Arboretum ITB: Hutan Koleksi dan Konservasi Kampus ITB Jatinangor

Oleh Cintya Nursyifa

Editor Cintya Nursyifa

JATINANGOR, itb.ac.id - Rekayasa Kehutanan, sebuah keilmuan baru di ITB yang tumbuh selaras dengan meningkatnya urgensi terhadap kawasan hijau bagi umat manusia dewasa ini. Tak lengkap rasanya bila sebuah kampus dengan Program Studi Rekayasa Kehutanan tidak memiliki miniatur hutannya sendiri. Arboretum ITB, istilah yang tepat untuk menggambarkan sebuah ruang terbuka di kawasan ITB Jatinangor yang ditanami sedikitnya 2000 pohon dari berbagai varietas. Areal ini mengemban fungsi utama sebagai sarana edukasi terintegrasi dengan berbagai peran penting lainnya. Keberadaan Arboretum di kampus ITB Jatinangor juga menjadi manifestasi master plan ITB dalam memenuhi syarat ruang terbuka hijau yang memadai dalam sebuah kampus.

Untuk Konservasi, Koleksi, dan  Edukasi
Inovasi seakan tak pernah habis untuk menjawab setiap visi dan misi kampus ini. Bukan sekedar solusi, Arboretum juga dirancang secara multifungsi sesuai dengan konsep cluster yang diusung. Flora yang ditanam pun ditempatkan dalam suatu konsentrasi sesuai spesies dan varietasnya.  Konsep kluster ini diupayakan sebagai bentuk keterjagaan benih yang murni. Selain itu, konsep kluster diperuntukkan pula bagi beberapa kepentingan yaitu, pendidikan, penelitian bagi mahasiswa, konservasi genetic dengan spesifikasi sumber yang valid, dan sebagai sumber benih.  Arboretum sendiri telah ada sejak kampus ITB Jatinangor ini berdiri pada tahun 2010. Penanaman pohon pun dimulai sejak tahun 1994 dengan berbagai jenis tanaman yaitu, Gmelina, Surian, Mahoni, dan Kemiri yang teradapat di sekitar Situ 1 serta dilengkapi dengan koleksi pohon Jati di bagian atas Situ 1. Turut serta pula pada rangkaian kegiatan penanaman pohon endemik Jawa Barat yakni Menteri Kehutanan saat itu, Zulkifli Hasan, yang bertepatan pada peringatan hari Bumi 2013. Penanaman kontinu sejak tahun 2012 ini memprioritaskan tanaman langka.
"Arboretum itu koleksi pohon yang dikenalkan John Claudius pada tahun 1883 kemudian berkembang menjadi botanical garden dan memang tujuan utamanya adalah sarana pendidikan dan penelitian," jelas Yayat selaku Dosen Rekayasa Kehutanan.

Area Arboretum sendiri menjalankan peran sebagai sarana konservasi plasma nutfah, pemberi nilai estetika, peneduh, lahan praktikum bagi prodi Rekayasa Kehutanan, dan sebagai syarat terpenuhi luas lahan terbuka hijau dengan rasio 60% dari suatu kawasan yang sesuai dengan master plan ITB. Berbagai fasilitas yang terdapat di ITB baik gedung maupun ruang terbuka adalah sarana penunjang kebutuhan dalam segala aktivitas perkuliahan. Segala sarana prasarana tersebut didesain dengan mengutamakan peruntukkan dan urgensi kebutuhan akan fasilitas tersebut. Arboretum memiliki fungsi konservasi, koleksi dan estetika. Kedepannya Yayat berharap ada program penebangan pohon inferior sebagai bentuk penjarangan seleksi, karena dikhawatirkan menyerbuki pohon induk superior yang menyababkan kualitas benih menurun.


Sebagai sarana yang sangat dibutuhkan kelestariannya, pengurus secara rutin mengadakan perawatan seperti pembabatan di daerah tertentu dan pembentukan satgas pohon yang sempat diberlakukan guna mengawasi terjadinya kebakaran hutan dan hal-hal berisiko lainnya. Setelah keadaan kondusif seperti saat ini, satgas tersebut tidak lagi diberlakukan. Kendala yang dihadapi, lanjut Yayat, dalam merawat koleksi pohon tersebut adalah saat musim kemarau yang tidak jarang didapati pohon (khususnya pohon muda) rawan mati, namun di sisi lain ketika datang musim penghujan, pohon akan rawan gulma.
Progresif Seiring Dukungan Pemerintah
Kemajuan Arboretum ternyata cukup pesat, beberapa benih pohon telah disertifikasi dalam berbagai tingkatan berdasarkan kualitas oleh Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) UPT Kementrian Kehutanan yang menangani sertifikasi benih tanaman. Tercatat sedikitnya 23 jenis pohon Jati telah tumbuh di kawasan arboretum dan dijadikan sebagai pusat pengembangan Jati. Terintegrasi pula zona pada kawasan Arboretum yaitu vegetasi buah tropika. Pembangunan dan pengembangan Arboretum tidak lepas dari kemitraan ITB dengan berbagai kalangan, khususnya lembaga dari UPT Kementrian Kehutanan seperti BPTH, BKSDA, kemudian Dinas Kehutanan Jawa Barat juga beberapa alumni ITB yang telah banyak berkontribusi dalam penanaman.
Itikad baik kini menuai respon positif, setelah cukup berhasil membuat suatu lahan terbuka hijau, ITB kembali dipercaya dalam melaksanakan peran penting dalam mendukung kemajuan di Indonesia. Kali ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat mempercayakan 10 hektar lahan di kawasan konservasi terpadu Kiara Payung untuk dikembangkan. Lahan berupa lereng dengan kemiringan cukup besar ini ternyata sangat diharapkan untuk dijadikan hutan mengingat kondisi geografisnya yang rawan erosi. Penyerahan lahan ini merupakan bagian dari program Tukar Guling dari aset pemda sebelumnya yang kemudian dikompensasi dengan lahan Kiara Payung tersebut. "Kita buat aktivitas di situ seperti hutan pendidikan, biar menyadarkan masyarakat bahwa daerah miring seperti itu bukan untuk tanam sayur-sayuran, sayuran itu merusak kontur tanah. Seperti pada halnya kita menanam singkong, tanahnya akan menjadi tandus," tutur Taufikurrahman, Wakil Direktur Eksekutif ITB Kampus Jatinangor. Tidak lupa juga, ITB dalam berkontribusi bagi terciptanya lingkungan hidup yang lebih baik, melibatkan himpunan-himpunan mahasiswa di kampus ITB Jatinangor.