Advisory Board Sharing Session Sekolah Farmasi ITB Bahas Standar dan Orientasi Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id — Advisory Board Sharing Session ke-8 yang dilakukan sebagai seri peringatan lustrum ke-15 pendidikan farmasi ITB menghadirkan narasumber Dr. apt. Amrizal Marzuki, M.Kes., MARS.

Ia adalah Ketua Pengurus Pusat Himpunan Seminat Farmasi Rumah Sakit (HISFARSI) yang juga aktif di Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. Dimoderatori oleh dosen Sekolah Farmasi ITB, Dr. apt. Pratiwi Wikaningtyas, acara tersebut hadir dengan tema ‘Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit’ (16/7/2022).

Dalam sesi tersebut, Amrizal menjelaskan bahwa pelayanan kefarmasian di rumah sakit berfokus pada pasien dalam penjaminan mutu yang dihadirkan melalui kerja kolaboratif antarprofesi. Berbagai regulasi dan pelayanan teknis diarahkan untuk mencapai standar dan konsep ‘patient safety’.

“Pada proses pelayanan kefarmasian di rumah sakit terutama yang terkait dengan obat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain tentang pengendalian penggunaan obat yang meliputi asesmen pasien, peresepan, pemberian obat, pemantauan, dan follow up, serta penjaminan ketersediaan obat dalam bentuk penyiapan obat,” ungkap Amrizal.

Standar pengorganisasian sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat dikelola untuk memenuhi kebutuhan pasien sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, elemen pokok yang menjadi kunci adalah regulasi, izin, kajian, dan sumber informasi. Elemen-elemen ini nantinya akan mendorong rumah sakit untuk menetapkan dan menerapkan formularium yang digunakan untuk permintaan obat. Obat dalam formularium harus selalu tersedia di rumah sakit sebagai salah satu sistem penjaminan mutu yang ada.

Dalam hal ini, Amrizal menambahkan bahwa rumah sakit harus menetapkan dan menerapkan regulasi penyimpanan obat dengan benar dan aman sesuai standar yang berlaku. Kriteria tempat penyimpanan yang baik harus dapat memenuhi aspek keamanan dan stabilitas suhu, kelembaban, dan cahaya. Selain penyimpanan konvensional, rumah sakit juga harus memperhatikan regulasi pengelolaan obat atau produk yang membutuhkan penanganan khusus seperti obat dan bahan berbahaya, radioaktif, obat penelitian, produk nutrisi parental, dan sebagainya.

Lebih lanjut, Amrizal menjelaskan, “Penyimpanan obat-obat khusus dapat digolongkan menjadi empat kategori yaitu Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), elektrolit konsentrat dan elektrolit konsentrat tertentu, serta obat emergensi. Peraturan yang menaungi hal ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001.”

Sebagai fungsi penunjang dalam pelayanan pasien, rumah sakit juga harus menerapkan rekonsiliasi obat saat pasien masuk rumah sakit maupun berpindah unit pelayanan. Hasil rekonsiliasi obat ini kemudian akan didokumentasikan dalam rekam medik. Pasien kemudian akan diberikan obat sesuai rekam mediknya melalui serangkaian metode penyiapan. Proses penyiapan melibatkan staf yang kompeten dan berwenang dalam telaah informasi klinis sebelum obat benar-benar diserahkan kepada pasien.

“Pengkajian resep harus dilakukan dengan telaah sebelum obat itu disiapkan. Apabila ditemukan masalah terkait obat harus segera dikonsultasikan dengan dokter penulis resep. Tahapan yang dilakukan dalam hal pengkajian resep meliputi proses administrasi, farmasetika, dan tahap klinis,” ujar Amrizal.

Pemberian obat oleh staf dilakukan setelah proses verifikasi data administratif yang biasanya meliputi identitas pasien, nama obat, dosis, dan waktu pemberian. Selain itu, pasien hendaknya juga diberi informasi secara umum tentang obat yang diberikan. Sebagai tindak lanjut dari pemberian obat, staf rumah sakit harus melakukan pemantauan terapi obat secara kolaboratif. Hal ini dilakukan melalui pelaporan efek samping obat serta analisis laporan untuk meningkatkan keamanan penggunaan obat.

Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)