Studium Generale ITB: Kontribusi Sains pada Perumusan Kebijakan Publik
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id – Pertemuan ke-13 mata kuliah KU4078 Studium Generale mengundang Gubernur Bali Dr. Ir. Wayan Koster, M.M. yang juga merupakan seorang alumni Program Studi Matematika ITB. Ia hadir secara langsung di Aula Barat ITB pada Rabu (30/11/2022) untuk menyampaikan pemaparan dengan topik “Kontribusi Sains (Matematika) dan Pengaruhnya pada Cara Pandang Kebijakan Publik di Era 4.0”.
Tidak hanya itu, bersama dengan Rektor ITB, menandatangani nota kesepahaman bersama antara ITB dengan Pemerintah Provinsi Bali mengenai Pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi di Provinsi Bali.
Wayan Koster mengawali kariernya sebagai tenaga peneliti dan dosen hingga akhirnya satu dekade kemudian mulai terjun ke dunia politik. Menurutnya, ada dua hal yang mendorong keterampilan dalam bekerja. Pertama adalah pengetahuan yang kita geluti saat kuliah sesuai dengan jurusan yang diambil. Ia merasa pengetahuan yang ia dapatkan sebagai lulusan Matematika memberikan cara berpikir yang kritis, analitis, dan sistematis—konsisten dalam struktur dan logika berpikir. Hal ini sangat membantu dalam pemecahan masalah dan berkomunikasi secara efektif.
“Apa yang diperoleh dari pengetahuan ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan waktu kuliah dan waktu beraktivitas selama di kampus (re: kegiatan kemahasiswaan). Jadi tidak semata-mata akademis, tetapi juga kehidupan yang lebih nyata, seperti bergaul, kemampuan dalam mengorganisasi, kemampuan dalam berkomunikasi, serta dalam membangun suatu persahabatan. Itu hal yang sangat menunjang di mana kita akan berkarir,” tambahnya.
Hal-hal itu lah yang menjadi modal bagi Wayan dalam bekerja ketika menjadi anggota DPR RI. Karenanya, ia berhasil membentuk berbagai undang-undang terkait perguruan tinggi, termasuk yang meningkatkan kehormatan dan kesejahteraan guru dan dosen. Selain itu, hal yang sama dipegang olehnya saat menjabat sebagai Gubernur Bali. Ia perlu memahami Provinsi Bali secara utuh terlebih dahulu agar dapat mempertajam pemahaman mengenai masalah dan tantangan yang ada sehingga pembangunan yang dilakukan bisa disesuaikan dengan karakter dan potensi daerah.
“Manajemen risiko menjadi bagian dari skenario pembangunan Bali. Alasan saya masukan manajemen risiko ini adalah sebagai suatu mitigasi dampak dari suatu kebijakan, karena suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah selain memberi manfaat yang positif (juga) selalu ada dampak lain yang dalam batas tertentu bisa berdampak negatif, merugikan masyarakat, munculnya masalah lingkungan, masalah sosial, dan masalah-masalah lainnya,” tambahnya.
Setelah merumuskan visi-misi, dilakukan penyusunan regulasi-regulasi yang dibutuhkan untuk selanjutnya diimplementasikan dalam program-program kerja. Di era 4.0 ini, pemerintah banyak menerapkan kebijakan dan program yang difokuskan kepada digitalisasi, termasuk Pemerintah Provinsi Bali. Beberapa kebijakan tersebut adalah perwujudan Bali Smart Island yang mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi dalam pengelolaan daerah dan aktivitas masyarakat, peningkatan kualitas infrastruktur digital, penguatan praktik digital pada dunia usaha dan pelayanan publik, serta destinasi startup global dan ekonomi kreatif digital.
Kebutuhan akan peran masyarakat tentunya tidak luput dalam implementasi kebijakan ini, misalnya dengan meningkatkan literasi digital dan kompetensi SDM. Dengan demikian, setiap elemen di daerah tersebut dapat menjadi linear dalam digitalisasi yang dilakukan.
Reporter: Ristania Putri Wahyudi (Matematika, 2019)