Tim Pengabdian Masyarakat SITH ITB Manfaatkan Lalat Tentara Hitam untuk Pengolahan Limbah Organik

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

*Sumber foto: research gate

BANDUNG, itb.ac.id—Melalui program Pengabdian Masyarakat LPPM ITB, Tim Riset SITH ITB dari Kelompok Keilmuan Agroteknologi dan Teknologi Bioproduk melakukan eksplorasi pemanfaatan limbah organik hasil aktivitas pertanian di Desa Mekarsaluyu, Bukit Sandy, Bandung. Pengabdian masyarakat kali ini dilakukan dengan judul “Biokonversi Limbah Panen Sayuran oleh Lalat Tentara Hitam (Hermentia illucens L.)” yang diketuai oleh Khairul Hadi Burhan, S.T., M.T., dan “Lindi Hasil Biokonversi Limbah Sayuran oleh Lalat Tentara Hitam (Hermentia illucens L.) untuk Nutrisi Hidroponik Sayuran” yang diketuai oleh Indrawan Cahyoadilaksono, S.T., M.Ag.Sc., dengan melibatkan beberapa mahasiswa Rekayasa Pertanian SITH ITB.

Aktivitas pertanian merupakan salah satu sumber limbah organik yang cukup besar. Bila tidak dikelola, sampah organik yang membusuk dapat membuat ketidaknyamanan pada lingkungan sekitar, sekaligus menjadi vektor dari berbagai penyakit yang dapat mengancam kesehatan manusia. Untuk membantu proses dekomposisi dari limbah organik dan mengubahnya menjadi pupuk, diperlukan dekomposer alami.

*Pengabdian ini telah dipublikasikan di rubrik Rekacipta Media Indonesia edisi 31 Mei 2022.

Baca tulisan selengkapnya: Faedah Lalat Tentara Hitam

Larva dari lalat tentara hitam (Hermetia illucens L.) yang dikenal sebagai maggot Black Soldier Fly (BSF) merupakan salah satu dekomposer limbah organik yang sering dijumpai di daerah beriklim tropis. Selain BSF memenuhi kebutuhan energinya pada masa larva dan tidak akan makan pada fasa dewasa, BSF juga tidak memiliki peran sebagai agen bibit penyakit. Pengolahan sampah organik menggunakan BSF dapat dilakukan dengan waktu yang singkat dan bau yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan pembusukan secara alami.

Satu siklus lalat BSF sekitar 5-6 minggu. Setelah menetas, larva kecil dapat diberi pakan ayam dengan kadar air 1:1, kemudian dapat diaplikasikan ke limbah organik yang telah dicacah lebih kecil. Pencacahan limbah organik dilakukan agar larva dapat mengonsumsi limbah dengan lebih mudah, yang dengan begitu, air lindi yang dihasilkan juga lebih banyak. Perkembangan larva kecil ke larva besar membutuhkan waktu sekitar 2-3 minggu yang waktu tersebut juga merupakan waktu yang efektif untuk mengolah limbah organik.

Siklus hidup baru LTH diregenerasi dengan terbentuknya pupa pada larva, sedangkan larva yang telah menjadi prepupa dijadikan pakan. Setelah itu, lindi yang ditampung dapat digunakan sebagai pupuk cair pada tanaman hidroponik. Penggunaan lindi dapat mengurangi pengeluaran operasional dalam pengelolaan kebun hidroponik karena mampu menekan kebutuhan akan nutrisi AB mix sebesar 40%.

Kegiatan dimulai dengan membangun kandang BSF, greenhouse hidroponik, dan kandang bebek. Pengolahan limbah dimulai dengan mengumpulkan limbah organik berupa buah dan sayuran dari kawasan pertanian, kemudian diolah dengan BSF sehingga menghasilkan cairan lindi dan biomassa larva BSF yang dapat dipergunakan sebagai pakan bebek.

Dalam diskusi pada sosialisasi pengabdian masyarakat yang dilakukan, Dr. Agus menyatakan apabila teknologi ini diterapkan, tentunya akan memberikan keuntungan yang lebih di sisi ekonomi. Salah satu praktisi ikut menambahkan bahwa kunci utama dari pengelolaan limbah organik ini adalah tidak mudah jijik pada larva ataupun sampahnya, tidak mudah bosan, dan terus bersabar dalam menjalani prosesnya hingga mendapatkan hasil yang diinginkan.

Harapannya, kegiatan ini bisa menjadi pelopor dan menumbuhkan semangat dalam penerapan teknologi biokonversi dengan bantuan BSF, serta dapat memberikan dampak yang baik terhadap kesejahteraan lingkungan pada kalangan petani.

Reporter: Najma Shafiya (Teknologi Pascapanen, 2020)