SynBio Club ITB Tawarkan Solusi Melalui Biologi Sintetis

Oleh Neli Syahida

Editor Neli Syahida

BANDUNG, itb.ac.id - Jenis, variasi, dan kuantitas dari suatu barang dan jasa semakin meningkat seiring bertambahnya populasi manusia. Peningkatan populasi manusia selanjutnya berimbas pada peningkatan jumlah kebutuhan. Namun, dewasa ini bentuk aktivitas ekonomi acap kali terkesan tidak ramah lingkungan. Hal ini mengundang berbagai persoalan, mulai dari polusi, kadar racun berlebih di lingkungan, hingga dampak tidak langsung yaitu gangguan kesehatan pada manusia. Dengan mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu, yaitu Biologi, Matematika, Ilmu Rekayasa, Ilmu Teknik, dan Ilmu Sosial, Synthetic Biology hadir sebagai solusi yang mumpuni untuk menjawab berbagai masalah lingkungan dan kesehatan tersebut.

Mahasiswa ITB turut berkontribusi dalam bidang kesehatan dan lingkungan salah satunya melalui SynBio Club ITB. Melalui Synbio Seminar yang diadakan pada Sabtu (02/05/15) bertempat di Indonesian Corner Perpustakaan Pusat ITB, Synbio Club ITB diperkenalkan kepada publik. Seminar ini menghadirkan tiga pembicara muda inovatif dan berpengalaman: Tirta Widi Gilang (Biologi 2013), Tri Ekawati Heryanto (iGEM 2014), dan Asteria Pitasari (iGEM 2015). Tirta dan Eka adalah pemenang kompetisi iGEM (International Genetically Engineered Machine) di Boston, Amerika Serikat pada tahun lalu. Seminar yang diikuti sekitar 50 peserta ini disajikan dalam sistem diskusi dua arah, sehingga memicu antusiasme peserta yang hadir dari beragam kalangan, yaitu mahasiswa berbagai jurusan dan para ahli di bidang rekayasa hayati.

Mengenal Lebih Jauh Synthetic Biology

Synthetic biology, atau Biologi Sintetis adalah ilmu dan proses produksi suatu bahan menggunakan gabungan prinsip biologi, rekayasa, dan teknik. "Hanya dengan kode-kode pada DNA, kita bisa menyelesaikan masalah," tutur Tirta. Pada awalnya, ilmu ini diperkenalkan di Massachussets Institute of Technology (MIT). Kemudian, ilmu tersebut berkembang pesat  di Eropa pada 2008 seiring berkembangnya biologi dan rekayasa.

Sepak Terjang ITB dalam kompetisi iGEM

International Genetically Engineered Machine (iGEM) adalah sebuah kompetisi biologi sintesis yang diikuti oleh mahasiswa tingkat internasional sejak tahun 2003 dan diadakan dua kali setahun. ITB baru berpartisipasi pada tahun 2013 di Hongkong. Pada tahun itu, tim iGEM ITB membuat sensor Aflatoksin (racun yang diproduksi jamur spesies Aspergilus flavus, biasanya pada kacang-kacangan) yang memanfaatkan alat injeksi yang memiliki membran berisi bakteri yang dapat berubah warna saat mendeteksi aflatoksin. Penemuan ini berhasil mengantarkan tim dari ITB untuk meraih medali emas.

Pada tahun 2014 saat iGEM di Boston, tim ITB membuat ColiPlaster: PET Degradator yang memanfaatkan prinsip whole-cell biocatalyst (biokatalisasi menggunakan keseluruhan badan sel) oleh bakteri yang menghasilkan enzim cutinase. DNA pengkode enzim ini diselipkan pada DNA bakteri, enzim tersebut dihasilkan dan melekat pada protein di membran terluar sel, sehingga saat bersentuhan dengan plastik, plastik langsung terdegradasi menjadi  asam tereftalat dan etilen glikol. Etilen glikol yang berbahaya digunakan sebagai nutrisi bakteri menggunakan bantuan enzim lainnya. Jika bakteri sudah mulai 'aus' maka bakteri akan mengirimkan sinyal, yaitu bakteri berubah warna menjadi biru. Secara otomatis, bakteri akan mereparasi dirinya sendiri menggunakan protein. Penemuan yang dianugerahi medali emas ini berhasil menggugah semangat mahasiswa ITB untuk berkarya di bidang Biologi Sintetis.
Rencananya tahun ini, tim iGEM ITB 2015 akan membuat biosurfaktan memanfaatkan senyawa lemak (rhamnolipid) dari bakteri genus Pseudomonas. Selain itu, senyawa ini dapat digunakan sebagai solusi permasalahan limbah minyak dan biodiesel. Diharapkan penelitian ini dapat membantu banyak industri kedepannya.

Oleh: Muti'ah Nurul Jihadah (ITB Journalist Apprentice 2015)