Astronomi ITB: Pengamatan Bulan Sabit Muda Sebagai Tanda Awal Syawal 1435 H
Oleh Syardianto
Editor Syardianto
Dalam peredarannya mengelilingi bumi dan matahari, bagian bulan yang terkena cahaya matahari senantiasa berubah. Saat bulan memiliki bujur ekliptika yang sama dengan matahari, akan terjadi konjungsi (ijtima') yang ditandai dengan menghilangnya bulan jika dilihat dari bumi. Tak lama setelah konjungsi tersebut, bulan bergeser dan sebagian kecil dari bulan mulai terkena sinar matahari. Pada saat itulah, dari bumi akan terlihat bulan sabit yang sangat tipis. Konjungsi (ijtima') bulan ini terjadi pada Minggu (27/07/14) pukul 05.42 WIB. Sehingga pengamatan bulan sabit muda dilakukan pada hari tersebut sejak pagi hingga bulan terbenam. Pengamatan ini bertujuan untuk mendapatkan data gambar yang nantinya dapat digunakan untuk menghitung visibilitas bulan sabit di Indonesia.
Pada saat melakukan pegamatan, diperoleh bahwa ketinggian bulan di Indonesia berkisar antara 2 hingga 5 derajad di atas cakrawala pada saat matahari terbenam. Karena matahari terbenam lebih cepat di Indonesia bagian timur, maka semakin ke timur posisi bulan akan semakin rendah (semakin sulit terlihat). Kesuksesan pengamatan ini sangat bergantung pada cuaca dan kondisi atmosfer. Oleh karena itu, Observatorium Bosscha akan melakukan pengamatan di lokasi yang diperkirakan memiliki cakupan awan dan uap air sedikit serta peluang cerah tinggi di beberapa lokasi seperti: 1) Observatorium Bosscha, Lembang, Jabar; 2) Pantai Gebang, Madura, Jatim; 3) Atap mall GTC, makassar, Sulawesi Selatan; 4) Waingapu, Sumba, NTT; 5) Seberang rumah jabatan Bupati Kupang, NTT.
Alat yang digunakan untuk pengamatan adalah teleskop refraktor berdiameter minimal 6,6 cm dengan f-ratio 6. Teleskop ini dipadukan dengan kamera video yang sensitif atau kamera DSLR guna menghasilkan medan pandang yang optimal untuk pengamatan bulan. Untuk menaikkan peluang mendeteksi bulan, digunakan sebuah penapis cahaya (filter) di pita I yang masih berada dalam rentang deteksi mata manusia. Dengan filter ini, cahaya langit latar belakang yang berwarna biru akan ditahan sedangkan cahaya kemerahan dari bulan akan diteruskan ke kamera. Namun karena bulan sabit seringkali begitu tipis, perlu dilakukan pengolahan gambar yang dihasilkan dengan cara stacking atau menggabungkan gambar agar bulan tampak lebih jelas dan kontrasnya lebih tinggi sehingga masyarakat tidak kesulitan mengenali bulan sabit pada gambar yang ditayangkan secara online.
Kegiatan pengamatan ini dikoordinasi oleh Kemenkominfo, bekerja sama dengan Observatorium Bosscha ITB, LAPAN, BMKG, UPI, UNILA, UIN SUSKA, UNRAM, Rukyatul Hilal Indonesia, Ponpes Assalaam, Telkom dan Kementerian Agama. Kegiatan pengamatan ini juga didasarkan pada 2 perhitungan yaitu perhitungan Toposentrik dan perhitungan Geosentrik. Perhitungan Toposentrik artinya menganggap pengamatan dipermukaan bumi dan memperhitungkan efek refraksi atmosfer, di Bosscha sendiri pengamatan dilakukan pada ketinggian 1310 m. Sedangkan perhitungan Geosentrik artinya menganggap pengamatan seolah-olah berada di pusat bumi.
Awal Syawal 1435 H
Hasil pengamatan yang didapat oleh Observatorium Bosscha dan lembaga/institusi lain akan dilaporkan oleh yang berwenang dari pihak Kementerian Agama setempat ke Sidang Itsbat di Jakarta untuk menentukan awal Syawal 1435 Hijriah.
Observatorium Bosscha tidak pernah membuat pernyataan tentang kepastian kapan bulan Syawal dimulai. Sebagai institusi penelitian astronomi, Observatorium Bosscha hanya merilis data astronomi, berikut peluang dapat atau tidaknya hilal terlihat. Selanjutnya, Observatorium Bosscha menyerahkan keputusan penentuan awal bulan Syawal kepada pemerintah melalui Kementerian Agama.