Coral Monitoring, Upaya Menjaga Kelestarian Terumbu Karang di Indonesia

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

Foto ilustrasi. Sumber: Freepik

BANDUNG, itb.ac.id— Terumbu karang merupakan organisme kompleks yang dibangun terutama oleh biota penghasil kapur (terutama karang) bersama biota lain yang hidup di dasar dan di kolom air. Keberadaannya sangat penting untuk lingkungan.

Dosen pada Kelompok Keilmuan Oseanografi ITB, Dr. Susanna, S.Si., M.T., menjelaskan peran penting terumbu karang dan upaya-upaya untuk menjaganya agar tetap lestari.

“Terumbu karang menjadi tuan rumah beragam keanekaragaman hayati dan mendukung berbagai industri yang dinamis. Namun, terlepas dari nilai lingkungan dan ekonominya, banyak dari terumbu karang ini terdaftar sebagai berisiko tinggi terhadap kerusakan,” ujarnya, Senin (26/9/2022).

Dr. Susanna tengah menerangkan terkait pentingnya coral monitoring untuk menjaga terumbu karang tetap lestari. (Foto: Maharani/Reporter Humas ITB)

Terumbu karang yang merupakan ekosistem laut paling produktif ini bersimbiosis dengan Zooxanthellae. Apa itu Zooxanthellae, yaitu alga bersel satu yang hidup di dalam jaringan tubuh terumbu karang. Ia menerima nutrisi-nutrisi penting dari karang (polip) dan memberikan sebanyak 95% hasil fotosintesisnya (energi dan nutrisi) kepada polip.

Pertumbuhan populasi di wilayah pesisir memberikan tekanan yang meningkat pada terumbu karang dari dampak manusia, seperti perusakan habitat dan marak alga berbahaya. Sementara masalah global, seperti perubahan iklim dan pengasaman laut juga turut mengancam terumbu karang di seluruh dunia.

Beberapa negara tropis sangat bergantung dengan keberadaan terumbu karang ini. Indonesia dan Filipina memiliki tingkat kerentanan sosial dan ekonomi yang sangat tinggi terhadap kematian terumbu karang.

Coral monitoring harus terus dilakukan. Pemantauan ini merupakan kegiatan pengumpulan data dan informasi bioekologi terumbu karang yang dapat terbagi dalam metode langsung maupun tidak langsung. Metode tidak langsung mengandalkan penginderaan jauh dengan bantuan satelit dan drone. Sementara metode langsung dilakukan dengan mengumpulkan data spesies lebih spesifik, tingkat kepadatan, dan kondisi kesehatan koloni terumbu karang dengan menggunakan transek,” jelas Dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) tersebut.

Foto: Maharani/Reporter Humas ITB

Pada metode secara langsung, harus mempertimbangkan faktor keterwakilan, yakni paling sedikit tiga transek mewakili satu area, tergantung dari luas skala monitoring yang dilakukan. Selain itu, faktor keamanan, keselamatan, dan kenyamanan kerja saat pengambilan data juga tidak boleh diabaikan. Survei metode langsung ini hanya dapat dilakukan ketika air pasang.

Saat ini, keberadaan terumbu karang tengah terancam. Coral bleaching atau pemutihan karang tidak dapat dihindari. Pemutihan yang terjadi merupakan respons karang yang menggambarkan stres di lingkungan ekstrem.

Peningkatan suhu air laut, radiasi matahari, masukan air tawar, kontaminasi/racun dan penyakit, dan overfishing dapat menyebabkan hilangnya sebagian Zooxanthellae yang bersimbiosis pada jaringan karang.

Dr. Susanna menjelaskan, karang pada kondisi tersebut masih hidup tetapi sekarat dan lama-lama akan mati. Ketika satu ekosistem terganggu, maka akan memengaruhi ekosistem lainnya. Kerusakan dan coral bleaching yang terjadi bisa menarik warna-warna indah dari terumbu karang, sektor pariwisata bawah air pun bisa terganggu.

Dr. Susanna pada tahun 2020 telah memetakan matriks potensi ancaman dan tingkat kerusakan di tujuh lokasi wisata terumbu karang di Indonesia. Daerah Makassar, Klungkung, dan Pandeglang mendapat rapor merah. Oleh karena itu, strategi restorasi terumbu karang harus terus dilakukan untuk memulihkan ekosistem yang telah terdegradasi, rusak, atau hancur. Restorasi tersebut dapat dilakukan dengan cara transplantasi ke terumbu karang yang rusak, pembibitan in situ, dan pembibitan ex situ.

“Terumbu karang merupakan aset yang sangat penting bagi bumi kita, merusaknya akan mengakibatkan kepunahan bagi banyak ikan dan ketidakseimbangan bagi ekosistem lainnya. Untuk itu, penting sekali peran dari mahasiswa, khususnya oseanografi, untuk melestarikan terumbu karang,” tutup Dr. Susanna dalam kegiatan Triton Bootcamp yang digagas HMO “TRITON” ITB.

Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)