Dosen ITB Paparkan Pemanfaatan Material Canggih dari Batuan di Sektor Industri
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id — Diskusi Bersama GEA ‘90 (Dermaga ’90) sesi ke-135 digelar secara daring melalui platform Zoom Meeting pada Sabtu (22/10/2022). Topik yang diangkat adalah tentang material-material canggih dari batuan yang masih merupakan bagian dari mineral industri.
Dipaparkan langsung oleh Dr. Andri Subandrio dari Program Studi Teknik Geologi, diskusi ini berusaha mengungkap potensi pemanfaatan material nonlogam terutama batuan untuk komoditas industri.
Dr. Andri mengawali paparannya dengan penjelasan mengenai batuan basalt dan kegunaannya. Batu basalt merupakan salah satu jenis batuan beku dari aliran lava gunung berapi yang mengandung plagioklas basa.
Dalam sejarah konvensional, batu basalt hanya digunakan sebagai material untuk benda-benda atau situs monumental serta konstruksi. Sedangkan pada industri modern, batu basalt dapat diolah menjadi glass wool dan basalt fiber.
Glass wool merupakan material berserat yang memiliki sifat insulator. Material tersebut digunakan sebagai peredam suara maupun panas yang sangat efektif. Sedangkan basalt fiber biasanya digunakan untuk material otomotif berteknologi tinggi.
Dr. Andri menambahkan, “Basalt yang ada di Amerika maupun Eropa sekarang bisa menjadi produk andalan yang dikhususkan untuk teknologi tinggi. Dalam hal ini Eropa, Amerika, dan Jepang sudah membentuk suatu grup yang namanya Basalt Community.”
Selain batu basalt, ia juga membahas kegunaan batubara dalam industri material. Batubara yang selama ini hanya dikenal luas sebagai sumber energi ternyata telah mampu diolah menjadi berbagai material canggih di negara maju. Pengolahan batu bara menjadi material canggih akan menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi daripada hanya sekadar dijadikan bahan bakar.
“Dari coal mine itu harus ada coal refinery. Nah kita hanya habis di sini (coal refinery). Hanya habis untuk energi saja. Katakanlah kalau kita punya unsur tanah jarang (rare earth), dapat dicampur dengan karbon untuk menjadi material canggih,” ujar beliau.
Penggunaan batubara sekarang dapat dilihat pada industri carbon fiber terutama untuk bodi supercar layaknya Ford. Selain itu, batu bara juga dapat menghasilkan material polimer superkonduktor berupa graphene dengan penambahan CO2.
Dalam dunia fashion, batu bara dapat diolah menjadi perhiasan bernilai tinggi berupa intan sintetis melalui pembentukan dengan suhu dan tekanan yang sangat tinggi. Intan sintetis yang dihasilkan pun tidak jauh berbeda dengan intan asli dari segi bentuk maupun kekerasan sehingga keduanya menjadi sulit dibedakan.
Batuan ketiga yang dibahas Dr. Andri adalah batupasir yang kaya akan silika. Silika ini kemudian membentuk mineral kuarsa yang dapat berasal dari batuan sedimen maupun metamorf.
Dr. Andri mengatakan, teknologi berbasis silikon dan kuarsa suatu saat nanti akan mendominasi dan hal itu sudah dimulai dari sekarang. “Semua silika mempunyai andil yang sangat besar dalam ponsel kita, dalam komputer kita, dalam kamera kita, dan sebagainya.”
Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa silika digunakan pada industri semikonduktor yang menjadi tren dalam tiga dekade terakhir. Di samping itu, silika juga merupakan material utama dalam pembuatan sel surya yang mana sampai sekarang Indonesia masih mengandalkan impor teknologi ini dari negara lain.
Realita yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar material canggih yang dihasilkan dari batuan tersebut belum bisa diproduksi di dalam negeri. Padahal bahan baku batuan yang diperlukan tersedia melimpah di Indonesia.
Kapasitas dalam negeri hanya mampu mengolah secara konvensional dan mengekspor material mentah untuk diolah di negara lain. Hal ini kemudian menjadi tantangan besar bagi kita semua untuk mencari jalan agar Indonesia juga dapat menjadi pemain utama dalam industri material canggih dari sumber dayanya sendiri.
Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)