Prof. Dr. Ir. Benny Chatib, M.Sc, Sosok Teladan dan Pengabdian Seorang Guru Besar
Oleh
Editor
Mahasiswa angkatan pertama Teknik Penyehatan ITB tahun 1962, Pak Benny, begitu biasanya beliau dipanggil, dikenal sangat tekun dengan ilmu yang digemarinya, engineering. Terlihat dari perjuangan beliau walau sudah gagal untuk lulus di Teknik Arsitektur, beliau masih menyempatkan diri untuk ke Jakarta mencari informasi tentang Teknik Penyehatan ITB, yang baru pertama kali dibuka terpisah dari Teknik Sipil. “Perjuangan selalu membuahkan hasil”, begitulah mental yang beliau tanamkan pada dirinya.
Berbagai kesulitan menyesuaikan diri di ITB sempat juga dirasakan beliau. Sebagai mahasiswa angkatan pertama, ditambah lagi jurusan yang masih sangat baru terbentuk, tentunya membutuhkan mental yang lebih untuk bisa melewati masa sulit tersebut. Kurikulum yang baru terbentuk, uji coba-uji coba, pergaulan baru mewarnai tahun pertama beliau di ITB. Dalam kehidupan berorganisasi beliau bersama teman-temannya merintis mendirikan Himpunan Mahasiswa Teknik Penyehatan (HMTP) dan sempat menjabat sebagai Ketua Himpunan dalam dua masa kepengurusan. Tidak aneh apabila sampai saat ini beliau sangat mencintai profesinya sebagai ahli penyehatan lingkungan.
Berbagai kiprah beliau sendiri terhadap ITB, terutama dalam lingkungan Departemen Teknik Lingkungan merupakan bukti pengabdian sebagai seorang pengajar dan pendidik Ketua Departemen Teknik Lingkungan periode 1983 – 1989 ini juga ikut merintis perubahan nama Teknik Penyehatan menjadi Teknik Lingkungan. Beliau juga aktif beperan serta dalam pendidikan tinggi nasional terutama dalam keilmuan beliau di bidang penyehatan lingkungan. Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan Yogyakarta, Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Trisakti, Jurusan Teknik Lingkungan ITENAS, dan Teknik Lingkungan Universitas Pasundan merupakan perguruan tinggi yang sempat merasakan bakti beliau.
Selain berkiprah dalam mengembangkan ilmu teknik lingkungan, beliau juga aktif mengaplikasikan ilmu yang beliau miliki untuk kepentingan bangsa ini. PDAM dan Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (PERPAMSI) adalah tempat beliau mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk mencapai teknologi pengelolaan air minum yang profesional terutama dalam hal sumber daya manusianya.
Untuk mencapai cita-cita mulia tersebut, beliau mendirikan Yayasan Pendidikan Akademi Tirta Dharma (AKATIRTA) dengan akreditasi Diploma 3 di Magelang. Obsesi beliau dalam pembinaan sumber daya manusia untuk pengelolaan air minum, adalah mengubah pola pikir bahwa perusahaan air minum bukanlah instansi birokrasi namun merupakan perusahaan yang harus meiliki visi misi yang jelas. Beliau tidak ingin perusahaan air minum hanya memikirkan penggunaan dana berorientasi pada periode pemanfaatan, yaitu bagaimana memanfaatkan alokasi dana dalam satu periode waktu tertentu. Berbeda dengan cara berpikir enterprise yang berorientasi pada pengembangan dana yang dimiliki serta nilai apa saja yang perlu diberikan untuk keuntungan perusahaan.
Beliau juga menyampaikan bahwa tujuan pelayanan pada masyarakat adalah yang terutama, bukan sekedar mengalirkan air. Harus adanya kesepakatan untuk menciptakan air minum yang sehat bagi produktivitas masyarakat yang sehat pula. Masyarakat yang sehat dan produktif akan mengembangkan ekonomi bangsa. Sehingga sasaran akhir untuk mengembangakan negara yang makmur dapat tercapai. Prinsip ini beliau tuangkan dalam 3 kata, “Kebutuhan, Kesehatan, Produktifitas”. Beliau mengharapkan para ahli Teknik Lingkungan dapat menyiapkan diri untuk mengawasi pengelolaan air yang sehat dan memenuhi syarat tersebut.
Sampai saat ini beliau tetap konsisten dengan prinsip beliau untuk pengelolaan air minum yang sehat bagi masyarakat. Pemikiran yang holistik dalam pengelolaan air minum sangat dibutuhkan mengingat ketersediaan sumber daya air minum yang semakin menipis. Pada tahun 1980, beliau menyarankan PDAM juga mengelola “sewerage” dalam kerangka tujuan jangka panjang perusahaan.
Perhatian beliau yang luar biasa terhadap lingkungan bukan hanya pada permasalahan air minum. Pengelolaan limbah dan sampah juga menarik perhatian beliau. Menurut beliau, manajemen sanitary landfill yang profesional adalah jawaban permasalah sampah di berbagai kota di Indonesia. Sanitary Landfill tetap menjadi kekuatan utama dalam menanggulangi masalah sampah di Indonesia. Pengomposan dan pembakaran dapat diterapkan sebagai suplemen sanitary landfill. Pertimbangan beliau adalaha permasalahan lingkungan lain akan muncul bila pemerintah mengedepankan konsep pembakaran dan pengomposan. Hanya dibutuhkan pengelolaan sumber daya manusia yang profesional dalam mengelola sanitary landfill tersebut. Masyarakat, pengelola dan pemerintah harus memiliki pengetahuan dan prinsip yang sama dalam pengelolaan sanitary landfill tersebut.
Sebagai sosok pendidik yang telah digelutinya sejak 1968, banyak pengalaman dan prinsip yang beliau tanamkan kepada mahasiswa, rekan-rekan dosen, dan pegawai di lingkungan Departeman Teknik Lingkungan. Beliau sendiri melihat Departemen Teknik Lingkungan ITB saat ini telah menuju kualitas yang semakin bagus dengan dikelola oleh jajaran dosen dengan kualifikasi yang baik. Untuk dapat lebih jauh mendukung perkembangan teknologi lingkungan yang sudah semakin kompleks, beliau mengharapkan afiliasi dan aplikasi Teknik Lingkungan dapat lebih dikembangkan lagi.
Menjawab permasalahan profesionalisme lulusan Teknik Lingkungan, Beliau merasa para dosen teknik lingkungan perlu lebih memantapkan objek dan wawasan para mahasiswa agar tetap berkarya di bidang ini setelah ijazahnya diperoleh. Karena masih banyak lulusan yang masih ragu untuk terjun ke bidang teknik lingkungan. Tidak sekedar lulusan, kaum muda bangsa ini pun harus turut dibina untuk mau menjadi perintis dalam bidang lingkungan. Beliau melihat sendiri banyaknya posisi kosong di bidang pengelolaan lingkungan yang harusnya ditempati oleh para ahli teknik lingkungan. Kepercayaan diri mahasiswa akan keilmuannya adalah jawaban permasalahan tersebut, ungkap beliau.
Profesionalisme dalam kacamata beliau bukanlah sesederhana jika seorang lulusan bekerja di kantor atau perusahaan sesuai dengan ilmu kuliahnya. Bagi beliau tidak masalah jika seorang engineer berpindah jalur dari bidang ilmunya, misalnya ke perbankan. Bukan kah perbankan juga membutuhkan engineer? Beliau berpendapat bahwa sebaiknya jangan karena bank-nya, melainkan karena mempunyai niat untuk tetap eksis dalam profesi keilmuannya dan dapat memberi jaminan agar investasi tersebut aman dan dapat menguntungkan. “Marilah kita dahulukan pengabdian. Bila kita tekun dan inovatif, pasti ada yang akan membayar mahal untuk itu”, ungkap beliau mengingatkan para generasi muda ITB.