Reuni 20 Tahun Alumni Seni Rupa ITB Angkatan 2004, Gelar Pameran Ourchetype sebagai Sarana Mengenali Diri
Oleh M. Naufal Hafizh
Editor M. Naufal Hafizh
BANDUNG, itb.ac.id - Dalam rangka reuni 20 tahun, Alumni Seni Rupa ITB angkatan 2004 mengadakan pameran interaktif “Ourchetype” dengan membawakan tema “Suaka Cita”. Pameran ini berlangsung di Galeri Soemardja, ITB selama 16 hari, mulai Jumat (20/9/2024) hingga Sabtu (5/10/2024).
Pameran ini mencoba memberikan pengalaman berkesan. Biasanya, pengunjung mendatangi pameran untuk melihat karya. Berbeda dengan pameran ini yang memberikan ruang bagi pengunjung untuk menyelami dan mengenali dirinya melalui metode pameran.
Ourchetype lahir dari teori psikologi Jung yang meyakini bahwa manusia dilahirkan tidak dalam kertas kosong, melainkan membawa pola sifat tertentu yang bersifat laten dan genetik. Sifat ini diwariskan oleh nenek moyang dari masa ke masa.
Creative Director Ourchetype, Andi Abdulqodir, M.Ds. menyatakan bahwa tingkat literasi karya pengunjung yang mendatangi pameran tergolong rendah. Pameran ini hadir untuk memberikan ruang bagi pengunjung agar dapat menyelami dirinya. Setelah pengunjung mengenali dirinya, mereka akan dikenalkan kepada karya-karya yang memiliki sifat yang sama dengan dirinya. Di setiap karya tersebut, terkandung makna juga pesan yang ingin disampaikan kepada pengunjung. Melalui metode ini, pengunjung membaca habis setiap pesan dari masing-masing karya karena menganggap membaca karya sama dengan membaca dirinya sendiri.
Tokoh utama dari pameran ini adalah bebek. Bebek dipilih karena ia akan selalu pulang ke tempat dia lahir. Setelah menetas dari telur, bebek akan terbang melintasi berbagai cuaca hingga akhirnya pulang ke tempat asalnya untuk bersarang. Selain karena filosofinya, bebek dipilih karena mengingatkan Alumni Seni Rupa ITB angkatan 2004 kepada acara wisuda yang dahulu pernah mereka laksanakan. Bebek menjadi sarana nostalgia bagi alumni.
Pameran ini memiliki alur cerita dan menawarkan aktivitas interaktif di setiap tahapnya. Salah satu tahapnya adalah Buana Raya yang mengharuskan pengunjung berimajinasi menjadi seekor bebek yang dihadapkan dengan berbagai pilihan. Pilihan tersebut akan membawa bebeknya kepada suatu persona. Persona adalah sosok dalam diri yang selalu diperlihatkan kepada orang lain.
Selain itu, terdapat Lintang Rintang yang memberikan pengalaman bagi indra pendengar untuk merasakan suara-suara yang dianggap mengganggu. Tahapan ini akan memperlihatkan bebek kepada shadow, yaitu bagian diri yang selalu ditutupi. Setelah menemukan persona dan shadow, bebek diarahkan menuju Bentang Makna untuk membentuk sebuah pribadi yang utuh bernama self.
Tujuan lain yang ingin dicapai melalui pameran ini adalah membuat pengunjung yang tidak saling mengenal bisa terkoneksi satu sama lain. Tujuan ini diwujudkan melalui salah satu karya yang meminta pengunjung menulis pesan melalui surat. Setelah itu, pengunjung dipersilakan untuk mengambil satu surat dari pengunjung sebelumnya. Melalui karya ini, pengunjung dapat saling terikat secara emosional.
“Kami mencoba menghidupkan ruang dan menghubungkan orang melalui pameran ini,” ucap Andi.
Di sisi lain, Pameran Ouchetype mencoba menggambarkan alumninya yang menjalani profesi lintas disiplin. Pameran ini memberikan gambaran bahwa seni rupa itu sangat luas. Lebih jauh dari itu, profesi yang dijalani setelah lulus dari perkuliahan menjadi terhubung ke berbagai disiplin ilmu lainnya.
Menurut Andi, tantangan terbesar yang dihadapi selama persiapan adalah proses risetnya itu sendiri. Hasil akhir yang ditampilkan dari pameran ini tidak sembarang dibuat, sehingga dibutuhkan profiling dari setiap sifat yang ingin ditampilkan. “Proses menghubungkan tema dengan profiling agar terbentuk suatu alur cerita cukup rumit,” tuturnya.
Dengan adanya pameran ini, muncul harapan agar pameran dapat berevolusi. Dari yang bersifat satu arah menjadi dua arah. Pameran harus dapat menjadi sarana berbagi pengetahuan antara pengunjung dengan karya yang ditampilkan.
Reporter: Chysara Rabani (Teknik Pertambangan, 2022)