CEO Polycore Singapore Motivasi Mahasiswa ITB dengan Studium Generale

Oleh Nida Nurul Huda

Editor Nida Nurul Huda

BANDUNG, itb.ac.id-Ratusan mahasiswa ITB dari berbagai program studi menghadiri Kuliah Umum Studium Generale pada Sabtu, (23/11/13). Kuliah Umum tersebut menghadirkan CEO Polycore Singapore, Dr. Sammy Sumargo. Kuliah Umum yang digelar di Aula Barat ITB mengambil tema "Berani Gagal". Selain itu, turut hadir Rosianna Silalahi (Presenter Berita) sebagai moderator Kuliah Umum ini.
Kuliah Umum Studium Generale ini terselenggara atas kerjasama Lembaga Kemahasiswaan ITB (LK ITB) dan Djarum Foundation. Berawal dengan sambutan Suwarno M. S (Djarum Foundation's Chairman of Advice and Repot) yang menjelaskan bahwa sebagian permasalahan bangsa ini akibat dari pendidikan yang belum merata dan tidak maksimal dienyam oleh anak bangsa. Dengan adanya program Djarum Beasiswa, diharapkan dapat membantu permasalahan tersebut.

Selama ini Intelligent Quotient (IQ) diangap sebagai penentu kecerdasan manusia. Lambat laun, muncul EQ (Emotional Quotient) kecerdasan yang bertumpu pada kemampuan berinteraksi dengan orang lain. EQ dianggap sebagai bentuk kecerdasan lain yang patut diperhitungkan selain orang-orang yang memilki IQ tinggi. Namun, kedua kecerdasan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. IQ dapat dihitung secara kuantitatif namun tidak dapat merepresentasikan kecerdasan emosional manusia. Sedangkan EQ belum dapat dihitung secara kuantitatif dan bersifat dinamis.

Sesuai dengan tema kuliah tamu kali ini "Berani Gagal", Dr. Sammy menjelaskan tentang Adversity Quotient (AQ). Belum lama ini, AQ muncul sebagai salah bentuk kecerdasan yang dapat diukur dan merepresentasikan bagian kecerdasan emosional. "Dalam AQ, manusia terbagi sebagai Climber, Camper, Quitter. Tingkatan tersebut dianalogian dengan para pendaki gunung," jelas Sammy. Climber diibaratkan sebagai orang yang selalu optimis, suka tantangan, dan tidak mudah menyerah menghadapi berbagai masalah. Camper adalah orang-orang yang berani menerima tantangan, namun ketika level tantangan tersebut dinaikkan seorang Camper tak mau ambil risiko. Quitter merupakan orang-orang yang tak mau ambil risiko, mudah menyerah, dan merasa tidak bisa menyelesaikan sebuah masalah.

Negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa telah mempertimbangkan AQ sebagai bentuk kecerdasan. AQ dapat dihitung dengan cara sederhana yaitu dengan cara membagikan kuisioner. Dalam kuisioner tersebut terdapat kasus-kasus yang harus di jawab peserta. Setelah itu, dilakukan perhitungan berdasarkan hasil kuisioner lalu berdasarkan perhitungan ditentukan kategori Climber, Camper, atau Quitter.  

Pada Kuliah Umum ini, Djarum Foundation juga mengadakan test pengukuran AQ para peserta. Hasilnya, dari sekitar 400 mahasiswa yang mengikuti test, 21% bersifat Quitter, 58% bersifat Camper, dan 21% bersifat Climber. "Hasil tersebut merupakan hasil standar di negara-negara maju. Bisa dikatakan, peserta kuliah umum hari ini memiliki kualitas yang baik pada AQ," tutur Sammy.

Menurut Sammy, AQ yang baik dibutuhkan bagi setiap orang dalam menjadi kehidupan. Contohnya, tantangan atau masalah yang berujung kegagalan dalam dunia kerja nanti, rentan membuat orang stress. Kelebihan lain yang dimiliki AQ adalah dapat di-improve. "AQ dapat di- dengan metode LEAD (Listen,Axplore, Analyze, and Do something). Jadi setiap orang tidak perlu khawatir akan kegagalan, AQ masih dapat ditingkatkan",tutup Sammy.