Angkat Kearifan Lokal dari Langit Timur: Perjalanan Angelica Maureen Elti Temukan Makna Belajar di NTT

Oleh Dina Avanza Mardiana - Mahasiswa Mikrobiologi, 2022

Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

Angelica Maureen Elti seusai acara Wisuda di Sabuga ITB (Dok. Angelica Maureen Elti)

BANDUNG, itb.ac.id - Angelica Maureen Elti, wisudawan Program Studi Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB), menjadi salah seorang perwakilan wisudawan dalam upacara Wisuda Oktober 2025 pada Kamis-Jumat (23-24/10/2025) di Sasana Budaya Ganesa (Sabuga) ITB. Di balik senyum yang ia tampilkan di panggung, tersimpan kisah perjalanan panjang dan penuh pembelajaran yang  dijalaninya selama studi di ITB, terutama melalui tugas akhirnya di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Perjalanan Angelica menuju ITB bermula saat pandemi. Saat itu, ia sempat mempertimbangkan untuk melanjutkan studi ke luar negeri, namun situasi yang tidak menentu membuatnya memutuskan tetap menempuh pendidikan di Indonesia.

“ITB waktu itu menjadi satu-satunya pilihan yang pasti. Saya merasa ini adalah jalan yang terbuka untuk saya,” kenangnya. Sejak awal, ia sudah menetapkan hati untuk mengambil Desain Produk, jurusan yang menurutnya mampu menggabungkan minatnya pada seni dengan keinginan untuk memberi dampak sosial.

“Dari dulu saya tertarik dengan bidang seni dan pekerjaan kreatif, tapi saya juga melihat bahwa desain produk bisa lebih dari sekadar membuat barang. Desain bisa menyelesaikan masalah sosial dan lingkungan. Itu yang bikin saya yakin untuk masuk Desain Produk ITB,” ujarnya.

Angelica Maureen Elti saat menyampaikan pidato wisuda sebagai perwakilan wisudawan. (Dok. Humas ITB)

Sejak awal kuliah, Angelica dikenal sebagai mahasiswa yang memiliki minat kuat terhadap budaya dan kearifan lokal. Ketertarikannya tumbuh sejak masa SMA ketika ia mengenal sosok Dicky Senda, seorang aktivis asal Mollo, NTT, yang menggerakkan masyarakat melalui kreativitas dan pangan lokal. “Sejak mengenal beliau, saya punya mimpi bahwa saya juga bisa berkontribusi lewat desain produk untuk isu sosial dan budaya,” ujarnya.

Kesempatan untuk mewujudkan mimpi itu datang ketika seorang dosen menawarkan proyek penelitian di NTT terkait pembangunan Observatorium Nasional Timau. Tanpa berpikir panjang, Angelica memutuskan untuk ikut serta.

Lica saat sedang melakukan Workshop di Desa Fatumonas, NTT. (Dok. Angelica Maureen Elti)

“Waktu itu saya langsung bilang iya, karena saya memang ingin ke NTT,” tuturnya. Meski awalnya tidak tahu pasti perannya dalam proyek tersebut, ia memberanikan diri berangkat dan beradaptasi dengan cepat. Di tengah perjalanan ia harus menyesuaikan diri ketika dosennya tiba-tiba sakit, sehingga ia turun langsung berinteraksi dengan masyarakat setempat, termasuk kepala desa dan camat.

Pengalaman di NTT membuka pandangan baru bagi Angelica tentang makna belajar dan berinteraksi dengan masyarakat. Selama dua minggu tinggal bersama warga, ia melakukan studi etnografi untuk memahami hubungan antara masyarakat dan pengetahuan tradisional tentang bintang. “Saya belajar banyak dari warga di sana. Mereka mengajarkan saya bagaimana menentukan waktu panen dengan melihat posisi bintang. Hal sederhana itu sangat berharga,” ceritanya.

Dari proses tersebut, lahirlah tugas akhir yang mengangkat pengetahuan etnoastronomi melalui aktivasi budaya tutur masyarakat lokal. Menurut Angelica, penelitian itu mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan tidak hanya ditemukan di ruang kuliah, tetapi juga di kehidupan nyata masyarakat. “Saya belajar bahwa kuliah di ITB bukan membuat saya jadi lebih pintar, tapi membuat saya belajar untuk lebih rendah hati dan mau mendengarkan,” ungkapnya.

Ia menyebut pengalaman di NTT sebagai titik balik dalam perjalanan studinya di ITB. Di sana, ia menemukan makna bahwa pendidikan sejati bukan hanya soal kemampuan akademik, tetapi tentang membangun empati dan pemahaman terhadap kehidupan. “Bagi saya, perjalanan ini adalah school of life. Saya belajar banyak hal yang tidak pernah saya temui di kampus,” ucapnya.

Lica saat sedang melakukan studi etnografi di Desa Fatumonas, NTT (Dok. Angelica Maureen Elti)

Angelica menyampaikan pesan bagi mahasiswa ITB yang masih berjuang menyelesaikan studinya. Ia mengajak mereka untuk menikmati setiap proses dan tantangan yang dihadapi. “Proses studi itu bukan sekadar untuk mendapatkan nilai atau tanda tangan dosen. Justru dari proses gagal dan tersesat itu kita belajar hal yang paling bermakna,” katanya.

Angelica menorehkan kisah inspiratif yang menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan dan kearifan lokal dapat berjalan beriringan. Dari sebuah institusi di Bandung hingga desa di NTT, ia membuktikan bahwa desain bukan hanya soal mencipta karya, tetapi juga menjembatani manusia dengan nilai-nilai kemanusiaan dan budaya.

#itb berdampak #kampus berdampak #itb4impact #diktisaintek berdampak #profil #mahasiswa berprestasi #prestasi mahasiswa #sdg 4 #quality education #sdg 10 #reduced inequalities #sdg 11 #sustainable cities and communities #sdg 17 #partnerships for the goals