3 Mahasiswa ITB Inisiasi Pengelolaan Sampah Organik dengan Maggot di Dago, Kota Bandung

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh

Kiri ke kanan: Muhammad Aufa Rahdi Sirait, Seranti Ninan Nury, dan Hasna Khadijah, mahasiswa ITB yang menginisiasi pengelolaan sampah organik dengan maggot BSF di Dago, Kota Bandung. (Dok. pribadi)

BANDUNG, itb.ac.id – Tiga mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) menginisiasi program pengelolaan sampah organik dengan maggot Black Soldier Fly (BSF). Mereka adalah Muhammad Aufa Rahdi Sirait, Hasna Khadijah, dan Seranti Ninan Nury. Program yang mereka kerjakan bekerja sama dengan Komunitas Cika-cika: pegiat lingkungan, kesenian, dan kebudayaan Sunda.

Pada tahun 2023, saat seluruhnya masih menjadi mahasiswa aktif di Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL), mereka mengikuti “Ideathon Inovasi Sosial S2Cities 2023: Muda Urun Ide untuk Kota Bandung”. Dalam gelaran yang diadakan World Resources Institute (WRI) Indonesia itu, ketiganya yang tergabung dalam tim Amreta, menjadi pemenang kedua dengan fokus pada topik pengelolaan sampah organik dengan maggot BSF.

Pengangkutan sampah organik ke Imah Maggot Bantaran. (Dok. pribadi)

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2022, mereka melihat komposisi sampah dominan adalah sampah sisa makanan dan mayoritas berasal dari rumah tangga. Mereka pun merumuskan solusi berupa pengelolaan sampah organik dengan maggot BSF di rumah maggot, yang kemudian diberi nama Imah Maggot Bantaran.

Imah Maggot Bantaran. (Dok. pribadi)

Imah Maggot Bantaran ini berada di RT 04, RW 03, Dago Pojok, Kecamatan Dago, Kota Bandung. Kegiatan pengelolaan sampah di Imah Maggot Bantaran sudah dimulai sejak Januari 2024 hingga saat ini dengan total sampah sisa makanan yang diolah hampir 1 ton. Jauh sebelum itu, pada tahun 2023, tim Amreta sudah melakukan perencanaan dan berdiskusi langsung kepada praktisi dan komunitas untuk pengelolaan sampah organik ini.

Program pembangunan dan peralatan Imah Maggot Bantaran mendapat dukungan dari WRI Indonesia. Sementara untuk perencanaan program didukung The Local Enablers. Dalam prosesnya, tim Amreta berkolaborasi dengan tokoh dan masyarakat setempat.

Tim Amreta mengadakan syukuran pembangunan Imah Maggot Bantaran bersama komunitas-komunitas di Sungai Cikapundung. (Dok. Pribadi)

Imah Maggot Bantaran berfokus pada pengelolaan sampah sisa olah dapur (SOD) dari masyarakat sekitar. Saat ini sudah lebih dari 50 kepala keluarga yang mengikuti pengelolaan sampah sisa makanan tersebut.

Sebelum ke tahap pengelolaan sampah dengan maggot, masyarakat diberikan edukasi pemilahan sampah di rumah, beragam manfaat maggot BSF, serta diberikan ember 5 liter sebagai wadah khusus sampah organik.

Tim Amreta mengunjungi langsung warga untuk sosialisasi pemilahan sampah dari rumah dan pengolahan sampah dengan maggot BSF. (Dok. pribadi)

Hasna Khadijah mengatakan, maggot ini tidak menyebarkan penyakit dan seluruh siklusnya dapat bermanfaat. Adapun sampah organik yang jumlahnya tinggi merupakan pakan bagi maggot BSF itu sendiri. Larva BSF sendiri bisa makan sampah organik 1-3 kali berat badannya sendiri.

"Kami sharing manfaat dari maggot BSF dan apa saja manfaat dengan bergabung ke program ini, seperti sampah diolahkan dan tidak dipungut biaya. Kami juga menyediakan wadah ember 5 liter yang dibagikan ke rumah-rumah warga,” ujar Hasna.

Komunitas Cika-cika yang turut serta mengelola Imah Maggot Bantaran. (Dok. pribadi)

Sementara itu, Muhammad Aufa Rahdi Sirait mengatakan, ke depannya, produk-produk yang dihasilkan dari pengolahan sampah organik dengan menggunakan maggot BSF seperti maggot dan kasgot akan dimanfaatkan untuk kegiatan masyarakat sekitar, seperti kegiatan Urban Farming (Buruan Sae) yang sudah berjalan di RT yang sama, menjadi pakan ayam dan perikanan, hingga subtitusi kompos.

Program ini mendapatkan respons yang baik dari masyarakat dan membuktikan bahwa mereka mau terlibat dalam pemilahan sampah. "Dari masyarakat merasa terbantu. Awalnya sampah-sampah tercampur, kemudian disediakan wadah pemilahan dan dijemput ke satu titik penjemputan. Itu membantu dan membuat lingkungan di dalam rumah rapi dan tidak bau," ujar Hasna.

Tempat budidaya maggot BSF di Imah Maggot Bantaran (Dok. pribadi)   

Hasna pun berharap program ini dapat menyelesaikan persoalan sampah organik di lingkungan komunitas dan dapat berkelanjutan.

Seranti Ninan Nury menambahkan, selain dapat menjadi motivasi untuk orang lain, harapannya program ini bisa dilihat hasilnya oleh Pemerintah untuk menjadi alternatif solusi menangani sistem permasalah sampah di Kota Bandung. "Solusi-solusi kecil seperti ini apabila disatukan dan diintegrasikan dengan sistem yang sudah ada dapat menjadi opsi untuk memperbaiki sistem pengelolaan sampah secara keseluruhan di Kota Bandung," ujarnya.