Alumni Rekayasa Hayati ITB Ungkap Potensi Energi Masa Depan di Acara BE Fest
Oleh Anggun Nindita
Editor Anggun Nindita
JATINANGOR, itb.ac.id — Kelompok Keilmuan Agroekologi dan Teknologi Bioproduk Institut Teknologi Bandung (KK ATB ITB) menyelenggarakan event Bio Engineering (BE) Fest pada Kamis (16/11/2023) di ITB Kampus Jatinangor.
Dalam acara BE Fest tersebut, salah satu yang dibahas adalah mengenai bionenergi, yang merupakan salah satu sumber energi di masa depan. Materi itu dibawakan oleh seorang alumni Rekayasa Hayati, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB, Maryam Azizah, S.T.
Maryam kini berkarir sebagai konsultan di Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ). Dalam kesempatan ini, dia memberikan gambaran luas mengenai potensi pemanfaatan biomassa sebagai sumber bioenergi di Indonesia. Pada pemaparannya, dia membahas tantangan dan peluang dalam menghadapi transformasi energi menuju sumber yang lebih berkelanjutan.
Dia menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan bioenergi di Indonesia. Salah satunya adalah dukungan regulasi yang diperlukan untuk memastikan kelayakan ekonomi dari pemanfaatan biomassa dan biogas. Selain itu, dia juga menyinggung mengenai kontrak jangka pendek untuk skema daya berlebih sebagai persyaratan utama dalam proyek-proyek bioenergi.
Lebih jauh, Maryam memberikan gambaran mengenai tantangan teknis dan internal, seperti keterbatasan lahan untuk pengolahan sampah, pasokan bahan baku yang tidak stabil, dan lokasi pabrik yang jauh dari jaringan listrik terdekat.
Selain itu, tantangan finansial dan kebutuhan akan insentif fiskal dan non-fiskal juga menjadi poin kunci yang disoroti dalam presentasinya.
Tak hanya itu, dia juga menjelaskan peran vital bioengineer dalam menghadapi tantangan energi terbarukan. Mata kuliah yang relevan bagi para bioengineer, seperti neraca massa dan energi, ekonomi teknik, dan teknologi bioproduk berbasis tumbuhan, menjadi fokusnya. Maryam menyoroti peran bioengineer sebagai konsultan, peneliti, dan pendidik yang bertanggung jawab untuk merancang dan mengimplementasikan solusi di bidang bioenergi.
Tak hanya itu, Maryam Azizah juga menyuguhkan informasi tentang target energi terbarukan di Indonesia. Ia menyoroti sektor energi sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di Indonesia dan menjelaskan target berkurangnya emisi gas rumah kaca berdasarkan Enhanced Nationally Determined Contributions (NDCs) untuk tahun 2030.
Dalam rangkaian presentasinya, Konsultan GIZ tersebut menjelaskan, agro-industri menghasilkan produk sampingan yang sangat berpotensi untuk diolah menjadi bioenergi.
“Contohnya seperti industri kelapa sawit yang menghasilkan produk sampingan serat, cangkang, dan tandan kosong dapat digunakan sebagai bahan baku padat dalam boiler untuk menghasilkan listrik dan uap,” ujarnya.
Kemudian dia pun menyebutkan bahwa limbah cair pabrik kelapa sawit (palm oil mill effluent) dapat dimanfaatkan melalui proses anaerobik untuk menghasilkan biogas, yang dapat ditingkatkan menjadi biometana.
Selain kelapa sawit, pemanfaatan produk sampingan sebagai sumber bioenergi juga ditemukan di berbagai industri, termasuk pabrik gula, pabrik kayu, peternakan, serta pulp dan kertas. Tidak hanya memberikan paparan teoritis, Maryam juga memaparkan contoh nyata penerapan biomassa sebagai sumber energi di industri barang konsumen yang bergerak cepat (fast-moving consumer goods). Ia menyebutkan operasional boiler biomassa di PT Nestle dan pemanfaatan biomassa untuk pemanasan dan pendinginan di berbagai perusahaan sebagai contoh sukses.
Dia pun menekankan potensi pemanfaatan biomassa agroindustri sebagai sumber bioenergi di Indonesia. Ia juga menggambarkan tantangan dan peluang dalam mengimplementasikan proyek-proyek bioenergi di Indonesia.
Acara BE Fest berhasil menciptakan ruang diskusi yang sangat bermanfaat bagi mahasiswa dan masyarakat umum. Maryam Azizah berhasil memberikan inspirasi dan wawasan yang berharga, serta mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama mengatasi tantangan dalam mewujudkan potensi bioenergi di Indonesia.
Reporter : Ardiansyah Satria Aradhana (Rekayasa Pertanian, 2020)