sakit.
Di sisi lain saintis farmasi diharapkan dapat membuat obat yang sesuai dengan perorangan karena setiap obat memiliki efek yang berbeda terhadap orang yang berbeda. Sehingga diperlukan pembelajaran lebih lanjut mengenai biologis setiap orang. Teknologi yang semakin maju pun membuat saintis farmasi harus dapat menggunakannya guna pembuatan obat. Hal-hal ini diyakini akan membuat perusahaan asuransi di Indonesia berperan untuk kesehatan masyarakat Indonesia sendiri.
Pada tahun 2014 direncanakan semua warga negara Indonesia akan diasuransikan baik oleh asuransi jaminan sosial atau badan asuransi swasta asing. Rencana ini diharapkan dapat meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia. Namun untuk mewujudkan hal ini berhasil, diperlukan tenaga farmasi yang tentunya menjadi garda pertahanan masyarakat agar tidak terjadi penyalahgunaan obat yang marak di masyarakat.
Menurut Tutus Gusdinar selaku ketua Pelaksana, Indonesia sendiri yang diwakili oleh ITB hanya menyelenggarakan pendidikan selama 4 tahun dan ditambah 1 tahun lagi untuk praktek. Diharapkan ke depannya Indonesia akan memberlakukan 6 tahun total pendidikan farmasi dikarenakan perkembangan dunia farmasi sendiri sudah meluas. Diharapkan seorang apoteker tidak hanya menjaga dan memberikan obat di sebuah apotik atau rumah sakit, namun dapat menjadi seorang yang membantu pasien, memberikan pengarahan pada masyarakat mengenai kesehatan dan menjadi kontrol resep dokter di rumah sakit.
Di sisi lain saintis farmasi diharapkan dapat membuat obat yang sesuai dengan perorangan karena setiap obat memiliki efek yang berbeda terhadap orang yang berbeda. Sehingga diperlukan pembelajaran lebih lanjut mengenai biologis setiap orang. Teknologi yang semakin maju pun membuat saintis farmasi harus dapat menggunakannya guna pembuatan obat. Hal-hal ini diyakini akan membuat perusahaan asuransi di Indonesia berperan untuk kesehatan masyarakat Indonesia sendiri.
Pada tahun 2014 direncanakan semua warga negara Indonesia akan diasuransikan baik oleh asuransi jaminan sosial atau badan asuransi swasta asing. Rencana ini diharapkan dapat meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia. Namun untuk mewujudkan hal ini berhasil, diperlukan tenaga farmasi yang tentunya menjadi garda pertahanan masyarakat agar tidak terjadi penyalahgunaan obat yang marak di masyarakat.