Profesor Universitas Okayama Jepang Bicara Penanggulangan Sampah Berbasis Masyarakat di ITB

Oleh Amelia Rahma Faustina

Editor Amelia Rahma Faustina

BANDUNG, itb.ac.id - Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL ) ITB mengadakan Seminar Nasional Pengelolaan Sampah Dengan Pendekatan 3R Berbasis Masyarakat pada Selasa (28/06/11). Pada seminar kali ini, FTSL bekerjasama dengan Universitas Okayama Jepang sebagai salah satu narasumber utama untuk berbagi mengenai pengelolaan sampah yang telah terintegrasi di kota Okayama. Dalam kesempatan tersebut hadir pula Direktur Pengembangan Layanan Pengadaan (PLP), Direktur PD. Kebersihan Kota Bandung, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, dan beberapa penggiat 3R untuk turut membagikan pengalaman dan pengetahuan mengenai penanggulangan sampah.

Pada pertengahan era 1900 an, metode pengelolaan sampah di Indonesia dengan Jepang terlihat tidak jauh berbeda yaitu dengan menggunakan gerobak sebagai alat pengumpul sampah dan sebagian besar proses masih mengandalkan tenaga manusia. Saat ini, lebih dari 30 tahun kemudian, Indonesia masih menggunakan metode yang tidak jauh berbeda misalnya saja pemilahan sampah dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang dinilai sangat tidak efektif. Menurut riset yang telah dilakukan, Kota Bandung memiliki angka perkiraan sampah yang timbul setiap harinya 1.551 ton/hari atau setara dengan 6.332 m3/ hari dan dari jumlah tersebut hanya 3,2% yang di buat kompos serta didaur ulang.


Pengelolaan Sampah Okayama


Menurut Prof. Enri Damanhuri, selama ini usaha yang banyak disosialisasikan di Indonesia adalah Reuse dan Recycle, padahal salah satu faktor penentu yang juga penting dan mendesak untuk dilakukan adalah memilah sampah langsung dari saat ditimbulkan. Hal ini juga didukung oleh penjelasan dari Toshiaki Kodama mengenai Kota Okayama yang telah mulai memilah sampah menjadi tiga jenis pada 1978 dan 14 tahun kemudian memisahkannya menjadi lima jenis: sampah terbakar, sampah tidak terbakar, baterai bekas, barang daur ulang bulanan, dan barang daur ulang dua bulanan hingga saat ini. Masing- masing jenis sampah diolah dengan cara tertentu.


Untuk mendorong kelangsungan program pengolahan sampah, pemerintah Jepang mendukung dengan memberikan insentif bagi warga sebesar 1 Yen (sekitar Rp. 105,-)per kilogram.Pada tahun 2010, insentif untuk warga yang telah pemerintah berikan mencapai 68.000 yen atau setara dengan Rp. 7.410.000,-.Selain itu, Prof. Takeshi Fujiwara berkata bahwa pemerintah pun membuat peraturan yang mengikat warga untuk ikut berpartisipasi dalam pengolahan sampah dengan keberadaan UU Pembentukan Masyarakat berbasiskan daur ulang dan UU Daur Ulang dengan prioritas usaha yang harus dilakukan adalah pengurangan sampah dari sumbernya, penggunaan kembali, lalu daur ulang.


Menilik hasil kajian tentang sampah Kota Bandung dan metode yang telah diterapkan di Kota Okayama, Prof. Takeshi Fujiwara memberikan usulan yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kualitas pengelolaan sampah di Kota Bandung. Usulan tersebut adalah pemilahan sampah tingkat rumah tangga yang kemudian dikumpulkan secara terpisah berdasarkan kategori oleh pemerintah kota. Semua pihak yang terkait dengan pengadaan sampah dan pengelolaannya harus turut serta dalam usaha peningkatan kualitas. Pihak konsumen/ rumah tangga harus mengurangi sampah dan memilahnya, pemerintah bertanggung jawab terhadap pengumpulan sampah, dan pabrik berperan dalam re-komersialisasi produk daur ulang.