Pengenalan Budaya, Pertukaran Mahasiswa Merdeka ITB Kunjungi Saung Angklung Udjo

Oleh Adi Permana

Editor Diky Purnama, S.Si.,M.Ds.


BANDUNG, itb.ac.id – Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) selain bertujuan untuk merasakan atmosfer berkuliah di kampus mitra, juga mendapatkan pengetahuan dan pengalaman tambahan untuk merasakan keberagaman budaya setempat.

Pada Sabtu, 8 Oktober 2022, seluruh mahasiswa PMM ITB berkunjung ke Saung Angklung Udjo sebagai salah satu rangkaian Modul Nusantara yang dijalani. Keluaran dari kunjungan ini adalah supaya mahasiswa PMM ITB memiliki pengalaman mengesankan tentang kebudayaan dan kesenian sunda. Sebanyak 200 mahasiswa dimobilisasi serentak dari kendaraan yang disediakan kampus menuju lokasi. Para peserta diarahkan untuk menonton pertunjukan utama Saung Angklung Udjo pada pukul 10.00 WIB.

Saung Angklung Udjo merupakan cagar kebudayaan sunda yang penting di Jawa Barat. Didirikan sejak tahun 1966 oleh Alm. Udjo Ngalagena yang kini sudah mencapai ke generasi ketiga yakni diturunkan kepada cucu-cucunya. Hingga kini tercatat telah memiliki sekitar 500 murid yang dididik langsung oleh para seniman Saung Angklung Udjo.

Pertunjukan di Saung Angklung Udjo dibuka dengan penampilan upacara halaran. Upacara ini biasa dilakukan penduduk Jawa Barat untuk mengarak-arak anak yang baru disunat di atas kursi bambu jampana. Hiburan ini diberikan spesial untuk diperlakukan seperti raja sehari kepada si anak karena pada zaman dahulu proses penyunatan masih menggunakan bambu yang disayat tipis.

Kemudian pertunjukan dilanjutkan dengan penampilan calung cilik yakni pentas anak-anak yang piawai dalam menampilkan peran komedi dan tari sambil memainkan calung (alat musik tradisional Jawa Barat yang dimainkan dengan cara dipukul). Tema komedi sebagai representasi masyarakat sunda yang suka bobodoran (bercanda).

Tak hanya selesai di situ, pertunjukan selanjutnya memang bukan dari Sunda melainkan dari Cirebonan berupa rampak topeng. Tari topeng kelana merupakan kesenian tari yang menakjubkan. Tarian ini terbilang sulit karena si penari harus memerankan dua karakter yang berseberangan yakni lemah gemulai dan tak lama kemudian harus tampil gagah perkasa sebagai representasi dari sosok pewayangan, Rahwana. Belum lagi saat menari, topeng yang dikenakan harus digigit dan penari hanya dapat melihat dari celah yang sangat kecil.

Hal yang menarik yang didapatkan dari pentasan ini adalah setelah penampilan angklung bertema lagu Nusantara, seluruh pengunjung berkesempatan untuk memainkan angklung bersama. Terlihat mahasiswa PMM sangat antusias ketika memainkan nada angklungnya masing-masing.

Para peserta diajari oleh Teh Anggi, cucu Alm. Udjo, yang memeragakan tangan yang bervariasi sebagai representasi masing-masing tangga nada diatonis. Ketika kode tangan diperagakan, masing-masing peserta dapat menggoyangkan angklung sesuai nadanya.

“Dari sini kami belajar banyak hal tentang kebudayaan Jawa barat khususnya angklung, mulai dari sejarah berdirinya kemudian kami disuguhkan dengan berbagai pertunjukan musik dan dan tari yang memukau, hampir semua kebudayaan di Indonesia ditampilkan dalam satu momen pertunjukan,” kata Angga Saputra Pratama, mahasiswa PMM dari Universitas Musi Rawas.

Reporter: Lukman Ali (Teknik Mesin/FTMD, 2020)


scan for download