Raih Perak di GIS Olympiad, Tim ITB Buktikan Kemampuan Kerjasama

Oleh Fatimah Larassati

Editor Fatimah Larassati

BANDUNG, itb.ac.id - Tak terbatas waktu dan kesempatan, prestasi demi prestasi terus diukir oleh mahasiswa dan mahasiswi ITB. Hal ini dibuktikan dengan raihan tim ITB dalam Geographic Information System (GIS) Olympiad, sebuah kompetisi yang merupakan bagian dari rangkaian acara peringatan 65 tahun pendidikan geodesi di Indonesia. GIS Olympiad ini diikuti oleh 11 tim dari berbagi universitas di Indonesia dengan komposisi latar belakang disiplin keilmuan yang berkaitan dengan geodesi dan geomatika seperti Teknik Geodesi, Geografi, dan Kartografi. Tim utusan ITB yang beranggotakan Dini Aprilia Norvyani (Teknik Geodesi dan Geomatika 2012), Atifah Rabbani (Teknik Geodesi dan Geomatika 2012), dan Giovanni Cynthia Pradipta (Teknik Geodesi dan Geomatika 2012) berhasil meraih perak pada gelaran olimpiade ini.

Kompetisi GIS Olympiad yang diadakan di Bandung kali ini merupakan olimpiade mahasiswa pertama dalam aplikasi keilmuan geodesi di bidang GIS. Uniknya lagi, partisipan olimpiade GIS terdiri atas kelompok-kelompok yang saling berkompetisi sehingga secara keseluruhan, lomba ini mengedepankan kerjasama dari para peserta di masing-masing kelompok. Hal ini dimaksudkan agar selain penguasaan dan pemahaman peserta terhadap GIS, kemampuan bekerja dalam tim juga menjadi penentu karena pada aplikasinya kelak di dunia kerja, insyinyur geodesi dan geomatika tak jarang dituntut untuk bekerja dalam tim dengan komposisi yang multidisiplin.


Untuk sistemnya, olimpiade ini terdiri atas tiga tahapan tes. Tim ITB menjalani tes pertama yang berlangsung pada tanggal 10 Agustus 2015. Tes tahap ini adalah tes individu, sehingga peserta dari tiap tim diwajibkan mengerjakan . Pada tahap ini peserta diuji mengenai pengetahuan seputar GIS dan pengetahuan umum geografi. Perhitungan nilainya adalah dengan akumulasi nilai tes yang diperoleh masing-masing anggota dalam tim.

Tahap berikutnya adalah tahap field test dan tim-tim yang mengikuti tahap ini disebar ke empat kampus yang berbeda di Bandung untuk melakukan observasi. Kampus-kampus tersebut adalah kampus ITB Ganesha, Universitas Padjajaran Dipatiukur, Universitas Komputer Indonesia (Unikom), dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Dago. Fenomena menarik yang diangkat oleh tim ITB pada field test ini adalah dampak polusi suara di STKS Dago. Fenomena ini dipilih oleh tim ITB karena adanya kegiatan kontruksi  di lingkungan kampus yang dapat mengganggu optimasi aktivitas Kampus STKS Dago. Pemetaan terhadap pengaruh polusi suara yang dilakukan oleh Dini dan kawan-kawan menggunakan analisis spasial buffer yang dapat menunjukkan parameter objek wilayah yang diamati. Sesuai dengan namanya, analisis spasial adalah metode analisis berdasarkan keruangan. Tim ITB memetakan titik-titik lokasi di kampus STKS Dago yang terkena dampak polusi suara dari sumber konstruksi. Lokasi-lokasi yang telah dipetakan tersebut  dapat menjadi acuan preventif bagi pihak kampus agar dapat ditindaklanjuti sehingga kegiatan sivitas akademika di STKS Dago tetap dapat berjalan dengan lancar. "Hasil peta itu kedepannya bisa jadi rekomendasi pembuatan kebijakan," tambah Dini.


Hasil penilaian dari tes-tes yang dijalani pada dua hari pertama lantas diakumulasi untuk akhirnya dipilih tiga tim menuju putaran final yang dilangsungkan tanggal 13 Agustus 2015. Setelah melalui 7 babak panjang ditambah 1 babak akhir, tim utusan ITB akhirnya keluar sebagai juara kedua dan berhasil menyabet medali perak.


Namun demikian, layaknya suatu keberhasilan yang kerap dihadapkan dengan tantangan, Dini (Teknik Geodesi dan Geomatika 2012), salah satu dari anggota tim mengaku bahwa lomba kali ini mempunyai tingkat tantangan tersendiri. "Field test adalah yang paling berkesan karena instruksi baru diberi pada pagi hari lomba, tema yang harus dibawakan baru didapatkan setelah observasi, ditambah waktu pembuatan laporan dan peta hanya lima jam," ujar Dini. Namun tantangan yang dihadapi tak serta merta menyurutkan semangat kelompok, justru tantangan tersebut dapat dinavigasi dengan baik oleh tim ITB. Lebih lanjut, dengan adanya lomba ini disiplin ilmu geodesi di Indonesia diharapkan dapat terus ditingkatkan kapasitas dan kualitas pengaplikasiannya. "Semoga mahasiswa antar universitas bisa saling mengenal sehingga bersama kita bentuk komunitas geodesi untuk membangun Indonesia bersama disiplin ilmu lain," timpal Atifah (Teknik Geodesi dan Geomatika 2012) menutup wawancara.

 

Sumber gambar: gd.itb.ac.id/igsc/index.htm dan facebook.com/giovanni.pradipta?fref=photo