The Backstage: Bangun Bisnis dari Masalah
Oleh Bayu Rian Ardiyansyah
Editor Bayu Rian Ardiyansyah
"Di sini kami bukan hanya ingin menantang mahasiswa ITB untuk bisa membuat bisnis teknologi, tapi tujuan yang kami tekankan adalah kemampuan mahasiswa dalam menjawab permasalahan yang ada di masyarakat," tutur Isti Raafaldini Mirzanti selaku dosen pengajar mata kuliah Bisnis Berbasis Teknologi. "Mahasiswa harus bisa memberikan nilai tambah, sehingga tidak hanya berbisnis dengan berorientasikan pada keuntungan semata," tambahnya.
Sesuai dengan tema yang diangkat, acara kali ini mengundang praktisi bisnis start-up yang berusaha mengubah cara kerja pasar yang telah ada dengan inovasi baru yang bisa membuat hidup orang lebih baik. Awalnya, Marshall melihat bahwa saat ini masyarakat mempunyai pilihan yang sangat terbatas dalam berbelanja produk furnitur. Variasi produk yang rendah, harga yang tidak terjangkau, dan kualitas produk yang tidak terjamin menjadi sederet masalah yang seringkali dihadapi masyarakat umum saat berbelanja produk furnitur. Akhirnya, Marshall pun berusaha menjawab permasalahan tersebut dengan mendirikan Fabelio.com yang menjadi situs e-commerce khusus furnitur pertama asli Indonesia. Menariknya, start-up ini juga mengkolaborasikan antara desainer lokal dan pengrajin furnitur dari Jawa Tengah.
"Sudah seharusnya kita memang melihat sebuah masalah justru sebagai peluang. Inilah hal yang perlu dicatat ketika kita akan memulai sesuatu, yaitu lihat apa masalah yang ada di sekeliling kita yang perlu diselesaikan dan ambil itu sebagai peluang bisnis," jelas Putri menyimpulkan pengalaman yang diceritakan Marshall.
Kunci Memilih Co-founder
Dalam acara kali ini, Marshall yang juga alumni SBM-ITB ini menuturkan bahwa kunci awal dalam mendirikan start-up adalah memilih co-founder yang tepat. Pada dasarnya, sebuah bisnis tidak bisa dijalankan seorang diri, oleh karena itu diperlukan co-founder yang siap untuk menjalankan bisnis yang akan dibangun. "Yang paling penting adalah visi. Jadi, co-founder yang kita pilih harus mempunyai visi yang sama dengan kita agar apapun yang terjadi pada bisnis kita nantinya, mereka tetap siap menjalaninya bersama. Selain itu, co-founder juga harus bisa mengisi kekurangan kita," tutur Marshall.