Desain Teluk Lamong menjadi Eco-Smart Port, Mahasiswa ITB Juara Indonesia Water Challenge 2019

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana



BANDUNG, itb.ac.id -- Dua mahasiswa Teknik Kelautan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) Institut Teknologi Bandung (ITB), Dwi Khoirin Nisa’ dan Achmad Mawardi Nur El Fayed berhasil membawa tim mereka menjuarai Indonesia Water Challenge (IWC) 2019 yang diselenggarakan pada 19-21 Maret 2019 di Terminal Teluk Lamong, Surabaya.

IWC merupakan lomba tahunan kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Belanda untuk meningkatkan kepekaan generasi muda Indonesia terhadap isu maritim. Pada penyelenggaraan IWC yang ketiga ini, tema yang dibawakan adalah Eco-Smart Port, desain pengelolaan pelabuhan yang memperhatikan prinsip PPP (people, planet, profit) dan mengandalkan perkembangan teknologi otomatis maupun semiotomatis dalam pengoperasiannya.

Setelah melalui serangkaian proses seleksi individu, 25 mahasiswa dari beragam universitas di Indonesia dan dari Australia yang diwakili University of New South Wales (UNSW), dikelompokkan menjadi 5 tim pada tahap final. Tiap tim ditantang untuk mendesain Terminal Teluk Lamong Surabaya menjadi pelabuhan yang menggunakan prinsip Eco-Smart Port. 

Sebagai solusi, tim Ririn dan Fayed memberikan desain yang diberi nama “Lamong Bay for Better Indonesia”. Inovasi dan desain yang ditawarkan mencakup Integrated Industry Clustering, Port Railway and Wind Turbine, Waste Water Treatment Plant, Lamong Green Area, Fisherman Village dan juga Marine Conservation for Ecosystem and Tourism. 

Salah satu yang paling diunggulkan adalah pemanfaatan mode transportasi kereta di lingkungan pelabuhan yang digerakkan oleh turbin-turbin angin yang dipasang di sekitar pelabuhan. Selain itu, masyarakat sekitar pelabuhan juga dibangun dan dibina melalui program Fisherman Village dan juga pengembangan ekosistem mangrove yang sudah ada menjadi tempat wisata.

Dijelaskan Fayed, strategi tim ini adalah mengkaji segala kemungkinan potensi dari pelabuhan yang dapat dikembangkan. Keunggulan yang dimiliki tim ini adalah bagaimana pengembangan pelabuhan tidak hanya dilihat pada operasi pelabuhan tapi juga masyarakat di sekitarnya. Optimisme dan keterbukaan pemikiran ini diakui oleh mereka didapatkan dari serangkaian sesi materi yang diberikan oleh para penyelenggara lomba seperti Kemenko Maritim, Van Oord, Waskita Karya, Deltares, dan Pelindo III. “Menjadi pintar tidak cukup, tapi dibutuhkan kepercayaan diri dan optimisme dalam hidup,” ujar Fayed.

Salah satu tantangan yang dihadapi dalam mengikuti lomba ini adalah bekerja dalam tim dan menghadapi berbagai kultur yang berbeda. Dalam tim, Fayed dan Ririn tidak hanya berdua namun berlima bersama dengan dua mahasiswa UGM dan satu mahasiswa ITS lainnya. 

“Solusi tim yang dihasilkan adalah gabungan ide dari tiap anggota kelompok dengan asal jurusan berbeda-beda dan memiliki potensi untuk berkontribusi berdasarkan latar belakang keilmuan masing-masing,” ujarnya. Selain itu, komunikasi menjadi tantangan lain karena performa mereka dinilai oleh orang Belanda.

Sebagai mahasiswa tingkat akhir, Fayed dan Ririn berencana masih akan mengikuti lomba-lomba lainnya, sebab mereka meyakini hal tersebut dapat mengembangkan diri mereka terkait berbagai ilmu disiplin untuk latihan berpikir dalam kelompok besar dan beragam.

Reporter: Prihita Eksi Cahyandari (Teknik Perminyakan 2015)