Teliti Geoscience, Mahasiswa ITB Bawa Nama Indonesia dalam Konferensi Tingkat Dunia

Oleh Anin Ayu Mahmudah

Editor Anin Ayu Mahmudah

BANDUNG, itb.ac.id - Mengabdikan diri pada ilmu pengetahuan sudah sepatutnya menjadi cerminan mahasiswa ITB dimanapun mereka berada. Tidak hanya melambungkan karya-karyanya di dalam negeri, ITB kembali mengirimkan perwakilannya ke dunia internasional dalam acara International Geoscience Student Conference (IGSC) yang diselenggarakan di Katowice, Polandia mulai hari Senin hingga Kamis (11-14/07/16). IGSC merupakan konferensi tahunan yang dilaksanakan guna mendiskusikan penelitian dan teknologi terbaru dalam ranah keilmuan geoscience dari seluruh dunia. Pada gelaran konferensi IGSC yang ke- 7 ini, Kadek Hendrawan Palgunadi (Teknik Geofisika 2012) dan Indira Viantini (Teknik Geofisika 2012) menjadi perwakilan mahasiswa dari ITB sekaligus Indonesia yang pertama kali hadir dalam konferensi internasional tersebut.

Manis Pahit Menuju IGSC

Bukan perkara mudah untuk dapat menghadiri konferensi tingkat dunia ini. Pada mulanya, Palgu dan Indira bersama satu lagi rekan timnya, Ida Bagus S. Yogi (Teknik Geofisika 2012) mengikuti kompetisi menulis paper yang merupakan bagian dari mata acara IGSC tersebut. Sebulan setelah waktu seleksi, ketiganya dinyatakan lolos ke tahap selanjutnya dan menerima undangan untuk menghadiri acara IGSC sekaligus mempresentasikan paper penelitian mereka.

Perasaan bangga atas keberhasilan yang diraih ini ternyata disusul dengan kendala yang harus mereka hadapi. Tidak adanya bantuan biaya akomodasi baik dari penyelenggara IGSC maupun dari pihak kampus, ketiganya harus mencari sponsor sendiri untuk dapat berangkat dan hadir dalam konferensi guna melanjutkan kompetisi. Namun amat disayangkan, karena tidak semua berhasil memperoleh sponsor, hanya Palgu dan Indira yang dapat berangkat dan menghadiri IGSC untuk mempresentasikan hasil penelitian yang mereka kerjakan.

Kendala yang mereka hadapi ternyata tidak berhenti sampai di situ. Setibanya di bandara di Polandia, Palgu dan Indira harus menghadapi security check yang amat ketat dikarenakan pada waktu itu Polandia juga tengah menyelenggarakan konferensi pertahanan untuk North Atlantic Treaty Organization (NATO) sedangkan Indonesia sendiri bukan bagian dari NATO.

"Kami ditanyai alasan kami datang ke Polandia sampai diwawancara langsung oleh bagian imigrasi, kami juga hampir tidak diizinkan masuk karena kami WNI. Tapi setelah menunjukkan surat undangan konferensi dan keikutsertaan kami dalam kompetisi yang diselenggarakan oleh IGSC akhirnya kami diperbolehkan masuk," ujar Palgu menceritakan pengalamannya.

Tantangan selanjutnya adalah perasaan down yang sempat muncul karena mereka mendapati bahwa di dalam konferensi dan kompetisi paper tersebut, tim dari ITB merupakan satu-satunya mahasiswa Strata 1 (S1) diantara peserta-peserta lain yang merupakan mahasiswa S2 dan S3. Namun, keduanya akhirnya dapat mempresentasikan penelitiannya dengan baik meskipun sempat dibantai oleh pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peserta-peserta lain. Paper mereka yang berjudul "A Novel Approach Comparison of Curved Pseudo Elastic Impedance in  Rock Physics Analysis" kemudian masuk ke dalam 30 besar paper terbaik dari total 80 peserta dari 26 negara yang berbeda.

Buah dari Pembelajaran yang Sesungguhnya

Bagi mereka, pengalaman mengikuti konferensi IGSC ini merupakan pembelajaran yang sangat berharga. Palgu menambahkan, "Kami jadi tahu karakter peneliti-peneliti di luar negeri itu sangat kritis dan rasa ingin tahu mereka kuat. Kritis mereka itu membangun, mengkritisi dan memberi solusi. Mereka menjelaskan kekurangannya dimana, lalu memberi saran yang lebih baik."

Menurut Palgu, sebetulnya banyak mahasiswa yang mampu dan memiliki ilmu yang cukup untuk mengikuti kegiatan-kegiatan seperti ini. Hanya saja, kebanyakan dari mereka malas untuk membagikan ilmunya dalam bentuk tulisan baik berupa paper, jurnal ilmiah atau yang lainnya. Ia menegaskan, "Jangan malas nulis, sharing ilmu itu penting. Diskusi itu nggak akan membuat kita lebih bodoh karena ketika berdiskusi kita justru akan mendapat masukan yang lebih baik. Lalu open minded itu juga penting, jangan cepet berbangga diri hanya karena kita hebat di sini. Kita masih harus terus belajar karena di luar sana masih banyak orang-orang yang lebih hebat dari kita."

Sedangkan menurut Indira sendiri, yang paling berkesan baginya selama mengikuti rangkaian kegiatan ini adalah dari teman-teman baru yang ia dapat. "Aku merasa mendapat teman-teman yang sangat unik cara berpikirnya, aku merasa sangat dibimbing oleh mereka mulai dari sudut pandang akademik maupun non akademik. Dan yang paling berkesan adalah meraka benar-benar menghargai budaya masing-masing negara, bahkan kami sampai bertukar kerajinan tangan. Aku memberi mereka batik dan mereka memberiku kerajinan khas negara mereka. Sampai sekarang pun kami masih sering berhubungan, karena umurku yang lebih muda mereka bahkan memberiku saran tentang internship apa yang seharusnya aku ambil setelah lulus nanti," ungkapnya.

"Intinya sih jangan takut mengeksplor diri, jangan membatasi diri kita dengan keterbatasan yang kita miliki dan teruslah berkarya!" tutup Indira.