Di Balik Batik Hasanudin

Oleh

Editor

Drs. Hasanudin atau Pak Hasan, lahir dan besar di Pekalongan Jawa Tengah, tempat batik pesisir dihasilkan. Dosen FSRD ITB sekaligus merupakan teman sejawat dari Biranul Anas, Dekan FSRD ITB. Anas pertama kali bertemu Hasan tahun 1973, saat itu Hasan baru pindah ke studio desain tekstil (sekarang studio kriya tekstil) yang baru dibuka juga. Beliau pindah dari komunikasi seni rupa _tempat beliau belajar dulu_ karena komunikasi seni rupa dipindah ke IKIP Bandung saat itu. Skripsi beliau, mungkin skripsi satu-satunya yang mengangkat Batik Pekalongan dalam lingkup karya ilmiah. Pada tahun 1982, Hasan berkesempatan ke Belanda dan mempelajari teknik produksi batik yang meliputi teknik cetak dan tenun. Sepulangnya dari Belanda beliau merintis Hasan Batik, yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat memproduksi batik, tetapi juga tempat belajar batik yang dikenal luas oleh para ekspatriat dan mahasiswa. Hasan Batik juga menyediakan pendidikan bagi anak yang putus sekolah, agar tetap berkarya bagi bangsa. Hasan yang mengambil Akta V pada zaman itu, juga melanjutkan pendidikannya sampai strata 2 (S-2) pada tahun 1993 dan menghasilkan tesis yang berjudul Etos Dagang Santri Batik Pesisir. Tesis ini sering dijadikan referensi dalam berbagai buku mengenai batik terutama pada buku dari luar Indonesia. Tesis ini menuturkan seputar batik pesisir wilayah pantai utara pulau Jawa, yang belum terlalu dikenal saat itu. Hasan yang dikenal bersemangat dalam berkarya juga mempunyai hobi mengoleksi ratusan batik lama maupun baru. Sayang, koleksi berharga tersebut musnah ditelan si jago merah dalam musibah kebakaran. Hasan juga menjadi sosok seorang ayah yang sangat suportif kepada putri-putrinya. Melalui Hasan Batik beliau ingin memproduksi batik tidak hanya untuk orang tua tapi juga remaja bahkan anak-anak. Beliau tidak hanya merupakan sosok yang teguh dalam menghasilkan karya tetapi juga teguh imannya. Pelelangan beberapa karya beliau di Galeri Soemardja Kamis, 10 Januari 2008 lalu, hasilnya diserahkan untuk membangun masjid Al-Azam Yayasan Anak Zaman yang beliau dirikan. Karya yang dilelang tersebut antara lain ‘Segala Jagat’ yang merupakan perpaduan motif geometris dan warna yang serasi. Kesungguhannya dalam berkarya juga tercermin dari rajinnya Hasan mengikuti berbagai pendidikan dan pameran baik lokal maupun mancanegara. Hasan sangat bersemangat dalam berkarya sehingga di malam hari beliau tetap melukis, walau hanya diterangi lampu petromaks, begitu kenang salah seorang rekan beliau. Hasan tidak berhenti melukis walau lampu petromaksnya sudah meredup, namun beliau tetap menghasilkan karya-karya yang luar biasa. Hasan jualah yang memprakarsai batik Bandung. Bandung yang tidak pernah tercantum dalam peta batik nusantara diharapkan tidak hanya sebagai pengguna tetapi juga penghasil batik. Seperti yang telah diketahui, beberapa daerah di Jawa Barat sudah menghasilkan karya batik khas masing-masing. Ada batik Trusmi dari Cirebon, batik Priangan serta batik Garutan. Bahkan, Walikota mencetuskan istilah batik Hasanudin-an demi memopulerkan batik Bandung di jagat batik nusantara. Semua kerja keras beliau serta keteguhan hati dalam berkarya semoga mengilhami para generasi muda selaku generasi penerus untuk lebih menghargai dan mencintai budaya Indonesia. Tidak ada kata terlambat atau putus asa, seperti pesan beliau kepada putrinya, ‘Jangan pernah berhenti belajar’.