Skhole-ITB Mengajar Selenggarakan Gema Aksara 2017

Oleh Gilang Audi Pahlevi

Editor Gilang Audi Pahlevi


BANDUNG,itb.ac.id- Pendidikan merupakan salah satu fondasi vital dalam penbangunan suatu bangsa. Pendidikan yang baik akan menjamin terbentuknya generasi yang mapan dan mumpuni untuk menghantarkan bangsa dan negara menuju kemajuan. Tergerak untuk membuka cakrawala tentang peran pendidikan tersebut, Skhole-ITB Mengajar menyelenggarakan acara puncak Gema Aksara pada Sabtu (20/05/2017). Bertempat di Ruang Raflesia, Graha Pos Indonesia, acara yang bertajuk “Peran Kita untuk Generasi Emas 2045” ini mengundang beberapa pembicara yang aktif berkecimpung di dunia pendidikan yakni Popong Otje Djundjunan (Anggota DPR RI Komisi X), Munif Chatib (Penulis Buku Best Seller “Sekolahnya Manusia”), Ineu Rahmawati (Founder Volunteerism Teaching Indonesian Children), dan M. Rizal Arryadi (Operational Director Yayasan Pemiimpin Anak Bangsa). Acara ini dihadiri oleh berbagai kalangan yang berasal dari berbagai institusi.


Rangkaian acara dibuka dengan pengumuman pemenang lomba Festival Anak Indonesia dan pemenang lomba Menulis Surat. Dua lomba tersebut merupakan rangkaian pre-event yang sudah dilakukan sebelum acara puncak. Setelah itu, dua penampil yakni juara pertama Festival Anak Indonesia dan Komunitas SOCHA ikut menyemarakkan suasana pagi itu. Juara pertama Festival Anak Indonesia, Putri Januar, memperlihatkan kelihaiannya menampilkan tari Merak. Komunitas SOCHA berhasil merebut decak kagum penonton atas kepiawaian bermusik mereka meski menyandang tunanetra. Acara dilanjutkan dengan pembacaan surat oleh pemenang lomba Menulis Surat. Dalam surat tersebut ia menyampaikan cita-citanya untuk menjadi designer produk-produk yang dapat memasarkan budaya Indonesia. Surat ini ditujukan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Muhadjir Effendy dan akan dimuat di harian Kompas.

Memasuki acara utama yakni talkshow, para pembicara memaparkan pandangannya masing-masing terkait keberjalanan pendidikan di Indonesia. Munif Chatib menyampaikan gagasannya terkait formulasi ulang pendidikan yang lebih menjawab kebutuhan masyarakat dan sesuai dengan kearifan lokal. Hal ini senada dengan pemaparan M. Rizal Arryadi yang juga berpandangan bahwa pendidikan harus lebih praktis dan berorientasi pada kapabilitas individu, bukan menjejali peserta didik dengan hal yang tidak perlu. Popong Otje Djundjunan pun menyatakan bahwa pendidikan Indonesia kurang berorientasi pada karakter, utamanya nilai cinta tanah air dan nilai juang kebangsaan. Ineu Rahmawati berkisah tentang perjuangannya memperjuangkan pendidikan bagi anak-anak TKI di Malaysia. 

Selain acara yang diselenggarakan di Ruang Raflesia, terdapat pula pameran komunitas pendidikan yang diselenggarakan di Ruang Anyelir. Pameran ini diikuti oleh Skhole-ITB Mengajar, PAS ITB, Rumah Belajar Sahaja, Warung Imajinasi, Taman Ilmu Unpad, Pena Bangsa Unpad, Bumi Inspirasi dan Tim PKM Politeknik Bandung. “Rangkaian Gema Aksara ini dilakukan untuk menunjukkan pendidikan alternatif, bahwa ada yang bisa diupayakan selain melalui pendidikan formal” ujar Zabilafahmi Zuhara (Oseanografi 2014) selaku ketua Gema Aksara 2017. Harapannya acara seperti Gema Aksara ini dapat dilakukan secara rutin dan melibatkan lebih banyak pihak agar semakin banyak masyarakat yang ikut berjuang membangun bangsa melalui pengusahaan pendidikan yang lebih baik.