Diskusi MLI: Penerapan Pakuwuan Sunda dalam Pemanfaatan Bambu

Oleh Abdiel Jeremi W

Editor Abdiel Jeremi W

BANDUNG, itb.ac.id - Sejak dahulu, masyarakat Jawa Barat sudah memanfaatkan tanaman bambu untuk berbagai keperluan konstruksi bangunan. Bambu juga sudah terbukti memiliki beberapa kelebihan dibandingkan material alami lainnya. Berangkat dari manfaat-manfaat ini, Moedomo Learning Initiatives (MLI) menyelenggarakan diskusi bertajuk "Penerapan Pakuwuan Sunda pada Arsitektur Bambu" pada hari Kamis (24/03/16) di Ruang Serbaguna Lantai 1 Perpustakaan Pusat ITB. Diskusi ini menghadirkan Ir. Pon S. Pujaratnika (Ketua Kehormatan Ikatan Arsitek Indonesia Daerah Jawa Barat) sebagai pembicara utama serta beberapa tokoh lain yang sudah berkecimpung di bidang bambu.

Diskusi ini dibuka dengan pembicaraan ringan tentang kegunaan bambu di kehidupan sehari-hari, kemudian dilanjutkan dengan pemaparan mengenai bambu, dan diakhiri dengan sesi tanya jawab. Pon menjelaskan berbagai spesies bambu yang tumbuh di Indonesia, serta berbagai kekurangan dan kelebihannya. Bambu dalam perkembangannya selalu beriringan dengan masyarakat Sunda, dan bambu sudah sering digunakan dalam berbagai konstruksi bangunan, seperti pintu, kusen, dan atap rumah. Bambu adalah tanaman yang didominasi oleh jaringan parenkim serta memiliki beberapa keunggulan, yakni kuat, ulet, dan mudah dibentuk. Bahkan, jika merujuk pada penelitian Pon, bambu memiliki sifat keteguhan yang mirip dengan baja ringan. Berangkat dari kelebihan-kelebihan inilah, Pon terus menyerukan pemanfaatan bambu secara luas untuk konstruksi di Indonesia.


Penerapan Pakuwuan Sunda dalam Pengelolaan Bambu

Sejak dahulu, masyarakat Sunda sudah mengenal dan mengolah bambu untuk berbagai keperluan, terutama konstruksi bangunan. Masyarakat Sunda menerapkan aturan khusus dalam mengolah bambu dan aturan tersebut memiliki makna tersendiri. Salah satunya adalah bambu hanya dapat ditebang di siang hari  (pukul 11.00 - 14.00). Ketika diteliti, ternyata rentang waktu ini berkaitan tentang kadar air di dalam bambu yang berada dalam titik minimumnya pada saat tersebut, sehingga dapat meningkatkan kekuatan bambu. Selain itu, aturan lainnnya seperti dilarang menebang bambu di waktu gerhana, karena terjadi peningkatan kadar air dalam bambu secara drastis.


Pandangan masyarakat Indonesia terhadap bambu saat ini cenderung negatif, karena bambu selalu identik dengan bahan konstruksi yang kuno, tidak menarik, dan rentan serangan hama rayap. Di sisi lain, negara-negara lain yang memiliki komoditas bambu seperti Vietnam, Trinidad, serta Kosta Rika justru sedang gencar dalam mengembangkan bambu untuk berbagai aspek konstruksi. Negara-negara tersebut melihat bambu sebagai potensi yang luar biasa, karena kelenturannya yang tinggi. Selain itu, keteguhannya juga yang bisa disandingkan dengan bahan konstruksi komersil lainnya.


"Pemerintah Indonesia diharapkan lebih mendukung program kami dalam pengembangan dan penelitian serta pengaplikasian bambu, mengingat negara kita merupakan negara dengan jumlah bambu ketiga terbesar setelah Tiongkok dan India", ujar Pon. "Bambu adalah bagian dari tradisi masyarakat Sunda yang saat ini sudah mulai ditinggalkan, dan kita berharap agar masyarakat kembali sadar akan potensi bambu", tutup Pon saat mengakhiri sesi tanya jawab.

 

Irfaan Taufiiqul Rayadi (Teknik Kimia 2013)

Aldy Kurnia Ramadhan (Teknik Perminyakan 2014)