SNBB IV Metalurgi ITB: Tengok serta Solusikan Realita Besi dan Baja Dalam Negeri

Oleh Bayu Septyo

Editor Bayu Septyo

BANDUNG, itb.ac.id - Besi dan baja merupakan material yang luas penerapannya dalam pembangunan negara. Pembangunan infrastruktur, industri manufaktur hingga otomotif membutuhkan suplai kedua material ini. Negara dengan konsumsi besi dan baja yang tinggi cenderung mampu mengalami tingkat pembangunan yang tinggi pula. Namun, bentuk konsumsi tersebut tidaklah bijak jika lebih banyak dipenuhi melalui mekanisme impor. Padahal, negara yang besar adalah negara yang mampu kebutuhannya secara mandiri, tidak terkecuali pada besi dan baja.

Pada Kamis (28/04/16), Program Studi Teknik Metalurgi ITB menyelenggarakan Seminar Nasional Besi dan Baja (SNBB) IV sebagai wadah bagi mahasiswa maupun kalangan umum untuk mengetahui kondisi industri besibaja nasional. Bertempat di Aula Timur ITB, seminar yang bertajuk "Teknologi Proses Metalurgi untuk Industri Besi dan Baja Nasional" ini dibuka oleh Prof. Sri Widiyantoro, Ph. D, mewakili Rektor Institut Teknologi Bandung. Seminar ini menghadirkan beberapa pembicara yang berasal dari kalangan industri dan pemerintah. Adapun salah satunya adalah Andi Rizaldi selaku perwakilan DirjenIndustri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian yang memberikan pemaparan mengenai kondisi industri baja di Indonesia serta kebijakan untuk mendukung pengembangan industri baja nasional.

Realita Industri Besi Baja Nasional

Kondisi pasar besi baja nasional tidak dapatlepas dari kondisi pasar global. Konsumsi baja dunia diperkirakan akan terus meningkat hingga tahun 2018. Sementara pada tahun 2011hingga2014, pasokan baja Cina mencapai angka51 juta ton sehingga membanjiri pasar internasional dan menurunkan harga komoditas. Dengan kelebihan pasokan tersebut, baja yang diproduksi oleh Cina memiliki harga yang sangat kompetitif sehingga dapat masuk ke pasar berbagai negara, tidak terkecuali Indonesia.

Pada tahun 2013, dari kebutuhan baja nasional yang mencapai sekitar 12 juta ton, 8 juta ton diperoleh melalui mekanisme impor sementara suplai domestik hanya bisa mencukupi angka 4 juta ton. Dengan tren jumlah impor yang lebih besar dibanding kemampuan industri domestik, ditambah dengan harga baja Cina yang murah berpotensi meningkatkan ketergantungan pada baja impor dan akhirnya mematikan produsen baja dalam negeri. Tidak hanya dari Cina, Indonesia saat ini juga bergantung pada hasil impor dari beberapa negara seperti Jepang, Korea Selatan, Rusia, danIndia.

Harga yang lebih murah sebenarnyabukan satu-satunya alasan mengapa Indonesia mengimpor baja dari negara lain. Beberapa "produkantara"dalam industri baja memang tidak tersedia produksinya di dalam negeri. Sebut saja iron ore concentrate, iron sand concentrate, stainless steel slab maupun stainless steel billet. Tidakadanya industri yang memproduksi produk antara tersebutmembuat Indonesia harus terus mengimpor sampai pemenuhan kebutuhan produk tersebut dapat dilakukan secara mandiri.

Beberapa tantangan lain juga merintangi upaya pengembangan industri besi baja nasional. Sebut saja kenaikan harga gas alam dan listrik. Industri besi baja membutuhkan energi yang sangat besar dalam operasinya, sementara kenaikan harga bahan bakar membuat operating cost semakin tinggi. Fluktuasi nilai tukar rupiah dan bunga bank yang tinggi juga menyulitkan produsen domestik untuk mengembangkan usahanya. Dari segi teknologi yang digunakan, industri besi baja nasional belum seefisien kompetitor dari negara lain dan memang pengembangan serta riset terkait masih minim jumlahnya.

Sinergisasi sebagai Kunci Pengembangan Industri Besi Baja

Industri besi baja adalah industri multidimensional sehingga untuk mengembangkannya diperlukan sinergisasi berbagai stakeholder. Jika menggunakan perspektif pemerintah, maka setidaknya kementerian yang terlibat adalah Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR,hingga Kementerian ESDM. Kebijakan-kebijakan yang dibuat olehbeberapa kementerian tersebut haruslah menciptakan iklim yang baik untuk investasi dan operasi industri sehingga kemajuan di bidang ini bukanlah sekedar angan-angan.

Kebijakan Kementerian Keuangan untuk mendukung industri besi baja nasional mencakup regulasi bea seperti pembebasan bea masuk untuk mesin dan barang pengembangan industri. Sementara dalam ranah pajak, ditetapkan kebijakan tax holiday dan tax allowance. Di lain bidang, Kementerian ESDM berusaha untuk menstabilkan harga bahan bakar dan listrik sehingga operating cost dapat ditekan.

Kebijakan lain melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian PUPR. Pelaksanaan proyek-proyek yang menggunakan APBN/APBD dan juga proyek-proyek yang dimiliki BUMN dititikberatkan untuk menggunakan baja produksi dalam negeri. Proyek-proyek strategis yang berpotensi saat ini diantaranya adalah pembangunan pelabuhan di beberapa lokasi seperti Kualatanjung, Tanjung Perak, Bitung, Kupang, danHalmahera. Lalu pembangunan jalur kereta api Manado-Bitung, pengembangan bandara Mutiara, Paludanbandara Sam Ratulangi, Manado. Jika proyek-proyek tersebut memaksimalkan penggunaan produksi baja domestik, maka daya serap pasar domestikakan lebih tinggi sehingga produksi dalam negeri pun dapat terpacu.

ITB Journalist Apprentice

Gilang Audi Pahlevi (Teknik Metalurgi 2014)