Dosen ITB Lakukan Inovasi untuk Meningkatkan Efisiensi pada Panel Surya

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

*Dr. Yuli Setyo Indartono sedang menjelaskan hasil penelitiannya (Dok. Humas ITB)

BANDUNG, itb.ac.id – Pemanfaatan sinar matahari menjadi energi listrik menggunakan panel surya sudah banyak diterapkan. Biasanya, panel surya sering ditemui di atap sebuah gedung atau rumah. Jika panel surya umumnya ditemui di daratan, namun ternyata dapat juga dipasang pada permukaan air seperti danau ataupun waduk. Dari sisi efisiensi ternyata hal ini menguntungkan karena dapat meningkatkan daya yang dihasilkan dari panel surya tersebut.


Inovasi berbeda diciptakan oleh Dr. Yuli Setyo Indartono yang membuat penelitian tentang pendinginan panel surya yang terapung di air dengan thermosiphon. “Dari radiasi sinar matahari yang mengenai permukaan panel surya kan tidak semuanya dapat menjadi energi listrik. Panjang gelombang cahaya yang dapat dimanfaatkan oleh panel surya berbasis silikon maksimum 1.150 nano meter. Jika lebih besar dari panjang gelombang tersebut, cahaya akan dikonversi menjad kalor pada panel surya yang kemudian dapat menurunkan kemampuan dalam menghasilkan daya listrik,” kata Dr. Yuli, Direktur Pendidikan ITB tersebut.

Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut Teknologi Bandung ini membuat terobosan baru dengan menambahkan efek thermosiphon pada panel surya agar efisiensinya semakin meningkat. “Pada panel surya biasa yang diapungkan, temperatur permukaan panel dapat didinginkan melalui radiasi dengan permukaan air dan dari kontak uap air pada bagian bawah panel surya, namun dengan thermosiphon ini kita membuat agar proses pendinginannya lebih baik karena ada sirkulasi air pendingin,” jelasnya.

Thermosiphon merupakan aliran (seperti siklus air) yang terjadi karena adanya perbedaan densitas. Adapun perbedaan densitas tersebut dapat dihasilkan karena adanya perbedaan temperatur. Air di dalam saluran aluminium di bagian bawah panel, memiliki temperatur yang lebih tinggi, sehingga akan bergerak naik hingga mencapai reservoir di puncak. Gerakan air hangat tersebut memicu gerakan keseluruhan dalam sistem thermosiphon. Menurut Dr. Yuli, dengan demikian akan terbentuk sebuah siklus air yang akan mendinginkan panel surya pada sistem ini sehingga akan meningkatkan daya listrik yang dihasilkan.

*Dr. Yuli Setyo Indartono (Foto: Dok. Humas ITB)

Pada tahap awal, desain alat disimulasikan terlebih dahulu menggunakan software ANSYS FLUENT untuk mengevaluasi aliran thermosiphon yang terjadi pada sistem pendingin panel surya. Hasil simulasinya menunjukkan terjadi aliran thermosiphon pada sistem pendingin. Pada tahap selanjutnya, dibuat sistem pendingin thermosiphon pada panel surya dalam skala model dan diuji di atas Gedung Riset dan Inovasi ITB. Pada tahap ini menurut Dr. Yuli, sistem pendingin berhasil menurunkan temperatur panel surya dibandingkan panel surya tanpa pendingin thermosiphon

Dengan membandingkan antara daya yang dihasilkan antara panel surya terapung menggunakan thermosiphon, kemudian yang terapung tanpa thermosiphon, serta panel surya yang tidak diapungkan (di darat), diperoleh hasil sebagai berikut untuk panel surya 50 Wp pada iradians 1.000 W/m2 : panel surya terapung menggunakan termosiphon (47 Watt), panel surya terapung tanpa termosiphon (41 Watt), dan panel surya di darat (40 Watt). Dengan demikian, daya listrik yang dihasilkan dari panel surya terapung menggunakan thermosiphon lebih besar dibanding panel lainnya.

Pada tahap riset selanjutnya, alat tersebut diaplikasikan pada skala yang lebih besar di waduk PLTA Saguling, Kabupaten Bandung Barat. Hingga saat ini proses tersebut masih berada pada tahap pengujian. Hasil awal yang didapat juga menunjukkan hasil yang positif. Jika dibandingkan dengan panel surya di daratan, panel surya terapung dengan thermosiphon mampu meningkatkan daya sebesar 4,35%. Sementara panel surya terapung tanpa thermosiphon hanya mampu meningkatkan daya sebesar 1,90%.

Kendala yang dihadapi pada penelitian tersebut terdapat pada proses instalasi. Salah satunya, kebocoran pada sambungan antara selang dan pipa aluminium. Beberapa komponen perlu dibuat sendiri karena tidak ada di pasaran.

Dr. Yuli Setyo Indartono mengharapkan tahap pengujian ini nantinya akan berhasil dan dapat direalisasikan di tanah air. Hasil riset yang dimulai sejak tahun 2016 dan sedang dalam proses paten ini diharapkan menjadi salah satu solusi permasalahan masyarakat Indonesia dalam pemenuhan energi listrik.

Reporter: Irfan Ibrahim (Teknik Geodesi dan Geomatika 2016)