Dr.rer.nat. Rahmana Emran Kartasasmita, M.Si.,Apt. : Produksi Dane Salt Sebagai Upaya Mendukung Kemandirian Produksi Antibiotikum Amoksisilin di Indonesia
Oleh prita
Editor prita
BANDUNG, itb.ac.id - Antibiotik merupakan golongan obat anti infeksi yang paling banyak dibutuhkan masyarakat di Indonesia, terutama antibiotik amoksisilin. Namun, hampir keseluruhan bahan baku amoksisilin ini diperoleh dengan cara impor. Alhasil, Indonesia harus membeli dari luar dengan harga yang cenderung fluktuatif. Hal inilah yang menyebabkan Dr.rer.nat. Rahmana Emran Kartasasmita, M.Si.,Apt., dosen Kelompok Keahlian (KK) Farmakokimia Sekolah Farmasi ITB, tergugah untuk mengembangkan produksi amoksisilin secara mandiri di Indonesia.
Penelitian bertajuk Program Hibah Kompetitif Penelitian Unggulan Strategis Nasional ini mengusung judul "Produksi Dane Salt (Garam Natrium D-(-)-2-(4-hidroksifenil)-N-[1-metil-2-(4-nitrofenil-karbamoil)vinil]glisin) Sebagai Upaya Mendukung Kemandirian Produksi Antibiotikum Amoksisilin di Indonesia." Dalam penelitiannya, Emran mencoba untuk mengembangkan teknologi produksi dane salt dengan metode sintesis secara organik. Dane salt yang telah diproduksi akan direaksikan dengan 6-APA (6-aminopenicillanic acid) untuk menghasilkan amoksisilin.
Emran mengatakan bahwa salah satu permasalahan dalam memproduksi amoksisilin adalah untuk membuat zat 6-APA. Pembuatan 6-APA secara fermentasi (produksi energi dalam sel secara anaerobik – red) penicillin dengan mikroba akan menghasilkan benzil penicillin yang harus dipotong. Emran kemudian membuat 6-hidroksifenilglisin yang diperoleh dengan metode sintesis secara organik. Namun, 6-hidroksifenilglisin tidak dapat langsung disambungkan dengan 6-APA, tetapi harus dibuat dalam bentuk aktif yang disebut dane salt.
Dalam memproduksi dane salt, dosen yang menyelesaikan pendidikan S1, S2, dan pendidikan apotekernya di ITB ini menggunakan labu leher tiga yang telah dilengkapi dengan stirrer, termometer, kondensor refluks, nitrogen inlet, dan tabung pengering. Didalamnya dimasukkan metanol dan NaOH, kemudian dipanaskan dan campuran ini diaduk hingga NaOH larut. Setelah larut, D-(-)-4-hidroksifenilglisin ditambahkan kedalam labu hingga dihasilkan garam natriumnya. Garam yang telah diperoleh direaksikan lagi dengan p-nitroasetoasetanilida, kemudian direfluks dan diaduk pada berbagai kondisi. Endapan yang diperoleh disaring dan dicuci dengan metanol, kemudian dikeringkan dalam desikator.
Penelitian ini pada pelaksanaannya melibatkan beberapa sintesis, yaitu 4-hidroksifenilglisin dari fenol dan glioxylic acid, yang kemudian dilanjutkan sintesis β-ketoamide-p-acetoacetanilide dari p-nitroanilin dan ethyl acetoacetate. Kedua jenis sintesis inilah yang kemudian turut berkontribusi dalam produksi dane salt dalam penelitian ini.
Doktor lulusan Rheinischen Friedrich-Wilhelms-Universitat Bonn, Jerman dengan judul disertasi "Sintesis Biotransformasi dan Aktivitas Biologi Senyawa Anti Inflamasi Non-Steroid Tipe Baru Pelepas NO" ini, dalam risetnya dibantu oleh Marlia Singgih, Ph.D. dari Sekolah Farmasi (SF) ITB, Dr. Bambang Marwoto dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Prof. Dr. Ir. Winiati P. Rahayu dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Dr. L. Broto S. Kardono dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), beserta delapan staf dan asisten peneliti. Riset yang didanai Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) ini dilakukan dalam periode dua tahun. Setelah pada tahun 2009 penelitian ini sukses dikembangkan dalam skala labolatorium, pada tahun 2010 ini penelitian ini akan dikembangkan pada produksi berskala pilot.
Walaupun terlambatnya dana riset menyebabkan waktu penelitian mundur dari perencanaan semula, Emran berharap penelitian yang menaungi hajat hidup orang banyak, terus didukung. Emran juga mengaku belum berniat mematenkan hasil penelitiannya ini. "Tujuan penelitian ini lebih ditekankan pada inovasi yang menghasilkan prosedur-prosedur yang dapat dijalankan dalam skala pilot," jelasnya. Emran mengutarakan meskipun penelitian ini dianggap kurang efisien, tapi ada satu hal yang penting yaitu knowledge yang didapatkan. Pengetahuan ini akan menunjang kebutuhan amoksisilin dalam negeri sehingga Indonesia menjadi mandiri.
Emran mengatakan bahwa salah satu permasalahan dalam memproduksi amoksisilin adalah untuk membuat zat 6-APA. Pembuatan 6-APA secara fermentasi (produksi energi dalam sel secara anaerobik – red) penicillin dengan mikroba akan menghasilkan benzil penicillin yang harus dipotong. Emran kemudian membuat 6-hidroksifenilglisin yang diperoleh dengan metode sintesis secara organik. Namun, 6-hidroksifenilglisin tidak dapat langsung disambungkan dengan 6-APA, tetapi harus dibuat dalam bentuk aktif yang disebut dane salt.
Dalam memproduksi dane salt, dosen yang menyelesaikan pendidikan S1, S2, dan pendidikan apotekernya di ITB ini menggunakan labu leher tiga yang telah dilengkapi dengan stirrer, termometer, kondensor refluks, nitrogen inlet, dan tabung pengering. Didalamnya dimasukkan metanol dan NaOH, kemudian dipanaskan dan campuran ini diaduk hingga NaOH larut. Setelah larut, D-(-)-4-hidroksifenilglisin ditambahkan kedalam labu hingga dihasilkan garam natriumnya. Garam yang telah diperoleh direaksikan lagi dengan p-nitroasetoasetanilida, kemudian direfluks dan diaduk pada berbagai kondisi. Endapan yang diperoleh disaring dan dicuci dengan metanol, kemudian dikeringkan dalam desikator.
Penelitian ini pada pelaksanaannya melibatkan beberapa sintesis, yaitu 4-hidroksifenilglisin dari fenol dan glioxylic acid, yang kemudian dilanjutkan sintesis β-ketoamide-p-acetoacetanilide dari p-nitroanilin dan ethyl acetoacetate. Kedua jenis sintesis inilah yang kemudian turut berkontribusi dalam produksi dane salt dalam penelitian ini.
Doktor lulusan Rheinischen Friedrich-Wilhelms-Universitat Bonn, Jerman dengan judul disertasi "Sintesis Biotransformasi dan Aktivitas Biologi Senyawa Anti Inflamasi Non-Steroid Tipe Baru Pelepas NO" ini, dalam risetnya dibantu oleh Marlia Singgih, Ph.D. dari Sekolah Farmasi (SF) ITB, Dr. Bambang Marwoto dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Prof. Dr. Ir. Winiati P. Rahayu dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Dr. L. Broto S. Kardono dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), beserta delapan staf dan asisten peneliti. Riset yang didanai Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) ini dilakukan dalam periode dua tahun. Setelah pada tahun 2009 penelitian ini sukses dikembangkan dalam skala labolatorium, pada tahun 2010 ini penelitian ini akan dikembangkan pada produksi berskala pilot.
Walaupun terlambatnya dana riset menyebabkan waktu penelitian mundur dari perencanaan semula, Emran berharap penelitian yang menaungi hajat hidup orang banyak, terus didukung. Emran juga mengaku belum berniat mematenkan hasil penelitiannya ini. "Tujuan penelitian ini lebih ditekankan pada inovasi yang menghasilkan prosedur-prosedur yang dapat dijalankan dalam skala pilot," jelasnya. Emran mengutarakan meskipun penelitian ini dianggap kurang efisien, tapi ada satu hal yang penting yaitu knowledge yang didapatkan. Pengetahuan ini akan menunjang kebutuhan amoksisilin dalam negeri sehingga Indonesia menjadi mandiri.