Penjelasan Volkanolog ITB Terkait Gunung Api Tiba-tiba Erupsi

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id — Erupsi gunung api di Selandia Baru beberapa waktu yang lalu tengah menjadi sorotan. Pasalnya gunung tersebut meletus tiba-tiba tanpa ada tanda-tanda sebelumnya. Lalu bagaimana dengan Indonesia yang memiliki banyak gugusan gunung api aktif? Pada Selasa (17/12/2019), Tim Humas ITB berkesempatan untuk mewawancarai salah satu Volkanog ITB yaitu Dr.Eng. Mirzam Abdurrachman, S.T., M.T., di prodi Teknik Geologi ITB.

Ia menjelaskan bahwa gunung api dapat meletus dipengaruhi oleh faktor utama yaitu kesetimbangan magma yang berada di dalam dapur magma, di dalamnya terdapat tiga proses yaitu proses yang berada di bawah dapur magma (chamber), proses di dalam, dan proses yang berada di atas dapur magma. Maka ketika kesetimbangan tesebut terganggu gunung api akan meletus.

Proses yang terjadi di bawah dapur magma ia ibaratkan seperti sebuah botol air bervolume 600 ml, kemudian diinjeksikan dengan air baru 300 ml, maka kelebihan volume tersebut tidak dapat ditampung. Begitupun gunung api, akan erupsi dengan mengeluarkan kelebihan magma yang terkandung di dalamnya. Hal ini bersifat siklus, terdapat pola, dan dapat diprediksi.

"Tapi, terdapat juga proses di dalam dapur magma yang tidak dapat diprediksi yakni ketika dinding dapur magma roboh yang bisa diakibatkan oleh ketidakstabilan dinding atau bisa disebabkan oleh gempa yang terjadi. Hal itu mengakibatkan penambahan volume secara signifikan pada dapur magma. Ini merupakan salah satu faktor gunung api dapat meletus tanpa sebab yang jelas sebelumnya," ujarnya.

Proses terakhir adalah yang terjadi di atas dapur magma. Proses ini sangat kompleks. Pertama, kerucut gunung api mengalami daya dukung yang kurang, ketika berinteraksi dengan air mengakibatkan berubahnya daya tahan sehingga akan terjadi erupsi saat kerucut tidak sanggup lagi menahan tekanan dari dalam. Faktor lainya diakibatkan oleh adanya faktor eksternal seperti badai yang dapat menekan kerucut dari atas hingga bisa terjadi erupsi. "Sama halnya seperti bisul yang kita tekan,” terang lulusan Akita University Japan tersebut.

Hal lainya terjadi ketika gerhana bulan atau gerhana matahari, saat bumi berada dalam satu garis dengan matahari dan bulan yang mengakibatkan timbulnya gaya tarik yang maksimum sehingga memicu terjadinya erupsi gunung api.

Tanda-tanda Gunung Api Meletus

Menurut Dr. Mirzam, gunung api yang akan meletus seringkali memunculkan tanda-tanda alamiahnya yang bisa diamati oleh masyarakat sekitar. Pertama ialah meningkatnya aktifitas kegempaan, banyak satwa yang turun dari gunung, mata air yang mulai kering dikarenakan adanya material panas yang naik mendekati permukaan mengakibatkan air berubah menjadi uap, dan adanya pelepasan gas yang mengidentifikasikan matinya berbagai tumbuhan. Tanda-tanda tersebut ia sebut sebagai “kearifan lokal”.

"Secara instrumental, tanda meletusnya gunung api dapat dilihat dari kegempaan (seismisitas), tiltmeter yang berfungsi untuk mendeteksi pengembungan atau pengempisan tubuh sebuah gunung serta jenis emisi gas dan perubahan suhu di kawah," ucapnya.

Bila dikaitkan dengan letusan gunung Tangkuban Perahu beberapa bulan kebelakang, sifatnya mirip seperti letusan White Island di Selandia Baru, Ontake di Jepang dan Telica di Nikagarua, yaitu erupsi freatik yaitu erupsi yang disebabkan adanya kontak air dengan magma. Air yang terpanaskan akan berubah menjadi gas dengan volume yang membesar hingga 1500-1700 kali dari volume awalnya, bergerak ke level yang lebih dangkal. Jika di atasnya ada batuan yang menyekat, maka gas dengan tekanan tinggi ini akan tertahan beberapa saat, menurunkan seismisitas  sehingga mengecoh instrument atau pun operator yang mementau. 

Keadaan ini menyebabkan letusan freatik seolah tanpa aba-aba atau pun hanya sedikit memberi sinyal sebelum letusan besar terjadi. Belajar dari pengalaman Letusan Telica di Nikaragua tahun 2011 bahwa fase tanpa aba-aba ini bisa berlangsung 5-30 menit sebelum akhirnya letusan terjadi. Pada kasus yang lain di Ontake, Jepang tahun 2014, tanda lainnya muncul yaitu tidak adanya seismisitas sebelum letusan namun terjadi penggembungan tubuh gunungapi sekitar 7 menit sebelum erupsi terjadi.

Dr. Mirzam juga berpesan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar gunung api untuk hidup damai, harmoni, dan mempelajari kearifan lokal (tanda-tanda alam). Selain itu tidak kalah penting adalah mematuhi arahan pemerintah. Jika hal-hal tersebut dilakukan maka akan muncul kesadaran safe mitigation dari masyarakat itu sendiri. "Kita tidak punya pilihan, Indonesia memang tercipta dengan banyaknya gunung api aktif," ungkapnya.

Reporter: Ahyar (Teknik Metalurgi, 2018)