Trotoar dan Pejalan Kaki Mempunyai Peranan Penting Bagi Sebuah Kota

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

*Dr. RM. Petrus Natalivan Indradjati ST. MT., (kanan) saat talkshow bersama Radio Elshinta Bandung, Senin (10/9/2018).

BANDUNG, itb.ac.id -- Trotoar sebagi jalur pedestrian untuk para pejalan kaki mempunyai peranan penting dalam sebuah kota. Keberadaan pejalan kaki bahkan bisa menjadi indikator sebuah kota layak ditinggali atau tidak. Hal tersebut disampaikan Dr. RM. Petrus Natalivan Indradjati ST. MT., dari Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB dalam talkshow bersama Radio Elshinta Bandung bertemakan "Trotoar, Hak Pejalan Kaki yang terabaikan", Senin (10/9/2018).

"Ada ahli yang mengatakan begini, melihat kota bagus atau tidak lihatlah kehidupan di jalan-jalannya. Jadi kalau di jalan-jalannya tidak karuan, maka kota itu sebetulnya gak karuan, artinya adalah jalan itu bukan merepresentasikan sistem transportasi saja tapi juga kehidupan sosial ekonomi kota itu sebenarnya," ungkapnya.

Dr. Petrus menerangkan, berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan mengenai trotoar di Kota Bandung, ada beberapa hal menarik ditemukan. Berdasarkan teori seharusnya fasilitas yang baik dan menarik akan mendorong orang untuk melakukan aktivitas fisik termasuk olahraga dan jalan kaki. Namun di beberapa trotoar yang sudah direvitalisasi ternyata masih sepi dari pejalan kaki. Hal itu menunjukkan bahwa fasilitas saja tidak cukup untuk membuat orang berjalan kaki.

"Ternyata variabel-variabel fisik atau desain tidak cukup berkontribusi orang untuk berjalan kaki. Justru variabel dominan itu sosial-ekonominya, ternyata ada kelompok masyarakat dengan terpaksa berjalan kaki karena kondisi ekonomi, misalnya tidak punya kendaraan," katanya.

Dia melanjutkan, berdasarkan penelitian di daerah Braga, Astana Anyar, Sarijadi dan Margahayu, ditemukan kesimpulan menarik lagi bahwa masyarakat melakukan kegiatan jalan kaki, ketika dia sudah mendapatkan vonis kesehatan dari dokter. Misalnya jika tidak melakukan aktivitas gerak maka sakitnya semakin parah.

"Itu menjawab mengapa terjadi trotoar yang sudah diperbaiki tapi tidak ada yang digunakan untuk berjalan kaki. Artinya tidak cukup menyediakan fasilitas berjalan kaki di sekitar kita tapi kita juga harus mengembangkan variabel yang lain," katanya.

Dia mengatakan, fenomena menarik lainnya yang ditemukan di Kota Bandung misalnya orang kalau sudah punya kendaraan roda dua, bepergian jarak 100 meter saja harus memakai motor. Sementara hasil penelitian di WHO dan Kementrian Kesehatan Indonesia, menyatakan bahwa penyakit yang disebabkan kurangnya aktivitas fisik semakin meningkat dan berkontribusi pada prosentase penyebab orang meninggal.

"Jadi seperti penyakit jantung, obesitas, diabetes dan seterusnya ada gejala yang semakin meningkat karena kurang aktivitas fisik. Ini mestinya yang harus disadari oleh masyarakat kita. bahwa aktivitas fisik seperti jalan kaki harus jadi bagian penting. Porses penyadaran masyarakat itu hal menarik," ucapnya.

Menurutnya, harus ada perubahan pola pikir di masyarakat. Berjalan kaki harus menjadi bagian hidup bukan lagi menjadi kebutuhan. Beberapa kota di luar negeri sistemnya dirancang memaksa warganya berjalan kaki. "Karena semakin orang sibuk semakin tidak punya waktu untuk berolahraga. Salah satu caranya ialah tanpa sadar dibuat sedemikian rupa untuk dipaksa berjalan kaki, dari stasiun ke kantor, dan seterusnya," pungkasnya.