Prodi Astronomi ITB Peringati 70 Tahun Pendidikan Tinggi Astronomi di Indonesia
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Menjadi satu-satunya pelopor pendidikan astronomi di Indonesia bahkan Asia Tenggara, ITB menggelar seminar pendidikan bertajuk “PANORAMA” yang merupakan akronim dari “Pendidikan Astronomi dan Kolaborasi di Masa Depan” pada Jumat (29/11/21). Kegiatan tersebut merupakan rangkaian peringatan 70 tahun pendidikan tinggi astronomi di Indonesia.
Menghadirkan tiga sesi diskusi panel dengan topik yang berbeda, PANORAMA juga turut mengundang perwakilan lembaga-lembaga serta komunitas astronomi di seluruh Indonesia untuk berdiskusi secara langsung mengenai perkembangan astronomi yang sudah cukup matang selama dekade terakhir. Acara dibuka oleh Prof. Dr. Taufiq Hidayat, DEA., selaku Guru Besar FMIPA ITB. Taufiq Hidayat berharap pendidikan astronomi di Indonesia dapat terus berkembang lebih luas lagi dan membentuk lebih banyak jejaring komunitas yang dapat bermanfaat bagi masa depan bersama.
Diskusi panel yang pertama, dipandu oleh Kepala Observatorium Bosscha, Premana W. Premadi, Ph.D. dari KK Astronomi ITB, serta menghadirkan berbagai ahli astronomi di Indonesia mulai dari Ketua Program Studi Sarjana dan Pasca Sarjana FMIPA ITB Dr. rer. nat. Hesti R. T. Wulandari dan Dr. Aprilia hingga astronom senior Prof. Dr. Bambang Hidayat. Selain itu, turut diundang Dirjen Dikti yg diwakili oleh Prof. drh. Aris Junaidi, Ph.D. sebagai Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan.
Diskusi sesi pertama ini menggali lebih dalam pendidikan astronomi di Indonesia dan transformasinya untuk menuju era teknologi 4.0 serta kemajuan peradaban yang holistik.
“Astronomi untuk kemanusiaan adalah astronomi sebagai titik temu berbagai cabang pengetahuan dan aspek humaniora, untuk kepentingan dalam kemajuan peradaban yang holistik,” ujar Prof. Dr. Ir. Satryo Brodjonegoro selaku Ketua Akademik Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI).
Kegiatan diskusi berikutnya dilanjutkan oleh Prof. Dr. Thomas Djamaluddin sebagai perwakilan dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang memaparkan mengenai “Makna Undang-undang Keantariksaan bagi Pendidikan dan Pengembangan SDM Astronomi.” Prof. Thomas menjelaskan bahwa pemanfaatan keantariksaan nasional seharusnya dapat digunakan oleh seluruh stakeholder dan juga masyarakat luas untuk mendukung pengembangan SDM astronomi yang mumpuni di masa mendatang.
Selain LAPAN, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang diwakili oleh Prof. Dr. Erna Sri Adiningsih sebagai Plt. Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa juga turut menyampaikan dukungan terhadap pengembangan SDM astronomi dengan menawarkan sebuah program rumah riset keantariksaan yang nantinya menjadi mitra dalam pelaksanaan riset dan kajian isu strategis nasional berkaitan dengan ilmu astronomi. Salah satu tujuan dari program riset ini adalah untuk menghasilkan karya-karya ilmiah dan kekayaan intelektual yang unggul, pelestarian lingkungan, pemanfaatan untuk sains dan ekonomi yang harmonis.
Pada sesi diskusi panel berikutnya yang dihadiri oleh berbagai perwakilan Universitas serta Institut di Indonesia mulai dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Universitas Padjajaran (UNPAD), hingga Universitas Gadjah Mada (UGM), konteks kajian ilmu astronomi dikaji lebih jauh untuk dimanfaatkan sebagai salah satu sarana pengembangan teknologi industri 4.0 di Indonesia. Salah satu cara pengembangannya yang dicanangkan antara lain adalah kolaborasi antar perguruan tinggi di Indonesia dengan tujuan dapat menghimpun sumber daya manusia yang inovatif dan unggul dari berbagai sudut pandang.
Kolaborasi ini yang kemudian diteruskan dalam diskusi panel ketiga yang sekaligus menutup kegiatan dengan menghadirkan komunitas-komunitas serta perhimpunan astronomi di Indonesia yang bertugas sebagai penyalur informasi bagi masyarakat awam yang hendak mempelajari lebih jauh tentang astronomi.
“Mari bersama-sama menyongsong dan menyaksikan perkembangan astronomi kedepan dengan kolaborasi baik antar lembaga dan perorangan maupun komunitas yang sudah membantu dalam memperluas jejaring pengetahuan dasar astronomi di seluruh penjuru negeri. Sebentar lagi kita akan merayakan 100 tahun observatorium bosscha pada 2023, manfaatkan waktu tersebut untuk menjadikan astronomi baik di ITB maupun Indonesia semakin maju lagi kedepannya,” tutup Prof. Ir. Wahyu Srigutomo, S. SI., M.SI., PH.D. mengakhiri rangkaian acara seminar kali ini.
Sebagai informasi, Prodi Astronom ITB masih menjadi satu-satunya program studi yang secara formal dan lengkap mengajarkan keilmuan astronomi di Indonesia. Meskipun begitu, terdapat banyak perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki keterkaitan dengan bidang astronomi dalam penyelenggaraan pendidikannya, mulai dari perguruan tinggi umum, perguruan tinggi pendidikan, dan perguruan tinggi keagamaan.
Seminar ini juga menghadirkan Prof. Dr. Richard de Grijs selaku President of Division C Education, Outreach and Heritage of IAU (International Astronomical Union) yang mengisi ceramah dengan fokus bahasan mengenai International Astronomical Union dan pendidikan tinggi astronomi di dunia.Penyelenggaraan Seminar Panorama Antariksa (SPA) bekerja sama dengan Himpunan Astronomi Indonesia (HAI).
Seminar diisi dengan presentasi oleh 55 presenter kontributor yang terdiri atas 44 pembicara oral dan 11 pembicara poster. Presenter merupakan para peneliti atau pegiat astronomi yang telah mengirimkan abstrak paper dan telah melalui tahapan seleksi. Topik yang diangkat pada presentasi ini adalah Matahari, Fisika Bintang, Tata Surya, &; Eksoplanet; Astrofisika Teoretik, Galaksi, &; Kosmologi; Instrumentasi &; Fasilitas Astronomi; Pendidikan Astronomi dalam Era Teknologi 4.0; Keilmuan Multidisiplin terkait Astronomi; serta Popularisasi, Komunikasi, dan Public Outreach Astronomi. Seminar Panorama Antariksa ditujukan untuk meningkatkan kualitas riset astronomi dan bidang terkait serta menjadi wadah pertukaran informasi dan pengetahuan bagi para pegiat astronomi di Indonesia.
Reporter: Erika Mariana (Teknik Metalurgi, 2020)