CEO Talks : Arie H Sumarno Pernah Tidak Punya Job Selama 2.5 Tahun

Oleh kristiono

Editor kristiono

BANDUNG, itb.ac.id - Menjelang ramadhan, mengawali masa-masa kuliah semester ganjil 2008/2009, Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB menyelenggarakan kuliah umum bertajuk CEO Talks. Kali ini, hadir sebagai pembicara adalah CEO PT Pertamina (persero) Arie H Sumarno. Selama lebih dari dua jam, orang nomor satu di perusahaan minyak nasional ini menuturkan kiprahnya dalam memimpin transformasi Pertamina dari perusahaan pelaksana teknis menjadi perusahaan persero.

Arie menggambarkan dirinya sebagai orang yang radikal. Bahkan, karena sikapnya itu, Ia sempat tidak memiliki jabatan di Pertamina selama 2.5 tahun. Kini sebagai nahkoda, Arie membawa Pertamina berlayar ke masa depan dengan melakukan transformasi perusahaan yang fokus pada aspek fundamental dan aspek bisnis. "We are different animal right now", kata Arie tegas.


"Sudah sejak lama saya melihat potensi besar Pertamina. Saat saya hendak diangkat, saya bilang mau jadi pimpinan asal ada peluang untuk transformasi total, kalau tidak, tidak usah saja. Prinsip saya, Kafilah berlalu, anjing tetap menggonggong. Ini saya pegang teguh sampai sekarang".


Transformasi aspek fundamental adalah upaya untuk merombak pola pikir karyawan, budaya perusahaan, manajemen yang bersih korupsi serta pelayanan yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan. Aspek bisnis, meliputi sistem reward berbasis kinerja, meritokrasi, dan pemberian insentif yang kompetitif.


Arie berkata kalau dulu gaji pegawai pertamina ditentukan jenjang kepangkatan, sekarang kondisinya beda. Performa karyawan dinilai berdasarkan kinerja. Mereka yang bagus, berhak dapat bonus 12 kali gaji. Yang kinerjanya buruk, tidak dapat apa-apa. Karyawan dinilai oleh pimpinan, rekan kerja satu level, juga bawahan.


Arie bercerita, upaya transformasi yang ia lakukan banyak menemui tantangan. Banyak resistensi muncul. karyawan yang nyaman dengan status quo cenderung enggan berubah bahkan sebagian merasa terancam. Resistensi pihak eksternal datang dari mitra kerja dan kontraktor yang biasa menikmati keuntungan dari sistem lama.


Dihadapan ratusan mahasiswa yang memadati Auditorium SBM ITB, Arie mengulas dua contoh perubahan yang ia ciptakan di Pertamina. Pertama perubahan nyata di SPBU-SPBU Pertamina berlabel Pasti Pas! Program 100.000 SPBU Pasti Pas mulanya diragukan bahkan oleh anak buahnya sendiri. Kini, SPBU Pasti Pas telah secara nyata merubah wajah layanan bisnis hilir Pertamina lebih ramah konsumen. Arie membandingkan jika dulu ada pegawai SPBU yang hanya pakai kaos singlet plus kain sarung. Sekarang, karyawan SPBU sudah biasa senyum dan sapa pelanggan. Takaran juga dijamin pas!


Di bisnis hulu, Arie menyebut PT Pertamina belum memiliki banyak pengalaman. Pasalnya, eksplorasi terakhir dilakukan perusahaan ini di tahun 1976 ketika mengeksplorasi lapangan Jatibarang. Sejak itu, Pertamina jadi mandor, hanya memantau hasil kerja perusahaan-perusahaan minyak asing karena pemerintah tak ingin Pertamina ambil resiko. "Kelamaan jadi mandor, ketika UU Migas 22 Tahun 2001 terbit, kita sempat kualahan berganti peran dari mandor jadi operator. Harus bersaing dengan perusahaan asing", ujar Arie.


Dalam masa kepemimpinannya, Arie sukses menaikkan laba bersih Pertamina hingga 30 Triliun rupiah. Meski mengaku laba tersebut karena windfall profit akibat lonjakan harga minyak, Arie menegaskan upaya efisiensi yang dia lakukan juga punya dampak signifikan. "Efisiensi delivery kita, sejak berubah status menjadi persero, naik dari loss 0.5% kini cuma 0.1%, target kita zero loss!", kata Arie.


Mengawali kuliah umum, Arie secara sekilas mengulas sejarah perjalanan Pertamina sejak berdiri sebagai PT PERMINA di tahun 1961. Dahulu Pertamina, kata Arie, pernah hampir bangkrut. Pasalnya, karena kesalahan manajemen, perusahaan minyak nasional ini memiliki liabilitas yang nilainya empat kali lebih besar dibanding asetnya. Akibatnya, para kreditur panik dan menagih kewajiban-kewajiban Pertamina meski belum jatuh tempo.


Arie H Sumarno datang atas undangan SBM ITB sebagai pembicara kegiatan CEO Talks. Sebelumnya Sabtu (28/6), di forum yang sama, Mantan Dirut BRI yang juga peraih CEO Award 2003 Rudjito telah berbagi pengalaman mentransformasi BRI, bank plat merah yang beken dengan sebutan rural bank lantaran jaringannya yang luas hingga ke tingkat kota kecamatan.