Studium Generale KU-4078 Addie MS : “Menenun Harmoni, Membangun Negeri”

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id – Addie Muljadi Sumaatmadja, seorang musikus, komponis lagu, produser musik, dan salah satu pendiri Twilite Orchestra, mengisi kuliah umum KU-4078 Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Rabu (31/03/2021). Kuliah umum ini diselenggarakan secara daring melalui kanal YouTube ITB dan Zoom. Kuliah umum ini dipimpin oleh dosen Teknik Fisika ITB Ir. R. Sugeng Joko Sarwono M.T.,Ph.D. sebagai moderator.

Dalam kuliah umum ini, Addie MS menceritakan tentang kisah perjuangannya dalam bermusik hingga mencapai kesuksesan terbesarnya dengan mengharumkan nama bangsa Indonesia melalui musik. Acara kuliah umum ini dibuka dengan sambutan oleh Rektor Institut Teknologi Bandung Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D.

Addie MS memulai kuliah umum ini dengan menceritakan perjuangannya dalam bermusik dari nol sejak ia lulus SMA. Menurutnya, ada tiga tantangan dalam karier bermusiknya yang akhirnya mengubah jalan hidupnya.

Pertama, tantangan untuk menentukan arah dan tujuan hidup. Tantangan tersebut muncul dalam dirinya ketika melihat teman-temannya sudah menentukan karier yang akan mereka tempuh. Ada yang memilih untuk menjadi dokter, arsitek, dan insinyur. Addie MS muda pun akhirnya memutuskan untuk memilih musik sebagai jalan hidupnya.

Namun, hal itu tidak serta merta berjalan dengan mulus. Awal perjalanannya harus menghadapi pertentangan dari ayahnya yang ingin meneruskan perusahaan keluarga. Akan tetapi ia berkata kepada ayahnya, “Pah hidup hanya sekali, saya ingin mengerjakan apa yang saya cintai dalam hidup saya,” ujar Addie MS mengulang ucapannya di masa lalu. “Akhirnya, sejak saat itu saya tidak menerima uang dari orangtua saya kecuali untuk makan dan tidur demi mengejar impian saya dalam musik,” ujar Addie.

Tantangan kedua ketika ia sudah terjun ke dunia musik dan mengalami beratnya hidup dan berjuang. Pada tahun 1982, dirinya mendapat pekerjaan untuk menggarap album musik Vina Panduwinata. Mendapat proyek besar, ia menerima pekerjaan tersebut namun dengan satu syarat. Ia bersedia untuk menerima pekerjaan itu jika disediakan orkestra dari Filipina.
Saat itu banyak yang meragukan dan mempertanyakan keinginannya, namun ia berhasil membuktikannya dengan hasil meskipun saat itu menjalani pekerjaan dengan bayaran nol rupiah. Berkat keberhasilan tersebut, nama Addie MS dalam dunia musik melambung tinggi dan membuatnya mendapat banyak kepercayaan besar. “Ketika saya meminta orkestra yang saya inginkan, tidak ada yang bertanya lagi dan langsung memberinya,” ujar Addie.

Tantangan ketiga datang ketika ia sudah berada di puncak kariernya, ketika sedang berada dalam zona nyaman. Ia mengalami kekosongan dan kejenuhan. Pada fase ini, Addie MS sempat mengalami kekuatan finansialnya menurun. Namun bisa kembali bangkit dan terus berkembang agar tidak stuck dalam comfort zone. Pada tahun 1991, beliau mendirikan Twilite Orchestra bersama Indra Bakrie dan Oddie Agam.

Membangun hal baru, tantangan kembali datang dalam kariernya. Ia mengalami kegundahan saat awal merintis Twilite Orchestra. Salah satu contohnya, pada saat itu Indonesia belum mempunyai ruangan yang sesuai dengan kebutuhan menghidangkan orkestra tanpa amplifikasi. Akhirnya untuk menjalankan orkestra, biaya yang dikeluarkan menjadi sangat besar untuk mendirikan panggung dan menyediakan sistem suara (sound system). “Untuk menyelenggarakan orkestra saja tantangan dalam hal biaya yang keluar sudah sangat besar,” ujar Addie.

Addie MS juga menceritakan tentang perubahan orientasinya dalam bermusik seiring berjalannya waktu. Ia bercerita, dulu tujuan bermusiknya adalah untuk membuktikan bahwa musik dapat memberikannya kehidupan. Namun, seiring berjalannya waktu ia ingin membuktikan bahwa dengan musik dapat mengharumkan nama Indonesia. “Saya mendapat semangat besar untuk membangun bangsa melalui musik,” ujarnya. Salah satu kontribusi besar beliau adalah merekam ulang dan meremajakan lagu Indonesia Raya.

“Di Indonesia, musik sampai saat ini kebanyakan masih dianggap sebagai hiburan saja. Namun di negara-negara maju musik sudah dianggap hal serius,” ujarnya. Di berbagai negara maju, kini musik telah menjadi salah satu sarana terapi kesehatan. Bahkan, musik sudah masuk ke dalam dunia pendidikan hingga menjadi pelajaran penting di sekolah-sekolah sejak pendidikan dini. “Kita harus merasa sebagai bagian dari orkestra. Kita memang berbeda dan tak perlu disamakan. Tapi kita harus mencoba bersatu menjalin harmoni dan membangun sinergi dari perbedaan layaknya orkestra,” ujar Addie MS.

Reporter : Yoel Enrico Meiliano (TPB FTI, 2020)