Diskusi Pentingnya Tata Kelola Ruang Atasi Energy Trilemma Indonesia

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id—Isu perubahan iklim menjadi topik diskusi santai yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Teknik Geologi Insititut Teknologi Bandung (ITB) dalam webinar berjudul “Dermaga’90 (Diskusi Bersama GEA ITB)” pada Sabtu (24/9/2022). Acara ini diselenggarakan secara daring.

Dalam serial ke-134 ini, Dermaga’90 mengundang narasumber Guru Besar Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pembangunan Kebijakan (SAPPK) Prof. Ir. Djoko Santoso Abi Suroso, Ph.D.

Prof. Abi menjelaskan bahwa perubahan iklim merupakan ancaman bagi sustainable future dan perlu dibenahi dari segi tata kelola ruangnya. Oleh karena itu, tema yang dibawakan yakni “Peranan Tata Ruang dalam Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim.”

Adaptasi adalah penyesuaian sistem alam atau manusia terhadap tenaga iklim aktual maupun prediksinya termasuk dampaknya dalam skala regional dan umumnya menjadi prioritas negara berkembang. Mitigasi adalah upaya intervensi antropogenik untuk mengurangi sumber atau meningkatkan penyerapan gas rumah kaca dalam skala global yang umumnya menjadi prioritas negara maju.

Berdasarkan perhitungan daya dukung lingkungan (Global Ecological Footprint), bumi sudah terlampaui daya dukung lingkungan (overshoot) untuk memenuhi barang dan jasa lingkungan setiap tahunnya. Akibatnya terjadi pemanasan global yang ditandai dengan suhu di bumi meningkat lebih dari 1°C pada kurun waktu 2010-2019.

Hal ini menunjukan bahwa faktor manusia semakin signifikan terhadap faktor alam seperti penebangan hutan yang terlalu cepat dibandingkan regenerasinya, memanen ikan daripada kemampuan replanish, dan emisi karbon yang bahkan sudah melebihi dari kapasitas bumi sejak 1970. Jika masyarakat global gagal melakukan mitigasi, maka kenaikan iklim akan terus meningkat hingga 4°C. Hal ini juga bisa diakibatkan karena kenaikan muka air laut yang berdampak terhadap perubahan iklim, wilayah pesisir, dan laut.

Rencana tata ruang diperlukan sebagai perangkat adaptasi perubahan iklim yang mengarahkan konfigurasi infrastruktur penggunaan lahan di masa mendatang agar jauh dari zona yang terpapar terhadap bahaya iklim. Dengan keilmuannya, Prof. Abi telah melakukan berbagai kajian terkait perencanaan hingga pengelolaan tata ruang guna menyikapi perubahan iklim di bumi.


Salah satu kajian tentang perubahan garis pantai yang dilakukan adalah di Semarang pada tahun 2019. Kajian tersebut meneliti perubahan garis pantai sampai tahun ’90-an masih terjadi abrasi dan mulai ada penebalan mangrove. Sementara itu, reklamasi lebih maju menyebabkan abrasinya semakin mundur dan menyebabkan terjadinya land subsidence.

Namun, lewat upaya pengembalian garis pantai melalui berbagai teknologi sederhana, lalu kebijakan pemerintah berupa pembangunan toll sea wall yang bertujuan untuk menahan banjir rob, jika konstruksinya aktif maka bisa mematikan mangrove yang sedang recover. Kemudian Prof. Abi mengusulkan pendekatan hybrid (semi engineer).

“Indonesia memiliki energy trilemma. Di satu sisi kita harus memenuhi kebutuhan energi, di sisi lain harus menurunkan emisi, dan di sisi lain kita punya kedaulatan energi. Pemerintah harus mampu menerapkan kebijakan penggunaan energi terbarukan dan efisiensi energi, jangan sampai kita didikte dengan kepentingan asing yang membuat kita terjebak dalam permasalahan keuangan,” ujar Prof. Abi.

Reporter: Pravito Septadenova Dwi Ananta (Teknik Geologi, 2019)