SEMAT Teknik Geologi ITB: Potensi Kolaborasi Riset Geologi Granitoid Bersama BRIN

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh


BANDUNG, itb.ac.id — Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB), Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama IAGI dan Indonesia Hokkokai menggelar Seminar Jumat (Semat), Jumat (8/3/2024). Acara ini turut mengundang Dr. Iwan Setiawan, Kepala Pusat Riset Sumber Daya Geologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Topik yang diangkat dalam Semat kali ini adalah “Peluang Kolaborasi Riset Geologi, Geokimia, dan Geokronologi Granitoids untuk Sumber Daya di Indonesia”.

Di awal pemaparannya, Dr. Iwan menjelaskan bahwa BRIN merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang bergerak di bidang riset. BRIN memiliki total 12 organisasi riset yang menaungi 85 pusat riset, salah satunya Pusat Riset Sumber Daya Geologi. Proyek riset terkait sumber daya geologi hingga saat ini membutuhkan banyak tambahan peneliti untuk menggarap berbagai potensi geologi, termasuk peneliti di luar institusi BRIN. Oleh karena itu, BRIN membuka peluang kolaborasi riset dengan peneliti-peneliti di perguruan tinggi, terutama mahasiswa untuk menggarap proyek-proyek riset geologi yang ada.

“BRIN itu lembaga yang sangat besar dan saya pikir tidak bisa berdiri sendiri sebetulnya. Karena itu kami butuh teman-teman semua untuk bergabung dan terlibat di kegiatan-kegiatan riset kami yang memang relevan,” ujarnya.

   

Salah satu fokus riset yang sedang dikejar saat ini adalah tentang granitoid yang merupakan sumber utama Rare Earth Elements (REE) atau logam tanah jarang. Granitoid umumnya terbentuk di daerah-daerah orogenik seperti Sibolga, Bangka Belitung, dan sekitarnya. REE secara konseptual berasosiasi dengan granitoid karena jenis batuan ini memiliki akumulasi mineral pembawa REE di dalamnya, seperti monazite, allanite, titanite, apatite, dan sebagainya. Beliau menyebut bahwa sebenarnya masih banyak lokasi lain yang berpotensi maupun sudah dipastikan kaya akan granitoid namun belum dieksplorasi karena keterbatasan sumber daya manusia.

“Kita selama ini hanya fokus dengan monazite dari sisa pengolahan tambang timah di Bangka Belitung. Padahal masih banyak mineral-mineral lain yang berpotensi, banyak model-model lain yang lebih ramah lingkungan,” tambahnya.

   

Sebelum tahun 2019, Indonesia tidak dikenal sebagai penghasil REE di dunia. Baru setelah tahun 2019 ada beberapa laporan yang mengarah pada keberadaan potensi mineral pembawa REE di beberapa wilayah Indonesia. Hingga saat ini sebaran potensi REE sudah berhasil dipetakan, namun analisis dan pengerjaannya masih banyak yang belum dilakukan. Dari 28 lokasi mineralisasi REE, hanya 9 lokasi (30%) yang sudah dilakukan eksplorasi awal. Sementara itu, 19 lokasi sisanya (70%) belum dieksplorasi secara optimal atau bahkan belum dieksplorasi sama sekali.

“Bukan hanya masih banyak, tapi hampir semua belum dikerjakan. Jadi ini kesempatan buat teman-teman semua yang mau sedikit mengambil tantangan dan kesempatan untuk mempelajari hal ini lebih dalam lagi,” tuturnya.

Menanggapi hal ini, BRIN telah melakukan beberapa pilot project di lokasi-lokasi mineralisasi REE dari barat hingga timur Indonesia. Beberapa dari proyek tersebut juga turut menggandeng peneliti dari FTTM untuk mengetahui tipe, petrogenesa, serta umur granitoid. Dengan begitu, beliau berharap ke depannya akan semakin banyak mahasiswa Teknik Geologi yang tertarik untuk bergabung dengan proyek-proyek penelitian yang terasosiasi dengan BRIN.

Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)