Bantu Tekan Permasalahan Sampah di Bandung, Mahasiswa ITB Ciptakan Inovasi Biomate

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita


BANDUNG, itb.ac.id— Kebakaran hebat yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, yang terletak di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, beberapa waktu lalu, sempat menjadi sorotan warga Bandung dan sekitarnya. Bagaimana tidak, api menjalar dengan cepat dan menghanguskan lahan seluas 10 hektar tersebut.

Hal ini terjadi diduga terjadi karena sampah organik dan anorganik bercampur. Sampah organik yang mengalami dekomposisi anaerobik akan menimbulkan bau busuk dan melepaskan gas metana ke atmosfer. Gas ini adalah salah satu penyumbang gas rumah kaca yang berdampak pada pemanasan global.

Adanya permasalahan tersebutlah yang akhirnya mendorong delapan mahasiswa ITB menggagas inovasi bernama Biomate.

Biomate berhasil memenangi ajang Pertamina CoRE ITB (Co-creation Research of Entrepreneurship) 2023 yang diadakan oleh Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK) ITB bekerja sama dengan Pertamina. Delapan mahasiswa yang tergabung dalam Tim Biomate, antara lain Naufal Fahmi Zakiuddin, Bene Genhaq Suseno, Suma Danu Ristianto, Annisa Wulandari, Angel Erwinda Putri Tambun, Muhamad Hilmi Fadhlurohman, Syita Fauziah, dan Pelita Maulida.

“Berangkat dari permasalahan tersebut, kami melihat peluang gas metana bisa dijadikan energi, terutama untuk memasak. Kami menyasar pelaku bisnis food and beverage (FnB). Bisnis FnB merupakan penyumbang sampah organik terbesar kedua setelah rumah tangga. Oleh karena itu, kami menggagas Biomate untuk mengurangi sampah organik yang dihasilkan oleh bisnis FnB dan untuk menghemat pengeluaran gas mereka,” ujar Naufal.

Biomate juga didasari oleh perilaku pelaku bisnis FnB yang mulai sadar untuk mengolah sampah organik, tetapi pengolahan tersebut membutuhkan biaya tambahan dan tidak memberikan manfaat secara langsung untuk bisnisnya. Maka dari itu, Biomate hadir dan menjadi solusi menguntungkan bagi mereka.

Awalnya sampah organik dari restoran dikumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam Biomate. Alat pengolahan sampah ini bekerja dengan memanfaatkan proses penguraian sampah organik sehingga menghasilkan gas metana. Gas metana inilah yang mudah terbakar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk memasak. Residu cairan dan padatan dari proses fermentasinya dapat dijadikan sebagai pupuk tanaman.

“Gas yang terbentuk akan disalurkan dan ditampung ke wadah penampung gas. Apabila konsentrasinya telah lebih dari 50%, maka gas sudah metana sudah bisa digunakan untuk bahan bakar. Kami mengintegrasikan Biomate dengan IoT (Internet of Things) agar setiap tahapan dapat dipantau baik,” ungkap Bene.

Menurut Bene, IoT dapat menjadi salah satu nilai tambah dari Biomate, khususnya sebagai teknologi pemantauan, pemeliharaan, dan analisis proses biogas secara berkelanjutan. Keunggulan lainnya yang dimiliki adalah desain dan ukuran Biomate yang compact, mudah dioperasikan, dan biaya sewa yang lebih murah dibandingkan perangkat biogas konvensional.

Salah satu anggota lainnya, yakni Annisa, berharap agar Biomate ke depannya dapat menjawab juga permasalahan mengenai sampah di Kota Bandung dan sekitarnya. “Para pelaku FnB bisa melakukan pengolahan sampah organik mereka secara mandiri dan menghasilkan alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan serta ramah di kantong," ujar Annisa.

Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)