Cerita Elnaya Mahadevi Pillian: Ketika Kegelisahan Jadi Sebuah Prestasi

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id – Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) tidak pernah lelah dalam upayanya untuk menorehkan prestasi. Prestasi tersebut berasal dari berbagai macam bidang, baik akademik maupun nonakademik. Kali ini prestasi datang dari Elnaya Mahadevi Pillian, Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan ITB Angkatan 2019 (TL’19).

Prestasi ini berhasil dia torehkan setelah menjuarai suatu kompetisi dari UNESCO, yaitu UNESCO Indonesia Essay Competition 2021 on Valuing Water pada April lalu. Tak tanggung-tanggung, ia berhasil menyabet gelar juara 1 melalui karyanya yang berjudul “The Distinctive and Prominent Prevalence of Water Appreciation and Mental Wellness”.

Saat diwawancarai pada Kamis (23/9/2021) melalui platform Zoom Meeting, Elnaya menceritakan pengalamannya saat mengikuti kompetisi esai ini. Dia memulai ceritanya dari awal saat mendengar pengumuman pemenang. Terus terang dia terkejut ketika mendengar pengumuman hasil kompetisi tersebut. Hal ini wajar terjadi karena kompetisi ini sangat prestisius dan pesertanya berasal dari seluruh dunia. “Yang paling utama itu banyak-banyak bersyukurlah, antara enggak percaya dan percaya, tapi senang banget intinya,” ucap mahasiswa yang kerap dipanggil Naya tersebut.

Kemudian dia menceritakan pengalaman ketika hendak mengikuti kompetisi ini. Awalnya dia mendapat informasi ini dari Ibu yang membagikan poster dari suatu grup obrolan. Dia sempat ragu untuk mengikuti kompetisi ini karena sibuknya perkuliahan, organisasi, dan lain-lain. “Aku benar-benar enggak pede buat ngikutin lomba ini, apalagi waktu itu kondisinya lagi enggak prima,” jelasnya. Namun, menjelang batas pengumpulan esai, Naya berhasil mengubah mindset-nya. Dia menganggap bahwa menulis itu adalah suatu personal therapy bagi dirinya sendiri.

“Jadi aku ngubah mindset aku dan jadiin ini kayak liburan singkat, bukan sebagai lomba, tapi ngambil kesempatan lain aja,” tambahnya. Elnaya memang sudah sangat suka menulis dari dulu. Segala isi pikiran dan pendapatnya ia tuang ke dalam suatu tulisan yang ditulis di blog dan sebagainya.

Selain tidak percaya diri, awalnya dia juga sempat bingung karena sebagai mahasiswa teknik lingkungan, seharusnya topik mengenai air ini bisa menjadi suatu kekuatan baginya. Namun, di lain sisi dia tidak terlalu paham mengenai korelasi air dan kehidupan manusia secara spesifik. Jadi saat menulis esainya dia mengalami berbagai macam kesulitan terutama saat melakukan riset dan pengumpulan data. Namun, dari proses ini ia bersyukur kemampuannya dalam meneliti bisa bertambah dan bisa lebih menghargai air dengan perspektif yang baru.

Topik karya tulis yang ia buat ini berfokus pada kualitas air minum. “Sebenarnya general, tapi agak ada fokus ke air minum gitu,” jelasnya. Esai ini melibatkan banyak studi biologis dan Naya sendiri melakukan banyak riset di bidang neurologi dan psikologi untuk mengetahui dan menguji hubungan antara kualitas air minum dengan kondisi biologis manusia. Dari beberapa data yang ditemukannya, diketahui bahwa kualitas air minum itu memengaruhi kuantitas neurotransmitter yang ada di otak kita. Selain itu juga berpengaruh pada proses pernapasan dan pencernaan.

Secara umum esai ini juga membahas tentang kaitan kesehatan lingkungan dengan kesehatan mental. “Bayangin aja kalau kita tinggal di suatu tempat yang airnya kotor dan keruh, terus kita harus beradaptasi dengan hal itu padahal kita udah terbiasa sama air bersih, tentu saja ini dampaknya ke kesehatan mental karena kita tidak bisa beraktivitas dengan nyaman,” tuturnya.

Menurutnya, pengalaman yang dia tuangkan ke dalam esai tersebut juga turut berkontribusi dalam kemenangan ini. Di esai itu dia cukup terbuka menceritakan pengalamannya sebagai penyintas depresi ditambah saat itu asupan airnya kurang dan tidak mengikuti standar pada umumnya. Hal ini membuat esainya memiliki ciri khas tersendiri dan memang layak diperhitungkan sebagai pemenang.

Prestasi Naya ini tentu membuat keluarganya sangat senang dan dia sangat berterima kasih kepada mereka karena sudah mendukung dan memberi semangat kepada dia. “Terima kasih Mami, Papi, Gerald adik aku, yang selalu ada dan ga pernah ada titik dihidupku merasa mereka enggak ada untuk ngedukung aku. Terima kasih telah mendukung, men-support dan memberi banyak banget cinta dalam hidupku,” ucap Naya dengan sangat tulus.

Kemudian dia berpesan ke Mahasiswa ITB lainnya agar tetap berdoa kepada Tuhan dan berusaha meski dalam situasi sulit. “Hanya karena ada beberapa pintu yang ditutup oleh Tuhan bukan berarti pintu lain tidak akan dibukakan,” pungkasnya. Dia mengatakan bahwa di situasi paling sulit itulah sebenarnya Tuhan sedang bekerja. Dia juga berpesan agar teman-teman mahasiswa lainnya tetap memberikan kontribusi positif dan melakukan hal-hal baik karena kita tidak akan tahu kemana pintu tempat kita seharusnya akan dibukakan.

Terakhir dia memberikan satu kutipan yang ia kutip dari penulis Andrea Hirata, yaitu “Tuhan Tahu Tapi Menunggu”

(Reporter : Kevin Agriva Ginting, Teknik Geodesi dan Geomatika 2020)