Digitalisasi Gerak Tari Tradisional, Harry Nuriman Gunakan Teknologi Motion Capture
Oleh Ahmad Fadil
Editor Ahmad Fadil
BANDUNG, itb.ac.id - Warisan budaya Indonesia sudah sepatutnya kita jaga dan kita lestarikan. Namun, seiring dengan waktu, nilai-nilai budaya Indonesia mulai tersisih oleh budaya modern. Hal ini yang menjadi awal keresahan Harry Nuriman,M.Si., dosen ITB dari Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD).
Keresahaan Harry Nuriman sangat beralasan, mengingat, tarian Indonesia merupakan warisan budaya non-bentuk (intangible), yang akan punah jika tidak ada penerusnya. Di sisi lain, munculnya beragam tarian kreasi, dikhawatirkan akan menggerus keaslian tarian klasik itu sendiri. Untuk itu, dibutuhkan dokumentasi agar tarian nusantara bisa terus lestari, tentunya dengan berbagai kemudahannya agar dapat dipelajari oleh siapa saja.
Digitalisasi Gerak Tari Topeng Cirebon
Menjawab keresahannya itu, kemudian Harry Nuriman mulai melakukan penelitian. Ia berusaha agar tarian nusantara bisa didokumentasikan dalam bentuk file digital. Dengan bantuan teknologi motion capture, Harry mendokumentasikan tarian Topeng Cirebon sebagai pilot project. “Tujuan awal dari penelitian ini sebenarnya agar beberapa warisan bangsa ini tidak ikut punah ketika penerusnya telah tiada,” ungkap Harry.
Penelitian Harry tentang tari Topeng Cirebon menggunakan teknologi motion capture dimulai tahun 2016. Ia membutuhkan waktu sekitar enam bulan untuk memproses tarian topeng budaya dari kota Cirebon dalam bentuk digital. Di bawah supervisi maestro tari, yakni Irawati Durban, digitalisasi tarian topeng diharapkan benar-benar dapat terjamin keasliannya. Didukung oleh berbagai pihak, metode penelitian Harry Nuriman akhirnya dipatenkan pada tahun 2017.
Namun demikian, di balik kesuksesannya, ia mengaku sempat mengalami kendala. Di antaranya adalah teknologi motion capture yang cukup baru dan terus mengalami perkembangan secara cepat. Ia berharap, akan ada pihak yang akan melanjutkan apa yang selama ini dirinya tekuni, agar semakin banyak warisan budaya bangsa Indonesia yang terdokumentasi secara digital. “Teknologi motion capture dapat memudahkan anak bangsa untuk belajar budaya tarian tradisional Indonesia tanpa terkendala waktu, jarak dan biaya. Saya berharap siapapun dapat dengan mudah mempelajari tarian budaya tradisional yang merupakan warisan besar bangsa Indonesia ini,” ucap Harry, saat ditemui reporter kantor Berita ITB, hari senin (26/3/2018), di Ruang Kelompok Keahlian Ilmu-Ilmu Kemanusiaan FSRD.
Teknologi Motion Capture
Teknologi motion capture merupakan sebuah teknologi untuk menangkap atau mendokumentasikan gerakan-gerakan, yang menghasilkan model digital dalam bentuk vektor. Output dari motion capture adalah bisa disajikan dalam bentuk file interaktif dari sebuah model tiga dimensi digital yang bisa dimainkan 360 derajat. Berbeda dengan video, hasil dari motion capture dapat dilihat dari segala arah, sehingga dapat melihat gerakan yang tidak tertangkap kamera video.
Teknologi motion capture, selain dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dan pelestarian budaya tari, juga dapat mengembangkan industri kreatif Indonesia. Sebagai contoh dalam pembuatan film laga, koreografi bela diri bisa dipelajari melalui file motion capture. Selain menghemat biaya, waktu dan tenaga aktor, gerakan para pemain bisa dikloning dengan menggabungkan teknologi computer-generated Imagery (CGI), sehingga tidak membutuhkan banyak pemain film. Tidak hanya itu, teknologi motion capture ini sudah dikembangkan untuk industri game yang bersifat edukatif. Bahkan lebih jauh lagi, bisa dimanfaatkan untuk membuat permainan interaktif tentang tarian tradisional klasik di Indonesia.
Penelitian Lebih Lanjut
Saat ini, Harry juga mulai mendigitalisasi gerakan pencak silat yang menurutnya mulai ditinggalkan generasi muda. “Dengan semakin banyak warisan budaya yang terdokumentasi secara digital, maka dapat dihindari kepunahan warisan budaya bangsa Indonesia tersebut. Selain itu, melalui teknologi digital, budaya asal Indonesia dapat dikenal di seluruh dunia. Kekhawatiran klaim budaya tarian tradisional Indonesia oleh bangsa asing diharapkan tidak terjadi lagi,” pungkas Harry.
Penulis: Shafire Erdia Anjani (TPB FSRD 2017)
Foto: Harry Nuriman dan dokumentasi pribadi