Berdayakan Petani, Peneliti ITB Ajak Olah Tomat dengan Teknologi Menjadi Serbuk Likopen

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita

BANDUNG, itb.ac.id – Peneliti dan dosen Institut Teknologi Bandung (ITB), Ir. Pathmi Noerhatini, M.Si., menyosialisasikan teknologi pengolahan tomat menjadi serbuk likopen secara konsisten untuk kesejahteraan petani.

Likopen adalah zat yang memiliki sifat antioksidan dan antiinflamasi. Zat tersebut dapat melindungi sistem saraf dari kerusakan dan peradangan. Likopen terkandung dalam buah seperti tomat, jambu merah, semangka, pepaya, dan anggur. Tomat memiliki likopen tertinggi dengan 9 mg per 100 gram.

Likopen memiliki banyak manfaat, mulai dari mencegah kanker, menurunkan risiko penyakit kardiovaskular, menjaga kesehatan tulang, mencegah kerusakan kulit karena sinar matahari, hingga menjaga kesehatan dan fungsi paru-paru.

   

Ir. Pathmi Noerhatini, M.Si., dari Kelompok Keahlian Ilmu-ilmu Kemanusiaan, beserta tim mengaku prihatin dengan harga tomat yang murah sehingga kesejahteraan petani tidak kunjung membaik. Akibat harga yang murah, para petani pada masa tertentu memilih untuk membuang atau membiarkan tomatnya membusuk. Hal itu terjadi karena ongkos panen lebih besar daripada harga jualnya.

Beliau pun melakukan riset untuk memanfaatkan tomat-tomat tersebut agar dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai jual tinggi.

“Kita perlu teknologi untuk memanfaatkan tomat ini. Kita harus meningkatkan value-nya karena proses mendapatkan likopen berdasarkan literatur cukup mudah,” ujarnya, Selasa (12/12/2023).

Beliau mengatakan, tomat dari petani dapat terus dijual ke pasar. Adapun tomat-tomat lainnya yang harganya turun pada masa panen tertentu dan tidak dimanfaatkan dapat diolah untuk diambil likopennya. Dengan demikian, setiap hasil panen dapat memberikan kesejahteraan bagi para petani.

Untuk mendapatkan 1 kg likopen memerlukan 20 kg tomat. Harga 1 kg likopen dapat dijual dengan harga Rp 200.000 - Rp 300.000 per kilonya. Dengan pola tersebut, petani masih memiliki keuntungan.

Dalam prosesnya, terdapat beberapa hal yang perlu diterapkan agar pemanfaatan tomat tersebut berjalan dengan baik. Dimulai dari teknologi yang bagus namun mudah digunakan petani, penerimaan teknologi oleh petani, mendapatkan respons pasar, dan pemantauan supply chain.

“Apabila proses ini berhasil semua, produksi serbuk likopen dari para petani akan bagus,” ujarnya.

Beliau mengatakan, sudah memiliki SOP agar likopen yang dihasilkan baik. Hal tersebut didukung dengan produksi yang lebih murah daripada kebiasaan penanaman petani pada umumnya. Di antaranya seperti pengurangan dosis pupuk tertentu yang menghemat biaya produksi Rp 5 juta per hektare, penggunaan pupuk kompos, dan sebagainya.

SOP tersebut berdasarkan riset yang dilakukan di laboratorium Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB pada Mei 2023. Dengan SOP tersebut, kadar likopen yang dihasilkan sangat baik.

Saat ini, beliau melakukan demonstrasi SOP di Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Sukabumi.

   

“Produk ini diharapkan dapat digunakan di industri kosmetik, makanan, dan obat-obatan karena likopen sangat dibutuhkan pada produk-produk tersebut. Dalam pelaksanaannya, diperlukan kolaborasi untuk optimalisasi sosialisasi, pelaksanaan, hingga distribusi, baik dari pemerintah, penyuluh, peneliti, hingga petani,” ujarnya.

Dengan adanya program teknologi pengolahan tomat menjadi serbuk likopen ini diharapkan para petani lebih berdaya dan setiap tanaman yang dihasilkannya tidak terbuang.

Reporter: M. Naufal Hafizh

Editor: M. Naufal Hafizh