Ceria Bersama Masyarakat dalam Konser Angklung Rakyat

Oleh Adhitia Gesar Hanafi

Editor Adhitia Gesar Hanafi

BANDUNG, itb.ac.id - Berselimutkan suasana penuh kesederhanaan namun tetap menawan, lantunan lagu pelangiku membuka pertunjukan Konser Angklung Rakyat (KAR) ke-empat besutan Keluarga Paduan Angklung (KPA) ITB pada Minggu malam (22/05/16). Berlokasi di Taman Film Kota Bandung, KAR yang mengusung tema impian pada tahun ini berhasil melebur kebersamaan antara masyarakat sekitar Taman Film dan mahasiswa ITB.

Keterlibatan masyarakat sekitar Taman Film dalam konser tersebut, menjadikan suasana penuh kebersamaan dan kebahagiaan sangat mudah untuk dirasakan. Tanpa perlu merogoh saku untuk menikmati konser, setiap pengunjung yang hadir mendapatkan beragam suguhan khas, seperti singkong rebus, kacang rebus, dan bajigur yang dibuat oleh Ibu-ibu PKK sekitar Taman Film.

Tim angklung Madrasah Darul Ulum sebagai komunitas binaan KPA ITB, turut unjuk gigi dalam konser tersebut. Kepolosan anak-anak madrasah yang khas, serta tingkah laku yang lucu dan penuh keceriaan, menjadi tontonan yang mengiringi lantunan lagu yang dimainkan. Tidak hanya nada-nada indah angklung yang memanjakan penonton, tarian jaipong turut dipertunjukan pada bagian tengah konser oleh komunitas masyarakat sekitar bernama Manteos.

Menjadi pengobat rindu bermain angklung, tim ngangklung ceria yang beranggotakan beberapa alumni KPA ITB, turut pula menyumbangkan satu buah lantunan lagu. "Secara pribadi, konser ini menjadi pengobat rindu bermain angklung. Selain itu, acara ini menjadi media yang secara langsung menyentuh masyarakat untuk mengenalkan angklung. Harapannya, acara serupa dapat terus berlangsung dan mencakup skala yang lebih besar," tutur Rahadini Windia (Teknik Elektro 2009) sebagai salah satu alumni KPA ITB yang ikut bermain.

Untuk semakin mengenalkan angklung kepada masyarakat, masyarakat diberi kesempatan secara langsung untuk bermain angklung dan memainkan sebuah lagu secara bersama-sama. Setiap penonton yang hadir memperoleh satu buah angklung yang telah ditandai dengan warna tertentu. Melalui bantuan layar proyektor dan arahan panitia, instruksi diberikan agar peserta dengan warna angklung tertentu untuk membunyikan angklungnya dan berhenti saat warna lain muncul di layar proyektor. Suasana bingung, penuh gelak tawa, namun tetap menyenangkan, menjadi suasana yang muncul dalam sesi tersebut.

Sebagai perwakilan warga, ketua RW 11 Kelurahan Taman Sari, Syahroni, menyampaikan apresiasi tinggi terhadap pelaksanaan KAR di Taman Film. "Saya merasa bangga terhadap mahasiswa ITB. Terima kasih KPA ITB karena telah mengenalkan dan mempertunjukan seni angklung sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat Sunda yang telah menjadi warisan budaya dunia," tutur Syahroni. Apresiasi lain dituturkan oleh keluarga dari salah seorang putri yang turut bermain dalam tim angklung Madrasah Darul Ulum. "KAR merupakan acara yang baik bagi anak-anak. Pembinaan anak-anak sejak dini merupakan suatu bentuk regenerasi untuk tetap melestarikan angklung," tutur Opuh.

 

Angklung, Warisan Budaya Dunia

Angklung, alat musik tradisional Jawa Barat, Indonesia yang terbuat dari bambu, dinominasikan ke dalam Daftar Representatif Warisan Budaya Tak Benda oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), pada Sidang ke-5 Komite-Antar Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya yang diselenggarakan di Kenya, Nairobi, pada (17/11/10). Menurut UNESCO, angklung dinobatkan sebagai warisan budaya dunia, karena angklung merupakan seni musik yang mengandung nilai-nilai dasar kerja sama, saling menghormati, dan keharmonisan sosial yang merupakan bagian utama identitas budaya masyarakat di Jawa Barat. 

 

Dokumentasi panitia KAR