Bedah Buku “SLW”

Oleh

Editor

BANDUNG, itb.ac.id - Program Studi Arsitektur menerbitkan buku yang berjudul “SLW” pada hari ini (21/5), di Ruang Galeri Labtek IX A. Berjudul inisial Prof. Slamet Wirasonjaya, Guru Besar Arsitektur ITB yang pada bulan ini telah purnatugas, buku setebal 162 halaman ini disusun oleh beberapa sivitas dari Program Studi Arsitektur ITB sebagai bentuk apresiasi terhadap karya dan pengabdian beliau terutama dalam bidang arsitektur lanskap selama lebih dari 40 tahun. Dian Damayanti, ketua dari tim penyusun buku ini bercerita bahwa warna oranye yang memang sengaja dipilih atas kehendak Pak Slamet, panggilan Prof. Slamet Wirasonjaya, sendiri. “’Orange is my color’, begitu ucap beliau,” tutur Dian. Selama 6 tahun penyusunannya, Dian mengaku buku ini tetap saja belum bisa merangkum seluruh pemikiran dan karya seorang SLW. “Mungkin hanya 30% yang bisa terangkum dalam buku ini.” Buku ini dibedah oleh dua orang guru besar ITB yang juga secara pribadi mengenal sosok SLW, kedua guru besar tersebut adalah Prof. Djoko Sujarto dari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, dan Prof. Jusuf Affendi dari Fakultas Seni Rupa dan Desain. Dalam pembahasannya mengenai buku SLW ini, Djoko mengatakan bahwa buku ini sebenarnya tidak perlu dibedah, karena apa yang ada di dalamnya adalah benar adanya. Namun Djoko sedikit mengomentari pemikiran SLW yang visioner, di antaranya adalah keterpaduan ilmu lain dengan ilmu arsitektur lanskap. “Saya rasa yang dari dahulu dipikirkan oleh Pak Slamet baru dipikirkan oleh orang akhir-akhir ini, yakni mengenai keterpaduan 4 bidang ilmu yang menopang sebuah ilmu desain wilayah, yakni architecture, city planning, site planning, dan engineering.” Sedangkan Prof. Jusuf sendiri membahas mengenai pribadi SLW yang kompleks, “Pak Slamet ini selain seorang arsitek, beliau juga adalah seorang seniman, sekaligus penyair.” Beliau pun lalu membacakan kutipan dari puisi SLW yang berjudul “Kebun Cina” dari buku tersebut. Dian mengatakan bahwa buku ini sendiri penyusunannya sebenarnya telah selesai di tengah tahun 2006, “Pada bulan Agustus 2006, buku ini sebenarnya sudah dicetak dalam bahasa Indonesia. Namun karena muncul gagasan supaya buku ini dapat dibaca oleh siapa saja, dan supaya dunia mengetahui bahwa Indonesia memiliki guru besar di bidang Arsitektur yang juga seorang maestro, maka sekarang buku ini dicetak dalam versi dua bahasa.”