Studium Generale KU-4078: Desainer sebagai Duta Diri dan Komunitas
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Peran kolaboratif desainer di tengah era globalisasi menjadi topik utama yang dibahas oleh Henricus Kusbiantora, MFA., dalam kuliah umum Studium Generale KU-4078 pada Rabu (24/11/2021). Melalui gelar wicara bertajuk “Duta Komunikasi Visual: Dari Dago ke Davos”, ia memaparkan bahwa desainer berperan sebagai duta yang menjembatani publik dengan ide-ide para pekerja dan pemikir.
“The designer makes them famous, kami adalah peranta yang dapat mentransformasikan ide mereka menjadi sesuatu hal yang membawa pengaruh besar,” ujar Henricus, yang merupakan alumni FSRD ITB itu.
Ia kemudian menceritakan, pada tahun 2006, seorang musisi bernama Bono mencetuskan kampanye (RED). Lewat kegiatan tersebut, ia berhasil merangkul banyak korporasi untuk tidak hanya mengejar laba, tetapi juga memberikan keuntungan bagi kemanusiaan, terkhusus dalam memerangi AIDS. Saat itu, Henricus turut terjun dalam mewujudkan ide cemerlang Bono melalui desain dan branding.
Meskipun slogan yang diusung tampak sederhana, kampanye tersebut justru dapat mempersatukan dunia untuk membeli produk-produk berwarna merah tersebut. “Saya belajar bahwa publik juga bisa ikut serta lewat kegiatan seperti itu, kami sebagai desainer juga bisa masuk ke dalam komunitas,” katanya.
Bagi Henricus, pekerjaan yang tengah digelutinya memiliki empat peran. Pertama, sebagai duta diri yang mencerminkan kejujuran, baik dari segi potensi maupun kekurangan yang dimiliki. Berdasarkan pengalaman pribadinya, peran tersebut dapat diasah melalui traveling yang membuka wawasan akan kultur tempat yang dikunjungi.
Selain itu, masih dalam pembahasan yang sama, ia juga menunjukkan suatu perbandingan yang menarik antara MIT dan ITB. Menurut Henricus, logo baru institut Amerika Serikat tersebut sangatlah unik dan berani sehingga mampu menampilkan kesan transformatif. “MIT dan ITB memiliki banyak kemiripan, salah satunya dalam hal diversifikasi. MIT tidak segan menampilkan wajahnya yang unik, misalnya dalam hal jumlah alumni yang berasal dari suku minoritas. Sekarang sudah saatnya ITB juga bergerak ke arah sana,” lanjutnya.
Kedua, desainer juga merupakan seorang duta perubahan. Peran ini ia sadari saat bermukim di wilayah Brooklyn yang terkenal dengan kesan ‘bahaya’. Meskipun demikian, saat ini, strategi sang wali kota mulai mampu menunjukkan sisi Brooklyn yang cantik, seperti dengan mengajak berbagai komunitas graffiti untuk mengecat dinding-dinding gedung. Kolaborasi antardisiplin merupakan suatu kunci dalam menyampaikan suatu pesan berharga.
Hal serupa kemudian Henricus terapkan saat digandeng untuk membuat suatu branding untuk aksi KPK. Melalui kampanye “Seni Melawan Korupsi” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, ia mengajak masyarakat Indonesia untuk mengubah kawan korupsi menjadi lawan korupsi. Meskipun sederhana, karya tersebut dapat membuktikan bahwa para desainer juga dapat berkontribusi bagi kemajuan bangsa.
Selanjutnya, peran yang ketiga adalah sebagai duta data dan fakta. “Sebenarnya, di sekitar kita memang ada banyak data, tetapi belum tentu semuanya adalah fakta,” ujar Henricus. Peran tersebut menunjukkan adanya sebuah tanggung jawab moral yang dimiliki seorang desainer untuk bukan hanya mengomunikasikan data secara visual, tetapi juga dengan benar.
Terakhir, Henricus juga merasa bahwa desainer memiliki peran sebagai duta tawa yang membagikan kebahagian kepada pada penikmatnya. Creative director untuk Bark, New York tersebut mengungkapkan bahwa perusahan tempatnya bekerja membahagiakan komunitas melalui penjualan mainan-mainan yang dapat dinikmati oleh keluarga dengan peliharaan anjingnya.
“Pekerja kreatif, khususnya di tengah masa pandemi, bisa mengambil posisi dalam merancang suatu karya beridentitas yang unik dan mengejutkan. Selain untuk branding dan menghasilkan profit, hal tersebut juga bisa mengundang tawa,” jelasnya.
Untuk menutup gelar wicara, Henricus menekankan bahwa sebagai duta, desainer tidak hanya harus berkutat dengan hal-hal yang kompleks, ataupun mempromosikan suatu kampanye. Lebih dari itu, desainer juga mampu menyalurkan ide-ide yang sederhana dan menjadi bagian dari komunitas.
Reporter: Sekar Dianwidi Bisowarno (Rekayasa Hayati, 2019)